Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Seperti kelinci dan harimau.
Yuya hanya bisa bertahan dan menghindar, pergerakan pria itu benar-benar cepat.
“Oi-oi, apa cuma segitu saja? Ayolah, mana tatapanmu barusan,” ledek pria itu sambil terus menyerang.
Tidak hanya Yuya, Mio dan Yuto juga kesulitan menghadapi lawannya, karena kemampuan mereka berbeda jauh dengan rekan pria itu.
'Apa yang harus aku lakukan?'
Perasaan tidak nyaman, kondisi panas, dan keramaian di sekitar membuatku sulit untuk fokus mencari solusi. 'Bagaimana caraku menyelamatkan mereka semua? Aku tidak bisa bertindak ceroboh karena jika tembakanku meleset, itu akan menyebabkan masalah ....'
Terlintas di pikiranku tentang peserta bernama Ougly. 'Bagaimana jika aku memancingnya ke sini? Mungkin Yuya, Mio, dan Yuto bisa mendapat kesempatan untuk melarikan diri.
Tapi, apa yang harus aku lakukan?'
Karena tidak ada cara lain, aku mengaktifkan kekuatan itu, berpindah ke setiap gedung, berusaha mencari keberadaan Ougly. Beruntung, suara gempuran keras terdengar tidak jauh dari tempatku berada. Namun, tepat saat aku berlari di atas gedung.
SLING-----BRUSK!
Siluet tebasan pedang memotong gedung tepat di depan mataku. Untung refleks membuatku berpindah ke sisi gedung lain.
'Tenangkan dirimu, Raika, fokuslah.'
Ougly membabat sekitar dengan brutal. Setiap pedang yang di hunuskan mampu memotong gedung dan peserta lain dengan mudah.
Menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk berpindah ke tempat Ougly berdiri.
BLING.
Saat berada di belakang tubuhnya, aku menodongkan sniper untuk mengintimidasinya.
Aku juga melepas garis-garis itu dan menggantinya dengan fury mode supaya tidak menyebabkan masalah lebih lanjut.
“Ada kutu yang tidak kulihat ternyata. Hahaha,” hina Ougly sambil menatap ke arahku.
BRUSSS.
Seperti yang kuduga, ia benar-benar agresif. Ayunan pedangnya cukup cepat, namun aku berhasil menghindar dan menjauh. Tanpa pikir panjang, aku menembak armor-nya sebagai bentuk perlawanan kemudian berlari untuk memancingnya.
“Oi ... mau kemana kau, kucing manis?”
Tubuh besarnya ditambah dengan full armor berisi Arcis tingkat 4 membuat tanah ikut berguncang ketika ia melompat.
Meski aku bergerak secepat mungkin, entah kenapa firasat buruk menghantuiku. Merasa ada yang tidak beres, aku menoleh. "Huh!"
BRUSS.
Beruntung serangan dadakan yang ia berikan bisa ku hindari, meski hanya terkena luka goresan pada tangan.
Lompatannya benar-benar kuat, sekarang ia berada tepat di hadapanku.
“Tidak akan kubiarkan siapa pun lolos, apa kau mengerti?” ia menatap tajam ke arahku.
Ougly bergerak cepat dengan posisi menyerang. Aku berusaha menghindari serangannya dengan bergerak secepat mungkin di antara gedung-gedung. Namun, setiap pijakanku dihancurkan dengan mudah olehnya.
Merasa tidak ada kesempatan untukku lari, aku mencoba menembak tepat di lehernya. Tanpa sengaja, pandanganku menangkap luka yang dilindungi oleh besi yang terlepas.
Hal itu menghentikan serangannya, ia bergegas mengambil besi itu dengan terburu-buru.
“Jika kau melihat itu! Artinya kau harus mati ...” Ougly memperkuat fury mode, seketika membuat uap panas mengelilinginya.
'Aku rasa ia akan lebih serius menghadapi ku."
Disaat aku hendak menggunakan kekuatan itu, tanpa sengaja terlintas dalam pikiran untuk memanfaatkan situasi ini. Aku bergegas secepat mungkin menuju Yuya, jaraknya sudah tidak jauh dari tempatku berada.
Aku menengok ke belakang dan lagi-lagi hal itu kembali ku lihat; Ougly menekan Oaris-nya, sama seperti yang dilakukan Yuya dulu.
'Aku harus lebih cepat, kalau tid-huh!'
BRUSS--------BUMM.
Ougly melontarkan dirinya dengan cepat, menabrak gedung hingga hancur, menyebabkan debu dan asap menyelimuti tempat Yuya dan yang lain bertarung.
Aku menahan luka goresan akibat serangannya dan bergegas menuju mereka sebelum debu dari gedung itu hilang.
Sayangnya, aku tidak menemukan mereka di mana-mana akibat minimnya pandangan.
Dengan terpaksa, kekuatan itu ku aktifkan hingga bisa bergerak lebih cepat.
Samar-samar terlihat bayangan Yuya, dengan cepat aku memegang pundaknya. Berbisik.
“Pergilah, ikuti arah bulan. Di sana terdapat gedung.”
“Huh!”
Aku juga melakukan hal yang sama pada Yuto.
Namun, aku tidak merasakan keberadaan Mio di manapun.
Panik karena debu mulai hilang, aku mempercepat pencarian. Sialnya, di kondisi yang kurang tepat, Ougly kembali mengamuk, menghempaskan beberapa debu di sekitar.
Untungnya keberadaan Mio aku temukan yang sedang menahan angin dari hempasan energi Ougly. Sebelum asap hilang, aku bergegas menggapai Mio dan mencoba berpindah tempat.
Aku tidak tau bisa atau tidak.
Tanganku meraih dan menggenggam erat bajunya. Cahaya biru menyelimuti sekitar ...
BLINGS
Kami berpindah tidak jauh dari lokasi yang masih dipenuhi debu. Aku membisikinya untuk pergi mengikuti arah bulan. Setelah itu, berpindah tidak jauh dari sana.
Suara teriakan Ougly dan kelompok itu terdengar disertai gempuran pertarungan. Mungkin mereka saling beradu, karena biasanya orang yang menekan Oaris-nya akan berhalusinasi sebagai efek samping.
Aku berlari dengan tergesa-gesa menuju gedung, kuharap mereka tidak berpencar.
Setelah berlari dan berbelok, terlihat tiga orang yang saling berhadapan di depan gedung yang masih berdiri.
“Raika, kau baik-baik saja?” tanya Yuya menghampiriku.
Mengangguk. "Hanya tergores kecil, bukan masalah.”
“Baguslah, tidak ada yang terluka parah.”
“Teman-teman, sebaiknya kita mencari tempat lain, di sini berbahaya,” saran Mio.
“Baik, ayo!”
Kami bergegas mencari tempat yang jauh dari pertempuran.
“Masih tersisa 22 ribu orang lagi yang masih hidup," ujar Yuto sambil berlari.
“Yuto, Mio, Raika. Maaf,” Yuya menghentikan langkahnya.
“Yuya?” bisik Mio sambil menghentikan langkah.
“Aku tidak tahu apa yang kalian rasakan. Seharusnya kita tidak ikut dalam kompetisi ini. Aku bodoh, malah membahayakan nyawa kalian,” ucap Yuya dengan raut bersalah.
Mio berjalan mendekatinya.
Yuya menatap ke bawah. “Ma—” ucapannya terpotong oleh tangan Mio yang memegang kedua pundak Yuya.
“Yuya! ... Bodoh. Kau kira aku mengikuti kompetisi ini karena adikmu? Tidak, kau salah.
Apa kau lupa ketika menceritakan impian kita dulu, untuk tinggal di tempat yang nyaman, mendapatkan makanan yang layak ...” tangan Mio bergetar, ia meneteskan air mata. “Bodoh ….”
Aku melihat Yuya hanya terdiam menatap Mio.
Yuto berjalan ke arah mereka. “Mio, Yuya. Kita sudah sejauh ini. Sekarang, mari bekerja sama.”
Yuya mencoba tersenyum kecil. “Baiklah, Mio. Maaf, aku memang bodoh. Mari kita bertahan sampai akhir,” ucap Yuya.
Setelah kejadian itu, kami melanjutkan pelarian untuk mencari tempat yang aman.
Namun, setelah beberapa saat berjalan, kami disergap oleh 9 orang dari segala arah. Sontak kami menghentikan langkah, terkejut tidak percaya mereka saling bekerja sama.
Aku sempat merasa ini tidak normal, kalau tidak salah satu kelompok terdiri dari empat orang, tapi kenapa mereka bisa bersembilan, apakah ini diperbolehkan?
Seorang pria berjubah biru mendekati kami, bersama beberapa peserta lain yang mulai bermunculan satu per satu. Aku benar-benar tidak menyangka saat melihat jumlah mereka yang mungkin berkisar seratus orang.
Jika mereka melawan kami, 'Apa yang harus aku lakukan?'
“Hanya orang-orang beruntung ternyata. Sepertinya lemah,” ucap pria lain di samping pria berjubah.
Pria berjubah itu mengangkat tangannya, aku melihat reaksi dari orang-orang di sekitar yang mulai mengangkat senjata.
Aku tahu apa yang harus dilakukan, berjalan ke depan.
“Tunggu!” teriakku untuk menghentikan mereka.
“Apa kalian mengenal Ougly dan membentuk kelompok untuk membunuhnya?”
Setelahku lontarkan pertanyaan itu, pria berjubah menurunkan tangannya.
“Aku memiliki informasi yang dapat membantu kalian dalam mengatasinya," lanjutku.
Orang-orang di sekitar mulai berbicara satu sama lain.
“Hahh, apa kami harus percaya pada bocah se-" ucapannya terpotong oleh tangan pria berjubah.
“Apa kau bisa membuktikannya?” tanyanya dengan ekspresi dingin.
"Yah, aku bisa,” balasku.
End bab 8
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.