Kimberly atau dipanggil Lily usia 21 tahun gadis tangguh yang memiliki bela diri tingkat tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata. Mempunyai Alter Ego bernama Emily, orang yang dingin, terkejam tanpa ampun terhadap musuhnya, tidak mempunyai hati. Emily akan muncul apabila Lily dalam keadaan sangat bahaya. Namun konyolnya, Lily mati karena bola susu yang tersangkut di tenggorokannya ketika sedang tertawa terbahak-bahak karena melihat reality show Korea favorit nya.
Lily terbangun di tubuh Kimberly Queeni Carta, pewaris tunggal keluarga Carta, konglomerat no 02 di Negara nya. Mempunyai tunangan bernama Max yang tidak menyukainya dan terang-terangan menjalani hubungan dengan Lolita.
Kimberly sekarang bukanlah Kim si gadis lemah dan penakut seperti dulu. Kimberly menjadi sosok yang menakutkan dan membalikkan penghinaan.
Kimberly bertemu dengan Davian Isandor Dhars, tunangan masa kecilnya yang dingin dan diam-diam selalu melindunginya.
Akankah Lily akan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia Terbalik
Pagi itu, Kimberly melangkah masuk ke halaman sekolah dengan percaya diri, mengenakan seragam yang rapi dan rambut bergelombang yang tertata sempurna. Senyumnya tipis, namun cukup untuk memancarkan aura dingin dan tak terjangkau. Beberapa siswa yang lewat mencuri pandang ke arahnya, membicarakan perubahan besar yang terjadi pada Kimberly sejak ia kembali dari masa koma.
“Kimberly berubah banget, ya?” bisik seorang siswi di dekat tangga.
“Dulu dia kan sering ngejar-ngejar Max, sekarang malah kayak nggak peduli sama dia,” balas temannya.
Di tengah bisikan itu, Kimberly hanya melangkah tanpa memedulikan sekitar. Baginya, komentar orang lain adalah angin lalu. Tujuannya kini jelas, hidup untuk dirinya sendiri dan meninggalkan masa lalu yang menyakitkan.
---
Di sisi lain, Max berdiri di lorong, memperhatikannya dari jauh. Ia mengepalkan tangan, merasa frustrasi dengan sikap Kimberly yang begitu acuh sejak insiden di kantin kemarin. Untuk pertama kalinya, ia merasa kehilangan kendali atas seseorang.
"Aku harus bicara dengannya," pikir Max sambil melangkah cepat mendekati Kimberly.
Saat Kimberly sampai di loker, Max langsung menghentikan langkahnya di depan gadis itu. Beberapa siswa yang melihat mereka mulai berbisik-bisik.
“Kimberly, aku perlu bicara,” kata Max dengan nada serius.
Kimberly meliriknya sekilas sambil membuka loker. “Bicara tentang apa? Kalau ini soal kemarin, aku rasa semuanya sudah jelas.”
“Kim, dengar,” Max berusaha menahan emosinya. “Aku tahu aku salah. Tapi kau tidak bisa begitu saja membuang semuanya seperti ini.”
Kimberly tertawa kecil, nada suaranya sinis. “Buang apa, Max? Pertunangan kita? Sejujurnya, aku merasa lega. Sekarang aku tidak perlu lagi membuang waktu mengejarmu.”
Komentar itu menusuk ego Max. Ia menggertakkan giginya, mencoba menahan amarah. “Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya, Kim.”
Kimberly menutup loker dan menatapnya dengan ekspresi datar. “Dulu aku bodoh. Tapi tidak lagi. Jadi kalau kau ingin membahas masa lalu, cari orang lain untuk melakukannya.”
Ia melangkah pergi, meninggalkan Max yang terdiam dengan wajah merah padam. Beberapa siswa yang menyaksikan adegan itu mulai berbisik lebih keras.
“Wow, Kimberly benar-benar berubah, ya?”
“Kasihan Max, kayaknya dia berusaha banget buat baikan.”
“Dulu Kimberly yang ngejar-ngejar, sekarang Max. Kok jadi kebalik gini?”
---
Sementara itu, di kantin, Kimberly duduk bersama teman-teman barunya: Ica, Bi, Clara, dan Vio. Suasana di meja mereka penuh canda tawa. Kimberly mulai merasa nyaman dengan mereka, meskipun masih ada batas tertentu yang ia jaga.
“Kim, kamu beneran cuek banget sama Max sekarang,” kata Ica sambil tertawa kecil.
Clara mengangguk setuju. “Padahal aku tadi lihat dia mati-matian mau bicara sama kamu.”
Kimberly hanya mengangkat bahu. “Aku sudah selesai dengan dia. Sekarang aku cuma mau fokus sama hal-hal yang lebih penting.”
Bi tersenyum tipis. “Baguslah. Orang seperti Max nggak pantas dapat perhatianmu.”
Di sisi lain kantin, Lolita duduk bersama teman-temannya, menatap sinis ke arah meja Kimberly. Ia merasa tidak nyaman melihat Max beberapa kali melirik ke arah Kimberly.
“Lol, Max ngeliatin Kimberly terus, deh,” kata salah satu temannya.
“Dia pasti nggak serius sama Kimberly,” balas Lolita dengan nada kesal. “Dia cuma merasa bersalah karena insiden kemarin.”
Namun dalam hatinya, Lolita mulai merasa was-was. Meskipun ia tahu Max tidak pernah mencintai Kimberly, perubahan sikap Max sejak insiden di kantin membuatnya gelisah.
Max sendiri duduk di meja lain, memperhatikan Kimberly yang tertawa bersama teman-temannya. Pemandangan itu membuat hatinya terasa sesak. Ia tidak pernah melihat Kimberly sebahagia itu sebelumnya, bahkan ketika mereka masih bertunangan.
“Dia benar-benar berubah,” gumam Max pelan.
Di tengah suasana kantin yang ramai, tiba-tiba seseorang menarik perhatian semua orang. Dave masuk dengan langkah tenang, mengenakan seragam yang rapi dengan wajah dingin khasnya. Beberapa siswa langsung memperhatikan karena aura Dave yang karismatik selalu menarik perhatian.
---
Dave melihat sang pacar dari jauh, lalu melangkah mendekatinya. Teman-teman Kimberly langsung menghentikan percakapan mereka, merasa penasaran.
“Lily,” sapa Dave sambil berdiri di samping meja.
Kimberly menoleh dan tersenyum tipis. “Hey, Dave.”
“Bisa bicara sebentar?” tanyanya.
Ica langsung menyikut Kimberly dengan ekspresi menggoda. “Siapa nih? Pacar baru?”
Kimberly hanya menggeleng sambil tertawa kecil. “Bukan, cuma teman lama.”
Dave mengangkat alis, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Kimberly berdiri dan mengikuti Dave ke pojok kantin yang lebih sepi. Max yang melihat mereka langsung merasa darahnya mendidih.
“Siapa dia?” pikir Max dengan penuh kecurigaan.
“Bagaimana hari ini?” tanya Dave begitu mereka berada di tempat yang cukup tenang.
Kimberly tersenyum. “Baik. Aku mulai terbiasa dengan sekolah ini lagi. Oh, dan aku sudah punya beberapa teman baru.”
Dave mengangguk. “Bagus. Kalau ada yang mengganggumu, kau tahu aku selalu ada.”
Kimberly menatap Dave dengan mata berbinar. “Aku tahu. Terima kasih, Dave.”
Percakapan mereka berlangsung singkat, tetapi cukup untuk menarik perhatian seluruh kantin. Ketika Kimberly kembali ke mejanya, teman-temannya langsung membanjirinya dengan pertanyaan.
“Kim! Jadi dia siapa?” tanya Clara penasaran.
Kimberly hanya tersenyum misterius. “Seseorang yang selalu mendukungku.”
Di meja lain, Max mengepalkan tangannya erat-erat. Kehadiran Dave membuatnya merasa kalah.
“Siapa dia?” gumam Max dengan nada tajam.
Lolita yang duduk di sampingnya menyadari perubahan ekspresi Max. “Max, jangan bilang kau cemburu.”
“Aku tidak cemburu!” balas Max dengan nada tinggi, meskipun hatinya mengatakan sebaliknya.
Lolita menatap Max dengan penuh curiga, tetapi memutuskan untuk tidak membahasnya lebih lanjut. Ia tahu Max sedang berada dalam tekanan besar setelah insiden di kantin, dan ia tidak ingin memperkeruh suasana.
Sementara itu, Kimberly kembali menikmati waktunya bersama teman-teman barunya. Meski banyak mata yang memperhatikannya, ia tidak peduli. Baginya, ini adalah awal baru, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun menghalanginya.