“Ah. Jangan tuan. Lepaskan saya. Ahhh.”
“Aku akan membuatmu mendesah semalaman.”
Jasmine Putri gadis kampung yang berkerja di rumah milyarder untuk membiayai kuliahnya.
Naas, ia ternoda, terjebak satu malam panas bersama anak majikannya. Hingga berakhir dengan pernikahan bersama Devan anak majikan tampannya.
Ini gila. Niat kuliah di kota malah terikat dengan milyarder tampan. Apakah Jasmine harus bahagia?
“Aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini,” tekan Devan frustasi menikah dengan pelayan.
“Aku harus menemukan dia.” Kenang Devan tentang gadis misterius yang menyelamatkan tiga tahun lalu membuatnya merasa berhutang nyawa.
Bagaimana pernikahan Jasmine dengan Devan anak majikannya yang dingin dan jutek namun super tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Wawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengetahui
Malam telah larut waktu menunjukkan pukul 10 malam. Devan baru saja menginjakan kaki ke dalam rumah membawa tubuh yang terasa lelah setelah menghabiskan waktu berkutat dengan pekerjaan kantor.
Seperti biasa bi Anna kepala pelayan menyambut sang tuan.
“Selamat malam tuan,” bibi Anna berdiri di ambang pintu menyambut Devan dengan kepala tertunduk hormat.
“Malam bibi,” ujar Devan memasang wajah datar yang terlihat lelah.
“Anda butuh sesuatu tuan? Apa Anda ingin di siapkan makan malam,” tanya bibi Anna melayani.
“Tolong bawakan teh hangat saja ke kamarku,” ujar Devan rasanya meminum teh hangat akan membuat syaraf-syaraf tegang dalam tubuhnya kembali rileks seperti yang sering ia lakukan.
“Baik tuan saya akan menyuruh pelayan untuk membawa teh hangat ke kamar tuan,” ujar bibi Anna.
Devan berlalu menuju kamar setelah sampai. Pemuda tampan ini, membuka jas yang ia kenakan, melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya seakan mencekik sejak pagi. Dan sekarang terasa lega.
Devan menghempaskan tubuhnya ke sofa, memejamkan mata sesaat merasakan urat syarafnya tertarik. Devan mengambil jeda sejenak sebelum membersihkan diri ke kamar mandi lalu meluruskan punggungnya di kasur empuk. Ahh rasanya hari berlalu sangat melelahkan.
Suara ketukan di pintu sekilas membuat Devan membuka matanya cepat mengarahkan pandangannya ke pintu, di ujung hati kecilnya berharap wajah itu sama seperti sebelumnya. Devan menatap Rena yang datang dengan nampan di tangan membawa teh hangat permintaannya.
Devan menghela napas berat. Tak sesuai dengan harapannya. Oh astaga untuk apa dia berharap pelayan itu bukankah dia telah membuat batasan. Lagi dia memikirkan pelayan itu. Tuh, kan. Membuatnya kesal saja. Apalagi mengingat bayangan Jasmine dan Nathan, Devan kembali panas.
Rena mendekat ke arah sofa lalu membungkukkan tubuhnya untuk meletakkan secangkir teh ke meja.
“Teh Anda tuan,” ujar Rena.
Devan menegakkan tubuhnya memasang wajah dingin menatap Rena.
“Bawa pergi jika teh itu bukan buatan bibi Anna!” sentak Devan dingin penuh maksud.
Rena sejenak berpikir mencerna ucapan tuannya. Selama ini hanya Jasmine yang sering membuatkan teh hangat untuk Devan namun saat ini Jasmine berada di kampung.
Mungkin bagi Devan tak ada pelayan lain yang boleh membuat teh jika bukan bibi Anna atau Jasmine. Itu pikir Rena yang melihat beberapa waktu ini Devan dan Jasmine sangat dekat. Apalagi Devan pasti tahu jika Jasmine berada di kampung, kan Jasmine pamit malam itu.
Rena mengulas senyum ceria seperti biasa.
“Oh. Teh ini memang buatan bibi Anna tuan, bukan pelayan lain,” seru Rena.
Devan mengulas senyum sinis, ternyata benar bukan buatan Jasmine. Tangannya kemudian terulur hendak meraih cangkir teh.
“Anda tenang saja tuan. Untuk sementara memang bibi Annalah yang akan membuat teh untuk tuan, selama pelayan Mimin tidak ada di rumah ini!” ucap Rena dengan senyum terulas. Menenangkan tuannya yang terlihat tegang hanya perihal teh.
Devan mengening mendengar ucapan terakhir Rena. Cangkir yang hendak mendarat ke bibir Devan tertahan hatinya tergelitik bertanya.
“Dia tidak ada di rumah ini?” ulang Devan.
“Memang ke mana dia?” tanya Devan asal terlihat tak peduli. Padahal sejak tadi hatinya tergelitik rasa penasaran akan kabar Jasmine yang dua hari ini tidak aktif di media sosial.
“Pelayan Mimin kan pulang kampung tuan!” ujar Rena.
Deg
Pulang kampung ...
Aliran darah Devan seakan terhenti dengan informasi yang ia dengar. Oh astaga! Seketika Devan mengurungkan niatnya untuk meneguk bibir cangkir, menghempaskannya kasar ke meja.
“Pulang kampung katamu!” sentaknya dengan intonasi meninggi.
“Iya tuan. Pelayan Mimin sedang libur dan ia akan menghabiskan waktu bersama neneknya di kampung,” jelas Rena.
“Sejak kapan dia pulang?” tanya Devan lagi terlihat tak sabar.
“Dia pergi dua hari yang lalu tuan,” jawab Rena.
“Siapa yang memberikannya izin!” geram Devan seakan tak terima.
“Setiap tahun pelayan Mimin memang mendapatkan libur untuk pulang kampung tuan,” jelas Rena aneh mengapa mimik wajah tuannya ini berlebihan mendengar kepergian Jasmine.
“Dia pulang kampung tak memberitahukan aku!” geram Devan dengan tangan terkepal. Uhg, kesal sekali dia.
“Anda tidak tahu tuan dia pulang kampung, bukankah pelayan Mimin sudah pamit pada Anda malam itu,” jelas Rena. Ya Rena ingat di dapur Jasmine mengatakan ingin menemui Devan untuk pamit.
Jasmine Pamit
Jantung Devan terpukul kencang. Dadanya terasa sesak otaknya berputar mengenang kejadian malam itu. dia mengusir Jasmine mengingat itu paru-parunya seakan kering. Uhg. Apa yang telah ia lakukan?
***
Waktu telah menunjukkan pukul 3 pagi, di ranjang king size di sebuah kamar mewah terlihat pemuda bergerak gelisah. Sekejap pun kelopak matanya tak bisa terpejam.
Devan tenggelam dalam kepingan kenangan malam itu ketika Jasmine berada di kamar. Dia yang tersulut emosi setelah melihat Nathan memeluk Jasmine padahal pelukan perpisahan. Devan berang hingga tidak memberi kesempatan pada perempuan itu bicara. ia malam mengusirnya.
“Jadi malam itu. Ia ingin pamit,” batin Devan. Cipratan-cipratan sesal terus bergemuruh di dalam hatinya.
“Jangan pernah masuk ke dalam kamar ini lagi! Ingat posisimu. Kau hanya pelayan. Jaga batasanmu!”
Ah ... tega sekali dia.
Pikiran Devan semakin jauh, irama jantung Devan terpukul kencang akan sebuah bayangan buruk. seketika mengingat hari-hari bagaimana ia menindas perempuan itu.
“Bagaimana jika dia tidak kembali lagi,” gumam Devan rasa takut seketika menjalar di dalam perasaannya.
Like, Coment,
pelabuhan terakhir cinta Nathan Wang