Kisah Aghnia Azizah, putri seorang ustadz yang merasa tertekan dengan aturan abahnya. Ia memilih berpacaran secara backstreet.
Akibat pergaulannya, Aghnia hampir kehilangan kehormatannya, membuat ia menganggap semua lelaki itu bejat hingga bertemu dosen killer yang mengubah perspektif hatinya.
Sanggup kah ia menaklukkan hati dosen itu? Ikuti kisah Nia mempelajari jati diri dan meraih cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Provokasi
Aghnia meringis, gadis itu menangkupkan kedua telapak tangannya sebagai tanda permintaan maaf.
"Jual saja ponselmu, jika tak bisa sekedar memberi kabar padaku" keluh Risti, wajahnya menunjukkan kekecewaan pada Aghnia.
"Maaf Risti, maafkan aku" ucap Aghnia, gadis itu berhambur memeluk Risti, ia tak menyangka jika sahabatnya akan semarah ini.
"Jangan marah ya" imbuh Aghnia. Melepas pelukannya mengajak Risti masuk ke dalam kontrakan lalu menutup pintunya.
"Segeralah mandi dan ganti pakaian" ucap Risti.
"akan kubuatkan teh hangat agar kamu tidak masuk angin" lanjut Risti dengan ekspresi datar.
Aghnia tersenyum dan mengangguk, ia tau Risti masih marah padanya namun ia juga tahu semarah apapun sahabatnya, tetap akan perhatian. Ia bergegas masuk ke kamar, pergi ke kamar mandi membilas badannya agar tidak terserang flu.
Selesai mandi, Aghnia keluar kamar dengan setelan piyama lengan panjang pink motif kupu kupu, ia berjalan ke ruang tengah, mendapati kedua sahabatnya sedang sibuk dengan laptopnya masing masing yang berada di pangkuan. Ia juga melihat tiga piring gado gado dan tiga gelas teh hangat di meja.
"Bagaimana jika kita makan dulu?" Ajak Aghnia, yang sudah duduk bersila di depan meja lipat yang berisi makanan.
Risti dan Monica memandang Aghnia, kedua gadis itu duduk bersebrangan dengan Aghnia, menyetujui ucapan sahabatnya. Meletakkan laptop di samping tanpa menutupnya dan mulai menikmati makanan yang ada di meja.
"Bagaimana kencanmu hari ini?" Celetuk Monica.
Aghnia terbatuk mendengar pertanyaan Monica, ia mengambil segelas teh dan meminumnya sedikit.
"Kalian sudah jadian?" Tebak Monica melihat ekspresi kaget Nia hingga terbatuk.
Aghnia tersenyum kikuk tak menanggapi ucapan Monica, ia merasa tak enak hati jika harus berterus terang, mengingat usaha Monica lebih besar daripada dirinya untuk mendapatkan hati Malik. Ia takut membuat Monica semakin sakit hati jika tau mereka telah berpacaran.
"Tenanglah aku tak akan sakit hati, aku sudah rela Nia" ungkap Monica meyakinkan.
Risti menatap jengah kedua temannya yang terlibat drama percintaan. Gadis itu enggan menimpali, ia lebih tertarik menikmati kelezatan perpaduan bumbu kacang dengan berbagai sayuran yang dibelinya melalui ojek online. Risti benar benar tak menghiraukan kedua temannya yang sedang mengobrol.
Bahunya disenggol Monica dengan kencang, membuat satu sendok sayuran tidak jadi masuk ke mulut dan terjatuh kembali ke piring. Risti memberenggut menatap Monica.
"Apasih Mon?" Keluh Risti. Menyendok ulang gado gado dan memakannya.
"Aghnia udah jadian Ris, kita harus minta traktiran". Ucap Monica penuh semangat.
"Bukan hal penting yang harus dirayakan" kilah Risti.
Monica dan Aghnia menatap Risti bersamaan heran dengan jawaban gadis itu. Risti menghela nafas panjang.
"Hubungan cinta seseorang itu personal, bukan ranah kita ikut campur apalagi minta traktir. Lebih baik kita mulai menyusun skripsi dan lulus bersama. Itu lebih cocok kita rayakan" jelas Risti dengan bijak, menurutnya jika hanya sekedar berpacaran tidak layak untuk dirayakan.
"Setuju" Aghnia mengacungkan kedua jempolnya pada Risti.
Mereka bertiga melanjutkan makan sambil berdiskusi membahas masalah skripsi yang akan mereka hadapi.
Di kamar kos, Malik sedang membaca Qur'annya, pintu kamarnya diketuk membuat Malik menyudahinya, meletakkan Qur'an pada rak buku di lemari. Ia membuka pintu kamar. Bagas tersenyum menampakkan gigi putihnya sambil menenteng dua kaleng kopi dan sebungkus kacang.
"Widih pak ustadz, numpang nongkrong dikamar ya" canda Bagas melihat penampilan Malik.
Ia bergegas masuk dan meletakkan barang bawaannya di lantai kamar Malik, menutup pintu kamar, duduk lesehan bersender pintu kamar Malik.
Malik melepas baju Koko dan sarungnya, menyisakan kaos hitam polos dan celana tiga perempat yang ia kenakan, mengambil ponselnya yang ada di kasur, Duduk di samping Bagas berjarak seratus centi dengannya, bersender pada tembok. Pria itu mengecek ponselnya sebentar lalu meletakkannya di lantai.
Bagas tak sengaja melihat walpaper yang ada di ponsel Malik, pria itu sedikit terkejut lalu tersenyum memandang Malik.
"Pantesan tadi pulang basah kuyup, habis main air sama Aghnia" goda Bagas, mengambil satu kaleng kopi dan meneguknya.
"Sembarangan kalo ngomong" Malik melempar satu biji kacang ke wajah Bagas membuat sang empunya tertawa terbahak bahak.
"Udah ngapain aja sama Aghnia?" Tanya Bagas, pria itu mengupas kulit kacang lalu memakannya dengan santai.
"Maksudmu ngapain aja?" Malik mengernyit, menelaah pertanyaan Bagas. Memang apa yang dilakukan orang berpacaran selain pegangan tangan dan berpelukan. Lagipula dirinya baru jadian tadi siang dan masih butuh pengenalan lebih jauh.
"Bro, hari gini pacaran cuma pegangan tangan doang. Minimal nih ciuman atau ngraba dadanya kek" jelas Bagas dengan gaya mempraktekkan setiap apa yang ia ucapkan.
Malik mendelik, pria itu kembali melempar Bagas kali ini dengan kulit kacang yang telah ia kumpulkan.
"Nggak perlu merasa aneh, selama nggak sampe hamil, aman aja Mal" imbuh Bagas, kembali menegak kopinya.
"Lagian mana mampu kamu menahan libidomu jika sedang naik" Bagas memberi jawaban yang masuk akal terjadi pada setiap pria.
"Memang kamu sendiri sudah pernah?" Tanya Malik, ia sedikit ragu menanyakan hal yang ia anggap tabu pada teman kos sekaligus teman satu jurusannya ini.
Bagas mengangguk, pria itu menceritakan dirinya baru saja menembak mahasiswi dari kampus lain yang ia kenal lewat sosial media. Mereka bahkan telah melakukan hubungan badan, meski tak sampai masuk. Pria itu juga menceritakan beberapa mantannya yang hampir sama perlakuannya saat masih pacaran.
"Apa wanita itu tidak merasa dilecehkan?" Ucap Malik, ia mengusap dagunya yang ditumbuhi beberapa rambut kecil.
Bagas mengangkat satu sudut bibirnya, pria itu menggeleng melihat temannya benar benar masih polos.
"Aku nggak mencampuri minumannya dengan obat perangsang, juga tidak menarik bajunya dengan paksa. Kita melakukan atas dasar suka sama suka" jelas Bagas, pria itu meremat kaleng kopi yang telah kosong.
"Jika pun itu dianggap pelecehan, bukankah beberapa mantanku sudah menuntutku seperti kasusnya Aghnia dan Bimo. Nyatanya mereka tak ada masalah, dan kami masih berteman baik" ucap Bagas mencoba memprovokasi Malik.
Malik tak bergeming, pria itu mencoba menguraikan setiap kata yang disampaikan Bagas. Ia menegak kopinya hingga tandas.
"Bermain air sebelum menikah itu wajar Mal, anggap saja sebagai penjajakan sebelum menikah" Bagas mengendikkan bahu lalu tersenyum. Kembali mengupas kacang yang ia bawa.
Malik memandang wajah Bagas, tak setuju dengan pernyataan terakhir yang pria itu sampaikan. Namun Malik sendiri sering menjumpai cara berpacaran teman temannya yang mirip seperti Bagas. Malik mengerutkan keningnya dalam.
"apa seharusnya ia dan Aghnia juga menjalankan pacaran model seperti itu. bagaimana jika Abah Aghnia sampai mengetahuinya? Tapi bukankah selama bermain dengan halus, abahnya tak akan mengetahuinya. Lagipula Risti tak akan mengikuti kita berkencan, sekali saja tidak akan menyebabkan hamilkan" pikir Malik, namun segera ia tepis pikiran itu.
Kutunggu karyamu slanjutnya,ndak pake lama yaa thoorr🤩🤩🤸🤸