Salahkah Aku Mendua

Salahkah Aku Mendua

Bab Satu

Dara dan Bastian berjalan bergandengan tangan menyusuri pantai dengan kaki telanjang. Senyum merekah terpancar dari bibir gadis itu.

"Aku ingin nanti kita menikah dengan suasana pantai, bertemakan outdoor saja. Apa kamu setuju, Sayang?" tanya Bastian.

"Apaan sih, Tian? Kita belum tamat sudah mikirin nikah," jawab Dara.

"Kita harus merencanakan semuanya dari awal. Aku mau kamu yang menjadi pendampingku dan menjadi ibu bagi anak-anakku," balas Bastian.

"Setelah tamat SMA kita masih harus kuliah dulu," ujar Dara.

"Kita menikah setelah wisuda. Kita kuliah di tempat yang sama saja. Nanti kita daftar ke kampus terdekat," jawab Bastian.

Bastian dan Dara saat ini duduk di kelas tiga SMA. Mereka hanya menunggu kelulusan saja.

"Semoga Tante Erna setuju kamu kuliah di kota ini aja," balas Dara.

Dara pernah mendengar kalau Bastian akan dikuliahkan keluar kota. Itu semua karena Erna yang kurang menyetujui hubungan putranya dan Dara. Selain karena gadis itu dari keluarga biasa juga karena alasan mereka masih ada hubungan kekerabatan walau masih jauh.

"Dara, sudah sering aku katakan, jangan dengar omongan mereka. Siapa pun tak akan bisa memisahkan kita. Mamaku sekalipun. Yang akan menjalankan semua itu aku. Jadi aku yang bisa menentukan kemana arah hubungan ini. Kamu harus percaya padaku."

"Jika Tante Erna memaksa kamu tetap kuliah keluar kota bagaimana?" tanya Dara lagi.

"Jarak tak akan bisa memisahkan hubungan kita. Mungkin saja raga kita terpisah, tapi hati tetap menyatu. Kamu jangan takut, aku akan tetap setia," jawab Bastian.

Bastian lalu memeluk bahu Dara. Mengajaknya menyusuri pantai dan bermain pasir hingga tak terasa waktu telah menunjukkan pukul enam. Matahari sudah tampak mulai terbenam. Mereka akhirnya memutuskan pulang.

***

Setelah mengantar Dara ke rumahnya, Bastian lalu pulang. Sampai di rumah, dia melihat mama dan papanya sedang berada di ruang keluarga sambil menonton televisi. Pemuda itu ikut bergabung bersama kedua orang tuanya.

"Dari mana saja kamu, Tian. Teman-temanmu dari tadi sudah pulang!" seru Mama Erna dengan penuh penekanan.

"Aku pergi jalan-jalan dulu, Ma," jawab Tian.

"Pasti pergi dengan Dara. Anak itu memberikan pengaruh buruk untukmu. Seharusnya kau pulang dulu sebelum pergi, agar mama tak kuatir. Apa kau tak bisa memutuskan hubunganmu dengannya? Apa yang kau lihat dari dirinya? Cantik tidak, pintar tidak, dan juga tidak dari keluarga berada. Lebih dari gadis itu bisa kau dapatkan. Kenapa harus dia?" tanya Mama Erna.

"Ma, kalau hati sudah tak suka, pasti semua keliatan burik. Apa salah Dara? Aku mencintainya. Dia baik, termasuk pintar dan juga cantik. Mama saja yang tak pernah melihat kelebihan darinya," jawab Bastian.

"Papa lihat sendiri'kan! Anakmu ini kalau diomongin mengenai Dara, pasti tak mau terima. Padahal apa yang aku katakan itu benar adanya. Tak ada kelebihan dari gadis itu. Mending kamu sama temannya yang bernama Fanny. Anaknya sopan, ramah, baik dan juga kaya!" seru Mama Erna.

"Apa Mama nggak salah menilai? Semua yang mama katakan tentang Fanny itu berbanding terbalik dengan aslinya. Lebih baik dan cantik Dara, Ma. Buka hati Mama!" balas Bastian.

Melihat anak dan istrinya sudah mulai berdebat lagi, Papa Gunawan menengahi. Dia meminta keduanya diam.

"Sudah ... cukup berdebatnya. Papa ingin bicara denganmu, Tian," ujar Papa Gunawan.

Bastian lalu merubah duduknya menghadap sang papa. Pria itu tampak mulai serius. Dia menarik napas dalam sebelum bicara.

"Bastian, papa sudah mendaftarkan kamu ke universitas di kota A. Dua hari lagi kamu dah harus berangkat ke sana dengan mama. Kali ini Papa tak mau ada kata tidak atau bantahan. Semua ini demi kebaikan dan masa depanmu. Kamu adalah penerus dari keluarga. Jadi hanya kamu harapan papa, jangan pernah kecewakan papa!" seru Papa Gunawan.

Bastian tampak terkejut mendengar ucapan sang papa. Tak pernah sekalipun pria itu mengatakan tentang hal ini sebelumnya. Kenapa tiba-tiba dia sudah di daftarkan saja? Pertanyaan itu bermain di kepala pria itu.

"Tapi ... Pa!"

"Tak ada tapi-tapian. Papa sudah katakan dari awal jika tak ada bantahan. Kamu bisa siapkan semua kebutuhan kamu untuk di sana!"

Bastian lalu berdiri dari duduknya. Jika sang papa sudah mengatakan begitu, berarti tak boleh ada bantahan lagi. Lebih baik dia mencari cara agar bisa meyakinkan Dara tentang hubungan mereka.

"Baiklah, Papa. Aku akan kuliah di kota A. Aku ikuti kata Papa dan Mama, tapi aku juga ada satu keinginan!"

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Papa.

"Aku ingin Papa dan Mama merestui hubunganku dan Dara. Setelah aku wisuda kalian harus mau menerima pernikahan kami!" seru Bastian.

Mendengar ucapan putranya, Mama Erna menjadi emosi. Dia lalu berkata dengan lantang.

"Apa yang sudah Dara berikan padamu sehingga kamu jadi tergila-gila begini dengannya? Kamu pasti telah diguna-gunai gadis itu!"

"Tak ada yang Dara berikan, selain cinta yang tulus, Ma. Tanpa pelet pun aku sudah sangat mencintainya," jawab Bastian.

"Sampai kapan pun, Mama tak akan pernah merestui hubungan kalian berdua!" seru Mama Erna dengan suara tinggi penuh emosi.

Papa Gunawan tampak menarik napas dalam melihat pertengkaran anak istrinya. Dia lalu berdiri dan mendekati sang istri. Duduk di samping wanita itu, meraih tangan dan menggenggamnya.

"Ma, jangan berkata begitu. Semua masih bisa kita omongkan," kata Papa Gunawan.

"Baiklah, Bastian. Jika kamu bisa selesaikan kuliah dalam waktu singkat, dan dengan nilai bagus, Papa akan ikuti apa maumu!" ucap Papa Gunawan.

"Pa ...." Ucapan Mama Erna terputus karena isyarat dari Papa Gunawan.

"Baiklah, Papa harus tepati janji. Kalau begitu aku pamit dulu," ucap Bastian.

Bastian berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju lantai dua, ke arah kamarnya. Dia harus bertemu Dara sebelum kepergiannya. Dia juga harus bisa meyakinkan kekasihnya itu jika jarak tak akan bisa memisahkan hati mereka.

Papa dan Mama Bastian kembali duduk. Pria itu lalu tersenyum pada sang istri.

"Mama turuti aja apa kata Bastian. Empat tahun ke depan kita masih bisa menyusun rencana untuk memisahkan mereka. Siapa tau juga putra kita nanti berkenalan dengan gadis di kampusnya dan jatuh cinta. Empat tahun itu bukan waktu yang singkat, apa pun bisa terjadi. Hati seseorang juga bisa berubah. Jadi Papa minta Mama ikuti saja maunya Bastian saat ini, yang terpenting dia mau kuliah keluar kota!" seru Papa Gunawan.

***

Selamat Pagi. Mama datang lagi dengan karya terbaru. Mama mohon dukungannya. Baca tiap bab update, dan tolong beri like serta komet. Terima kasih. Lope-lope sekebon.

Terpopuler

Comments

Kotin Rahman

Kotin Rahman

oooohhh tk kirain dara itu ank agkate aditya Mam.....soale kmarin blang bkal terbit kisah ank agkate adit.....trnyata beda too 🙄🙄🙄🙄🙄

2024-09-19

7

Boma

Boma

mama mau nanya,ini bukan cerita keluarga amanda dan angga kan?kata mama bakal ada cerita anaknya amanda dan adit🙏

2024-09-19

3

🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ𝑴ᴏᴍ's卂ᵒᶠᶠ

🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ𝑴ᴏᴍ's卂ᵒᶠᶠ

hmmm.. kenapa ya orang tua selalu saja melihat hubungan selalu dari strata sosial, dan yang gak berpunya selalu dianggap rendah pdhl takdir tidak ada yang tau karena Tuhan Maha Kuasa membolak balikkan hidup manusia 🙄😔

2024-09-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!