Jaka Satya yang berniat menjadi seorang Resi, diminta Raja Gajayanare untuk bertugas di Sandhi Ponojiwan, yang bermarkas di kota gaib Janasaran.
Dia ditugaskan bersama seorang agen rahasia negeri El-Sira. Seorang gadis berdarah campuran Hudiya-Waja dengan nama sandi Lasmini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Rahasia
Dengan sentakan pada pada handelnya peti besi terbuka, tangan Abdurrahman merogoh kedalam dan mengeluarkan sebuah amplop coklat.
Beberapa saat ia melihatnya dengan perasaan lega yang terbayang di wajahnya.
Ia tak memeriksa isinya namun mengembalikan ke tempatnya semula dan menutup kembali peti besi serta lukisannya.
Setelah melayangkan pandangannya yang terakhir ke sekeliling ruangan, Jenderal Abdurrahman mematikan lampu kemudian melangkah pergi.
Sebegitu jauh segalanya berjalan seperti yang diharapkan Satya.... ia telah menduga bahwa Jenderal Abdurrahman akan langsung memeriksa benda yang paling ditakutkan akan hilang dan mengandung rahasia yang amat besar!
Satya tak dapat menduga apa isi dari amplop coklat itu, namun yang jelas pasti mengandung informasi yang amat berharga.
Ia menghitung sampai sepuluh kemudian perlahan-lahan membuka pintu lemari dan melangkah mendekati lukisan.
Dengan bantuan penerangan pen-lightnya ia mulai bekerja berusaha membuka lemari besi.
Dengan keahlian yang dimilikinya dan berkat latihan yang terus menerus di Pusat Latihan Seksi-TS Janasaran, Satya tak menemui kesulitan untuk membukanya apalagi ia telah mengetahui kode putarannya.
Dalam waktu satu menit peti besi telah terbuka. Dan Satya langsung mengambil amplop berwarna coklat yang tergeletak di atas kotak tempat berlian.
Jantung Satya berdetak cepat ketika melihat stempel Pemerintah Rahbain pada sudut kiri amplop tersebut.
Satya menduga bahwa surat itu kemungkinan besar telah dikirim oleh Pangeran Hatir dari Rahbain, yang pasti berisi dokumen yang amat penting.
Dengan tangan yang sedikit gemetar dilanda kegairahan yang berkobar-kobar Satya menutup kembali peti dan lukisan.
Satya menyelinap ke luar ruangan kerja Jenderal Abdurrahman, kemudian mengendap-ngendap diantara bayangan dan melintasi pagar tembok melalui jalan semula.
Dengan melupakan rasa nyeri yang menusuk-nusuk paha kirinya, Satya melangkah cepat menyebrangi jalan dan menuju ke arah taman yang kelam oleh bayangan pepohonan rimbun.
"Lasmini?" Satya berbisik.
"Lasmini?" ia memanggil lagi sambil menatap ke arah semak belukar,
"Sat?" terdengar gadis itu menjawab di sebelah kirinya.
"Apakah kau berhasil?"
Satya melihat pistol berada dalam genggaman Lasmini.
"Ya!" sahut Satya, "Apakah engkau tak apa-apa?"
"Hampir-hampir saja! Mereka terus memburuku, Sat, namun aku berhasil mengecoh mereka di antara semak-semak!"
"Kemungkinan mereka ditarik kembali setelah Jenderal mengetahui bahwa tak ada barang- barangnya yang hilang," Satya menanggapi.
"Aku merasa heran mengapa mereka tak memanggil Polisi untuk menanganinya?" Lasmini memberikan komentar.
"Justru Jenderal Abdurrahman menghindari keterlibatan pihak berwajib dalam masalah ini, " ucap Satya.
Mereka berjalan melintasi taman, meyakinkan bahwa benar-benar berada di luar pengawasan para penjaga kemudian duduk di balik belukar.
"Apakah kau melihat Volkan?" tanya Satya sambil mengeluarkan amplop coklat dari dalam sakunya.
Lasmini menggelengkan kepalanya kemudian berkata. "Bagaimana pendapatmu?"
"Hemm, belum tahu... , namun nyatanya tak melaporkan tentang rencana kita kepada Jenderal Abdurrahman."
"Melaporkan berarti melibatkan dirinya,
"Sat! Engkau berhasil memojokkannya." Lasmini tersenyum renyah.
"Apa yang kau peroleh Sat?" Ia bertanya ketika Satya membuka amplop.
Dengan bantuan penerangan pen-light. Satya dan Lasmini membaca dokumen yang ditulis dalam huruf Bara. Ditanda tangani oleh Sheik Zeid dengan cap Kerajaannya.
Setelah selesai Lasmini menghela napas berat sambil berkata: "Yah, dokumen ini menyatakan bahwa Puteri Layla menjadi penguasa Rahbain seandainya terjadi sesuatu terhadap diri suaminya, Sheik Zeid."
Satya mengangguk, "Ya, Layla yang memegang tampuk kekuasaan sampai putranya menginjak dewasa."
"Dan Pangeran Hatir yang mengendalikan di balik singgasana putrinya itu!" Suaranya sedikit bergetar.
"Oh, Sat. aku mempunyai perasaan bahwa Hatir takkan puas dengan hanya menguasai Rahbain!"
"Jangan panik, Lasmini! Toh Sheik Zeid masih belum tewas!" Satya menghiburnya.