Demi menghindari kejaran para musuhnya, Azkara nekat bersembunyi di sebuah rumah salah-satu warga. Tanpa terduga hal itu justru membuatnya berakhir sebagai pengantin setelah dituduh berzina dengan seorang wanita yang bahkan tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Shanum Qoruta Ayun, gadis malang itu seketika dianggap hina lantaran seorang pemuda asing masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak peduli sekuat apapun Shanum membela diri, orang-orang di sana tidak ada satu pun yang mempercayainya.
Mungkinkah pernikahan itu berakhir Samawa sebagaimana doa Shanum yang melangit sejak lama? Atau justru menjadi malapetaka sebagaimana keyakinan Azkara yang sudah terlalu sering patah dan lelah dengan takdirnya?
•••••
"Pergilah, jangan buang-buang waktumu untuk laki-laki pendosa sepertiku, Shanum." - Azka Wilantara
___--
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Qadarullah
Azkara ketar-ketir, mimpi buruknya benar menjadi kenyataan. Sejak awal inilah yang dia takutkan, saat dimana anggota keluarga minta penjelasan dari Shanum secara langsung.
"Shanum," panggil Mama Mikhayla lagi.
Masih dengan tatapan yang mengintimidasi Azkara, tapi berusaha menenangkan Shanum bahwa semua akan baik-baik saja.
Shanum menatap ke arah sang suami yang masih berusaha memohon melalui tatapannya. Azka menggigit bibir, tangannya berusaha meraih jemari Shanum tapi lagi-lagi dia urungkan tatkala Mikhayla berdehem cukup keras.
"Aku bingung hendak memulainya dari mana, tapi ...."
"Mampush, bilang saja lupa saking singkatnya, Shanum!! Jangan ceritakan kronologinya sejak awal kumohon!!" Azkara menunduk, di detik-detik terakhir dia masih berusaha menjerit dalam hati dengan harapan sang istri akan mendengarnya.
"Aku dan mas Azka memang tidak memiliki hubungan apa-apa awalnya, jadi wajar saja jika tidak bercerita sama sekali, Ma," lanjut Shanum yang akhirnya berhasil membuat Azkara bernapas lega.
"Ehm begitu," sahut Mama Mikhayla sembari mengangguk pelan. "Lalu apa alasan yang membuat kalian yakin untuk menikah?"
"Semua ini terjadi begitu saja, Qadarullah Allah menjawab doaku setelah penantian cukup lama," jelas Shanum dan kali ini hati Azkara bergetar dibuatnya.
"Doa?" tanya Mama Mikhayla mengerutkan dahi seketika.
Shanum mengangguk. "Benar, Ma," jawabnya tidak seratus persen berbohong.
Lagi dan lagi Shanum menganggap semua yang terjadi adalah takdir baik untuknya. Saking berserah diri dan besar harapan Shanum tentang sosok pendamping, beberapa kali memang dia sempat melangitkan doa agar diberikan jodoh dengan cara apapun, selagi baik di mata-Nya.
"Mungkin karena aku tidak meminta dengan spesifik, aku hanya berserah diri dengan jodoh pilihan-Nya ... sampai tepat di malam lailatul qadar, Mas Azka datang ke rumah dan aku anggap sebagai jawaban atas doa-doaku."
"Singkat cerita kami akhirnya menikah atas persetujuan Abi walau belum lama saling mengenal," lanjut Shanum lagi yang sukses membuat seisi ruang makan terkesima.
Tidak ada sebuah kebohongan di sana, tapi bahasanya begitu diperhalus sampai membuat yang mendengar benar-benar terkecoh.
"Wow, Azka keren ... jadi kau pamit ke Yogya waktu itu hanya untuk melamarnya?" tanya Renaga berdecak kagum menatap adik iparnya.
Merasa memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri, Azkara mengangguk demi ambil aman dan ya, anggukannya berakhir tepukan tangan dari kakak kandungnya.
"Ya ampun manisnya, pasti niat awal iseng-iseng 'kan, Ka?" Zavia yang sejak tadi gemas sendiri ikut meramaikan suasana, sementara Azkara hanya tersenyum tipis tanpa suara.
"Bisa jadi, sejak dulu Azka 'kan begitu."
"Begitu? Begitu bagaimana, Ga?" timpal Mama Mikhayla turut penasaran dengan maksud menantunya.
"Dia tu si paling spontan, Ma, jadi apa yang terbesit dalam pikirannya akan dia lakukan detik itu juga!!"
"Benar, waktu itu Mama ingat, 'kan dia bilang pengen ke Thailand, detik itu dia bilang detik itu juga dia beli tiketnya!!" seru Zavia menceritakan kebiasaan Azkara yang memang kerap dadakan.
"Sama satu lagi, Mama ingat ayam Opa yang paling gede itu?"
"Hem, kenapa tuh?"
"Dia bilang ayam itu berisik dan lebih baik dijadikan sate. Aku pikir cuma bercanda, tapi malamnya ayam itu beneran udah jadi sate sampai Opa demam tinggi waktu itu." Tak tanggung-tanggung, Zavia bahkan membuka kelakuan aneh yang dilakukan Azkara.
Dan, kebetulan dibahas korbannya turut angkat bicara. Opa Mikhail tidak membantah fakta bahwa Azkara memang kerap bertindak semaunya dan memang tidak dapat ditebak secara logika.
"Semua itu benar adanya, Azkara ini apa ya? Opa juga bingung menjelaskannya, mungkin karena Evan terbiasa memberikan apa yang dia mau, jadi ya dia juga semaunya saja tanpa pikir panjang ... dalam masalah ini, kemungkinan besar juga begitu."
"Aku setuju sama Opa, bisa jadi tiba-tiba terbesit keinginan untuk menikah dan kebetulan ada targetnya ... ini Azka, Ma, hidup sesuai mood jadi ya wajar saja," jelas Renaga yang agaknya tak heran lagi akan kelakuan adik iparnya.
"Ah iya-iya, Mama lupa hidup Azka memang sesuai mood."
Azka yang mendengar hal itu hanya mengullum senyum. Sungguh luar biasa power seorang Shanum, sebuah cerita yang kejadiannya begitu mengerikan dapat dikemas menjadi sesuatu yang manis dan amat mengesankan.
Padahal, orang-orang di sini bukan orang biasa. Akan tetapi, Shanum mampu melindunginya dan hal itu adalah sesuatu yang wajib Azkara syukuri tentu saja.
.
.
Selesai buka bersama di kediaman Opa Mikhail, Azkara membawa istrinya pulang dengan perasaan tenang. Tidak lagi ada kekhawatiran karena sang istri sudah melindunginya di hadapan keluarga walau di pertemuan pertama Shanum diintimidasi hingga tidak bisa berbuat apa-apa.
Buka bersama namanya, tapi pulangnya di atas jam sembilan malam karena mereka harus ikut aturan yang punya rumah. Yakni, shalat berjamaah di rumah dengan Renaga sebagai imam lantaran malam ini cuaca tidak mendukung untuk ke masjid.
Begitu memasuki rumah utama, Azkara menghela napas lega. Tanpa beban dan yang ada di otak Azkara saat ini tidak jauh-jauh dari ranjang. Maklum, sewaktu di Yogya dia sama sekali tidak berani berkutik mengingat keadaan di kamar sang istri tidak memungkinkan.
"Azkara."
"Hem? Iya, Pa?" Azka menoleh, panggilan Papa Evan seketika menghentikan langkahnya.
Padahal, mereka kini sudah mendekati tangga. Di luar dugaan papanya justru menahan langkah Azkara.
"Kenapa?"
"Ikut papa," titah Papa Evan melirik ruang kerja dan berhasil membuat jantung Azkara kembali berdegub tak karu-karuan.
"Kenapa lagi? Apa yang terjadi, bukankah semuanya sudah jelas?" Sungguh Azkara bingung sendiri, terlebih lagi wajah sang papa terlihat datar seolah marah padanya.
"Azka sana ikut, mau dibeliin rumah kayaknya," bisik Mama Mikhayla kemudian berlalu ke kamar meninggalkan Azkara dan Shanum yang kini sama bingungnya.
"Kamu duluan ... kalau aku terlalu lama. Jangan tidur dulu, tunggu aku mau ya," pinta Azkara sontak membuat senyum Shanum terbit di sana.
Jika biasanya seorang suami akan meminta istrinya tidur lebih dulu, Azkara justru berbeda. Tanpa malu ataupun ragu, dengan jelas dia meminta agar Shanum bersedia menunggu.
"Iya, Mas, mau," jawab Shanum disertai anggukan pelan yang terlihat begitu menggemaskan di mata Azkara.
Dia berlalu meninggalkan Shanum dengan langkah cepat. Akan tetapi, baru saja Shanum melanjutkan langkahnya, Azkara kembali datang dan membuat wanita itu mengerutkan dahi.
"Kenapa? Tidak jadi?" tanya Shanum menatap wajah suami bingung sendiri.
Tanpa aba-aba, Azkara mengikis jarak dan kembali mengecup bibir sang istri sekilas. "Biar kuat jawab pertanyaan papa ... kamu pintar soalnya," pungkas Azkara meninggalkan Shanum dengan melangkah mundur hingga dari kejauhan mereka tetap saling bertatap-tatapan.
"Aku rasa kamu bahkan lebih pintar dalam segalanya, Mas," gumam Shanum menatap sebuah lemari kaca yang berisikan piala dan medali atas nama Azka Wilantara dari berbagai cabang lomba di sebelah kirinya.
.
.
- To Be Continued -