🌷🌷🌷🌷🌷
"Jangan kamu kira karena ke jadian malam itu, aku akan berubah pikiran, Ay. Aku tidak mencintaimu! Sebab di dalam hatiku hanya ada Bela, tidak bisa di gantikan oleh siapapun termasuk dirimu, kamu paham kan?" seru Rian penuh emosi. Setelah itu dia pun langsung berlalu pergi meninggalkan Ayla yang masih berdiri di tepi meja makan.
Dengan suara bergetar menahan tangisnya Ayla tetap memaksakan untuk mencegah Rian.
"Rian! Jika selama ini kamu hanya mengagap aku sebagai sahabatmu. Maka mulai sekarang, aku benar-benar akan menjaga jarak diantara kita," lirih Ayla disertai air matanya. Namun, Rian tak bicara sepatah katapun dan langsung berlalu pergi.
"Ayla, kamu harus kuat, mulai sekarang kamu harus menata hidupmu sendiri, karena cepat atau lambat perpisahan ini tetap akan terjadi. Sekarang kamu tidak sendiri lagi, ada anak, mu yang membutuhkan, dirimu." isak Ayla duduk bersimpuh di atas lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenab Usman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah kerumah baru.
🌿🌿🌿🌿
Setelah selesai sarapan bersama. Rian dan Ayla, kembali masuk ke kamar Rian lagi. Karena di rumah tidak ada siapa pun, terkecuali para asisten rumah tangga saja.
Di dalam kamar. "Oh iya, kapan kamu akan masuk ke kampus lagi, aku mendengar ketika papa dan ayah berbicara di telepon. Katanya semua sudah beres, tinggal kamu berangkat saja." tanya Rian.
"Mungkin tiga hari lagi, Ayah juga sudah memberitahu ku, jika semuanya sudah diurus oleh orang suruhan Ayah." ucap Ayla.
"Nanti di sana, kita akan satu kampus dan hanya beda gedung saja, jadi kamu berangkatnya bawa mobil sendiri. Aku gak mau jika nanti, ada siswa-siswi yang mengetahui jika kita berangkat bersama. Kamu Pilihlah mobil yang ada di garasi, mobil mana yang kamu suka, biar nanti sekertaris ku yang mengantarkan kerumah baru kita." ujar Rian yang menawarkan.
"Tidak perlu, karena di rumah Ayah mobilku pun tidak ada yang memakainya. Karena Bunda maupun Ayah, memakai mobil mereka sendiri."
"Ya, terserah kamu saja, tapi jika kamu membutuhkan sesuatu, kamu harus bilang kepadaku, karena sekarang, aku adalah suamimu. Kamu adalah tanggung jawabku, bukan tanggung jawab Ayah lagi." jelas Rian, agar Ayla tidak merasa sungkan.
Mendengar penuturan Rian. Ayla malah bengong dengan pikiran ke mana-mana, karna jauh di dalam lubuk hatinya, sangat tersentuh dengan kata-kata Rian, yang menyebutkan, jika dia adalah suaminya.
Fiuh.... Rian, meniup muka Ayla.
"Kamu kenapa malah bengong?" tanya nya.
"Agh..., tidak kenapa-napa! aku hanya sedang memikirkan jika nanti aku juga akan membawa barang-barang yang aku bawa dari kota A." ucap Ayla yang sengaja mengalihkan pertanyaan Rian.
"Nantikan kita ke rumah Ayah, sama bunda kamu dulu, jadi sekalian saja kita bawa." seru Rian.
"Iya kamu benar, tadi malam juga mama bilang kepadaku. Kalau papa dan mama, juga akan ikut mengantar kita kerumah yang baru."
"Mana mungkin mereka tidak mengantar kita, sedangkan mereka sudah merencanakan semuanya." ucap Rian, yang merasa keberatan dengan keputusan orang tua mereka.
🍃
Sekarang Rian dan Ayla sedang dalam perjalanan. Menuju rumah kedua orang tua Ayla, hanya menempuh waktu kurang lebih dua puluh menit, mereka sudah tiba di depan rumah mewah, yang berlantai dua tersebut. Begitu masuk, mereka sudah disambut oleh Bunda Mirna dan para pelayan di sana.
Sedangkan Ayah Ridwan, sedang pergi ke perusahaan nya.
"Sayang, kalian sudah datang?" sambut Bunda bahagia.
"Selamat siang Bunda!" sapa Ayla dan Rian bersamaan. Lalu mereka mencium tak lazim, punggung tangan wanita baya itu dan Bunda Mirna pun langsung mengajak anak dan menantunya, duduk di ruang keluarga.
"Apa kalian berdua sudah makan siang sayang." tanya Bunda.
"Sudah Bunda, sebelum berangkat ke sini, kami sudah makan siang." dijawab oleh ayla.
"Ayah ke mana Bun,? apa Ayah sedang pergi ke perusahaan.?" tanya Rian, karena semenjak mereka datang, dia belum melihat mertua laki-lakinya itu.
"Iya, katanya mau sekalian bertemu dengan papamu Nak." sahut Bunda.
"Oh pantes saja, tadi setelah sarapan, Papa langsung pergi pagi-pagi sekali." timpal Ayla, yang membenarkan ucapan Bundanya.
"Iya, katanya ada urusan yang sangat penting. Tapi, Bunda juga tidak tau, kalian berdua pergilah ke kamar dulu, untuk istirahat, nanti setelah ayah datang, bunda akan membangunkan kalian." titah bunda, agar Rian dan Ayla beristirahat dulu.
"Iya bener, jika begitu kami kekamar dulu." pamit mereka yang langsung berdiri meninggalkan Bunda Mirna.
"Ayo kita ke kamarku." ajak Ayla.
Lalu sekarang bergantian Rian yang mengikuti Ayla dari belakang. CEK..LEK... Suara pintu kamar yang dibuka Ayla, begitu masuk Rian langsung berjalan mengitari kamar Ayla. Kamar Ayla bercat serba berwarna tosca muda.
"Aku kira, kamar seorang gadis itu berwarna pink. Tapi kenapa kamar kamu malah berwarna tosca." tanya Rian merasa heran.
"Karena aku sukanya warna tosca, bukan warna pink." jawab Ayla singkat.
Lalu, Rian tidak bertanya lagi dan malah menatap foto Ayla yang bersama dengan seorang gadis dan seorang laki-laki. Di dalam foto tersebut, nampak yang berada di tengah adalah Ayla. "Siapa mereka? apa pria ini kekasih mu." tanya Rian ingin tau.
"Bukan, mereka sahabatku di kota A. Sari dan Vino." sahut Ayla.
"Tapi, sepertinya laki-laki ini menyukaimu!"
"Ya, karena kami adalah sahabat.l, tentu saja dia menyukaiku." jawab Ayla jujur, karena memang mereka hanya bersahabat.
Dan entah kenapa mendengar penuturan Ayla, hati Rian merasa senang.
Sore pun tiba, setelah Ayla dan Rian tertidur beberapa saat. Bunda datang membangunkan mereka berdua. Dan mengatakan jika mereka harus bersiap-siap sekarang. Karena sudah ditunggu oleh Papa Heri di rumah, yang akan mereka tempati sore ini juga.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit. Dua mobil mewah, milik Rian dan ayah Ridwan pun sudah tiba di depan rumah yang akan mereka tempati.
"Apa ini rumahnya?" tanya Ayla, karena mobil mereka hanya mengikuti mobil Ayah Ridwan saja dari belakang.
"Entahlah, aku juga tidak tahu! tapi, sepertinya memang ini, karna mobil Papa pun sudah berada di sini."
"Wah kalian sudah sampai, Ayo masuk." sambut Papa Heri.
"Apa ini rumah yang akan kami tempati Pah?" Rian yang langsung bertanya kepada papa nya.
"Ya benar sekali! apa kalian menyukainya." tanya papa Heri.
"Kenapa kecil sekali, bahkan ini lebih kecil dari dapur kotor yang di rumah Papa." Protes Rian lagi.
"Kami sengaja mencari yang kecil untuk kalian berdua. Karena di sinilah kalian akan memulai membangun rumah tangga. Kami Dulu pun hanya diberikan oleh kakek kalian lebih kecil dari ini. Jika tidak begitu, kalian tidak akan tahu betapa susahnya membangun rumah tangga. Dan rumah ini yang menjadi arsitektur nya Papa sendiri, sedangkan bagian yang lainnya. Diurus oleh Ayah Ridwan sendiri." ucap, Papa Heri yang merasa bangga.
"Tapi pa, zaman sekarang tuh beda, sama zaman dahulu. Masa iya, anak dari dua perusahaan besar. Tinggal di rumah sekecil ini. Kalau tidak, biarkan kami tinggal di apartemen Rian saja. Lagian, apa papa dan ayah tidak malu, jika orang lain tau, anak dari dua pengusaha besar tingal di rumah yang seperti ini." seru Rian yang masih belum mau menerima tempat tinggal, yang sudah disiapkan oleh orang tua mereka.
"Oh, ya..! siapa yang tahu dan yang akan membicarakan nya, kami malah sangat berharap. Jika ada orang luar yang tahu, kalau anak dan menantu kami tinggal di rumah kecil ini. Biar mereka juga tahu kalau kalian sudah menikah." ucap papa Heri.
"Papa apaan sih." kesal Rian.
"Rian, Ayla, tidak ada bantahan! tadinya, jika kalian mengadakan resepsi pernikahan dan membiarkan semua orang tahu jika kalian sudah menikah. Maka lebih besar dari perusahaan pun, kami akan membangun rumah untuk kalian.Tapi berhubung pernikahan kalian tak ada yang mengetahui. Ya inilah, yang bisa kami persiapkan untuk kalian." jawab Papa Heri, karena sebetulnya, Papa Heri dan Ayah Ridwan sudah mengetahui rencana anak-anak mereka.
"Rian sudahlah, tak apa kita tinggal di sini. Kita juga, hanya tinggal berdua, aku menyukai rumah nya. Lagian ini dekat ke perusahaanmu dan dekat juga ke kampus kita." bujuk Ayla agar Rian tidak berdebat dengan orang tua mereka lagi.
Rian langsung menoleh ke arah Ayla. Karena dia benar-benar tidak menyangka, jika Ayla malah menerima rumah ini, seharusnya Ayla menolaknya kan.
"Ya sudah jika begitu, kita akan tinggal di sini saja." ucap Rian yang ikut mengalah.
Akhirnya para orang tua mereka, sama-sama tersenyum penuh arti. "Baiklah karena kalian sudah menerima rumah nya, maka kami akan pulang sekarang." pamit semua orang tua mereka.
Setelah para orang tua mereka pulang, tingalah mereka berdua saja. "Ayo kita naik ke lantai atas dan kita pilih kamar kita masing-masing." ajak Rian.
"Ya, ayo." jawab Ayla yang mengikuti Rian naik kelantai atas.
Namun apa ini! Oh tidak, ternyata orang tua mereka lebih pintar, mereka benar-benar sudahah mempertimbangkan semuanya dengan matang. Di rumah ini hanya ada satu kamar.
Sedangkan di lantai bawah, hanya satu kamar juga, itupun untuk asisten rumah tangga mereka.
"Kenapa hanya ada satu kamar Ri?" tanya Ayla bingung.
"Mana aku tahu, orang tua itu benar-benar." ucap Rian sambil menjambak rambutnya ke belakang.
"Lalu kita harus bagaimana."
"Ya mau tidak mau kita harus satu kamar, Agh.., pantas saja yang menjadi arsitek rumah ini papa sendiri, ternyata Papa sama Ayah, sudah mengira jika kita akan pisah kamar." kesal Rian, yang merasa sudah dipermainkan oleh orang tua mereka.
"Sudahlah, kita juga tidak bisa berbuat apa-apa kan, ayo masuk."
ajak Ayla kepada Rian.
Setelah sampai di dalam kamar, kaki Ayla tidak sengaja tersandung karpet yang berada di bawah ujung ranjang. Dan tanpa sengaja, Ayla yang terjatuh di atas tempat tidur, menarik jaket yang dipakai oleh Rian. Jadilah meraka jatuh berdua.
Deg.. deg.. deg... jantung kedua nya seakan-akan mau meloncat dari tempatnya.
BERSAMBUNG......
he bela km baru pacarnya ya,orang tuan Rian lebih penting