Aku Richie, pria jomblo tampan, kaya raya yang tak mau menikah. Ayah ku memaksa aku menikahi Alya, gadis cantik yang sabar, tegar dan keras hati.
Entah sejak kapan Alya mencintai ku aku tak tahu. Aku sangat membenci nya, Aku ingin ia hidup tersiksa bersama ku.
Ku pikir, menghadirkan Farah, sebagai kekasih bayaran untuk merusak rumah tangga ku akan membuat ia pergi dan minta cerai dari ku.
Tapi Aku salah. Aku justru terperangkap oleh drama yang ku buat sendiri.
Kehadiran Mario yang sangat tergila-gila pada istri ku membuat hati ku tak rela melepaskan Alya.
Benih-benih cinta yg mulai tumbuh di hati ku, justru membuat aku menderita.
Aku tak yakin, Alya sanggup bertahan dari godaan Mario.
Haruskah ku biarkan cinta Alya direbut oleh Mario yang berpredikat play boy?
CUSSSS,, BACA NOVEL NYA !!!
Jangan lupa, pantau juga karya ku yang lain y 🤗
SUBSCRIBE, LIKE, KOMEN,VOTE ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ Jika kamu suka y 🤗
Bantu support with GIFT Biar Author tetap semangat ❤️❤️❤️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEDAGANG SOMAY BIKIN CEMBURU
Alya, Alya...!
Berulangkali aku memanggil nama nya, tak ada sahutan sama sekali. Ia seolah tak ada lagi di dalam kamar.
Hati ku benar-benar marah. Ia sukses membuat ku menderita.
Dengan susah payah, aku membuka sedikit mata ku dan berjalan meraba-raba ke dekat meja rias. Kotak tisu samar-samar ku lihat ada di situ.
Sedikit gemetar, aku meraih kotak tisu itu dan menarik beberapa lembar tisu. Sambil berkaca di meja rias, ku bersihkan mata dan wajah ku dengan setumpuk tisu di tangan ku.
"Dasar wanita jahat! Aku akan membalas nya. Lihat saja, Kau akan ku buat menangis dan berlutut minta maaf pada ku." segala sumpah serapah berloncatan di bibir ku.
Aku sangat geram dengan kelakuan nya yang seakan menaruh dendam pada ku.
Dari meja rias, aku masuk ke dalam kamar mandi untuk membilas wajah ku hingga bersih dan mengeringkan nya dengan handuk.
Aku segera beranjak hendak pergi keluar kamar saat Alya mendadak muncul di pintu kamar dengan wajah tanpa dosa.
"Sarapan mu sudah selesai belum? Aku mau keluar, beli jajanan. Boleh gak?" tanya nya seakan pura-pura tak tahu apa yang terjadi.
"Kau...?! kemana saja kau dari tadi? Suara ku hampir habis berteriak memanggil mu." Aku menatap nya dengan garang.
Ingin rasa nya ku remuk wajah cantik nya yang pura-pura polos.
"Aku tadi ke dapur, sarapan di sana. Untuk apa kau berteriak memanggil ku? Jarak dapur ke kamar kan cukup jauh, mana mungkin aku mendengar nya." jawab Alya memberi alasan.
Alasan nya cukup masuk akal. Aku tak bisa memarahi nya begitu saja. Sengaja atau tidak, yang ku tau, Alya memang memberi saos sambal yang cukup banyak dalam sandwich itu.
Aku memandang sandwich di atas meja dengan kesal. Ku lihat Alya juga menatap ke arah sandwich itu dengan dahi mengernyit.
"Sandwich mu belum habis, apakah tidak enak?" tanya nya memandang ku heran.
Seketika aku menjadi benci pada nya. Ia seperti sedang memainkan drama dengan ku.
"Sandwich nya terlalu pedas. Aku tidak bisa memakan nya." ucap ku kesal.
Aku ragu untuk memberitahu kejadian yang memalukan tadi pada nya. Aku yakin, dia pasti akan mentertawakan ku dan bersorak kegirangan penuh kemenangan di belakang ku.
Alya menatap sandwich itu lebih dekat tanpa menyentuh nya. Alis nya terangkat tinggi saat melihat cipratan saos sambal yang belum sempat di bersihkan di atas sofa.
"Hm, kau jorok sekali." ucap nya seraya melenggang ke meja rias dan mengambil kotak tisu.
Ia pun kembali ke arah sofa dan membersihkan noda sambal dengan tisu.
Aku hanya memandang tingkah laku nya dengan senyuman sinis di bibir ku.
Akting Alya benar-benar hebat. Dia bisa berubah kapan saja dia mau.
"Temani aku keluar yuk, Aku mau jajan." Ajak nya kemudian menarik tangan ku.
Aku menepiskan tangan nya dengan kasar.
"Tidak, aku malas...!" jawabku jengkel.
"Ah, ayolah..." bujuknya merungut manja sembari menarik lengan ku kembali.
"Apaan sih! kayak anak kecil aja pengen jajan." ucap ku dengan nada dongkol setengah mati.
Alya menghentakkan lengan ku dengan keras, melepaskan pegangan tangan nya. Wajah cantik nya tampak masam dengan bibir manyun lima senti.
Hhh...!
Aku menghela nafas berat. Lagi-lagi Alya berhasil menguasai ku.
"Mandi dulu sana, gak pake lama. Aku tunggu di luar." ujar ku kemudian menyuruh nya untuk mandi dulu.
Sebab yang aku tahu, dia belum mandi setelah habis berolah raga. Meski pun tubuh nya tidak ber bau, aku hanya berharap, ia berdandan dan terlihat cantik saat pergi bersama ku.
Alya tampak tersenyum kecut. Dan merungut sebal sembari menghentakkan kaki nya menuju kamar mandi.
Sesaat aku termenung melihat sikap nya. Aku teringat akan diri nya yang bersikap anggun dan kaku di hari pertama kami bertemu. Alya banyak diam dan aku sempat mengatakan dirinya bisu, seperti patung hidup.
Tapi saat ini, aku menemukan sisi lain nya. Ia pembangkang, manja dan kekanakan, serta suka berbuat sesuka hati nya.
Apakah aku salah menilai diri nya? Ataukah dia masih canggung karna baru bertemu dengan ku? Atau kah menjadi patung hidup itu modus nya, untuk bisa mendekati ku? Dia memang wanita yang sukar untuk ku tebak.
Setengah jam aku menunggu Alya di parkiran mobil.
Dia baru muncul saat kesabaran ku hampir habis.
Aku nyaris turun dari mobil, ketika ia setengah berlari dari pintu keluar menuju mobil yang sudah ku parkir di pekarangan rumah yang luas.
Sengaja ku pakai Lamborghini kesayangan ku untuk pergi bersama nya. Selain nyaman, aku memang ingin membuat nya menjerit ketakutan saat mobil itu ku pacu dengan kencang.
Alya tampak tersenyum sumringah saat menghempaskan tubuh nya di atas jok kursi mobil yang ada disebelah ku.
Ku akui, dia layak untuk duduk di situ. Dia memang mempunyai penampilan wanita kelas atas.
Brum...!
Lamborghini ku melaju cepat meninggalkan gerbang rumah yang terbuka otomatis saat di lewati.
Di luar perkiraan ku, Alya justru tertawa kesenangan saat mobil ku melesat, memacu dan menyalip banyak mobil yang berlalu lalang di jalan raya.
"Jangan-jangan aku memperistri wanita gila?!" batin ku sedikit resah melihat tingkah nya.
"Stop, stop...!" jerit nya tiba-tiba mengejutkan ku.
Dengan sigap, aku segera menepi kan mobil ku dan menghentikan mobil ku di pinggir jalan raya.
"Aku mau beli somay itu." ucap nya seraya menunjuk seorang pedagang somay yang tampak berjalan mendorong gerobak nya.
Aku terperangah kaget. Apa aku tak salah dengar? Ku pikir dia akan minta jajanan mahal di mall atau resto atau toko-toko besar yang menjual aneka makanan dan jajanan.
"Bang somay! sini, sini. Aku mau beli." panggil nya tanpa malu-malu.
Ku lihat, si pedagang somay tampak sedikit ragu-ragu melihat ke arah Aku dan Alya.
Alya bergegas turun dari mobil tanpa sempat ku cegah. Body nya yang bak gitar spanyol, tampak melenggak lenggok mendekati si tukang somay.
Aku menggerutu dalam hati dan ikut turun dari mobil menghampiri Alya yang sudah berdiri di dekat tukang somay.
"Kirain abang, si Eneng cantik tadi becanda pengen beli somay." ucap si tukang somay sambil nyengir kuda memperlihatkan gigi nya.
"Enggak lah bang, masa becanda, bungkus kan yang banyak ya bang, lima puluh bungkus, sepuluh ribu sepuluh ribu." ucap Alya bersemangat.
Aku terkejut mendengar ia memesan begitu banyak somay. Apa dia rakus atau kelaparan?. Aku ragu untuk menilai dirinya, takut salah kaprah. Mendingan Aku diam, membiarkan ia berbuat sesuka hati nya.
"Wah, kalau sepuluh ribu sepuluh ribu untuk lima puluh bungkus kayak nya gak cukup neng. Tapi kalau lima ribu lima ribu untuk lima puluh bungkus mungkin cukup." jawab si tukang somay nyengir lagi.
"Oh, ya udah, lima ribu lima ribu aja lima puluh bungkus." ucap nya sambil tersenyum manis.
"Oke neng, siap...!" sahut si tukang somay semangat 45.
"Bang, udah punya istri belum?" tanya Alya tiba-tiba ke tukang somay.
Aku kaget, ngapain coba dia nanya kayak gitu sama si Bapak kang somay yang udah ubanan. Mana manggil nya 'Bang' lagi.
"Hehe, udah non. udah punya anak lima saya neng." jawab si tukang somay cengar cengir sambil membungkus somay pesanan Alya.
"Wah, hebat dong si Abang, anak nya lima." puji Alya dengan mata berbinar-binar ceria seraya mengacungkan jempol nya.
Ku lihat si tukang somay malah cengengesan tersipu malu-malu mendapat pujian dari Alya.
Aku mengacak-acak rambut ku dengan kesal. Senyuman Alya yang tampak sangat manis sekali bicara dengan tukang somay membuat ku panas.
Padahal, tampang si Bapak tukang somay cuma pas-pas an. Kalah jauh dari kegantengan ku yang sudah diakui sebagai jagat raya.
Apalagi, sikap Alya dari tadi sangat kecentilan. Senyum-senyum, tebar pesona, ketawa cekakak cekikikan sambil cerita-cerita sama si tukang somay. Sok nanya ini, nanya itu. Ada...aja yang di tanyain sama kang somay. Bikin enek.
"Buruan napa? Kelamaan!" hardik ku kesal setengah mati.
Sengaja aku bicara tanpa menyebut nama, sekalian nyindir si tukang somay yang keganjenan.
"Sabar napa? Lagi di bungkus somay nya juga." jawab Alya sewot.
Bibir nya tampak mencong kanan mencong kiri seakan mengajak ku perang mulut.
"Lagian, ngapain di suruh bungkus lima puluh bungkus. Kelamaan tau! Ngapain gak borong aja sekalian gerobak nya, taruh di jok belakang." teriak ku dongkol.
Tak peduli, si Bapak tukang somay mau bilang apa. Yang pasti, aku sudah jengkel setengah mati, lihat kedekatan si Bapak tukang somay yang bisa ngomong akrab sama istri ku sendiri sambil ketawa cekakak cekikikan tanpa mempedulikan ku sama sekali.
Ingin rasa nya, kutinggalkan Alya bersama si tukang somay. Biar dia rasakan, pulang di antar naik gerobak sama kang somay.
.
.
.
Bersambung ke Bab selanjutnya 👉
Yang suka makan somay, jangan lupa like dan komen.
Gift, gift buat beli somay,,, biar othor semangat nulis novel sambil makan somay 👌😂