Nana, gadis pemberani yang tengah berperang melawan penyakit kanker, tak disangka menemukan secercah keajaiban. Divonis dengan waktu terbatas, ia justru menemukan cinta yang membuat hidupnya kembali berwarna.
Seorang pria misterius hadir bagai oase di padang gurun. Sentuhan lembutnya menghangatkan hati Nana yang membeku oleh ketakutan. Tawa riang kembali menghiasi wajahnya yang pucat.
Namun, akankah cinta ini mampu mengalahkan takdir? Bisakah kebahagiaan mereka bertahan di tengah bayang-bayang kematian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7: terpesona
Setelah puas ngobrol, Arga ngajak kita semua ke Bukit Bintang. Katanya sih, buat ngeliat pemandangan malem Jogja dari atas.
Di perjalanan, mobil Arga mogok.
"Duh, kenapa nih?" Arga bingung.
Bimo nyeletuk, "Kayaknya sih gara-gara supirnya ganteng banget, jadi mobilnya malu jalan!"
Arga ngejitak kepala Bimo. "Ngaco lo! Udah, bantuin dorong sana!"
Akhirnya, setelah perjuangan mendorong mobil (yang bikin gue ketawa ngakak ngeliat muka-muka kepayahan mereka), kita nyampe di Bukit Bintang.
Pemandangannya... wow. Lampu-lampu kota Jogja keliatan kayak lautan bintang dari sini.
"Gimana? Bagus kan?" tanya Arga, senyum bangga.
Gue ngangguk. "Indah banget."
"Tapi tetep nggak seindah kamu," Arga ngegombal.
"Hueeeek!" Dito pura-pura muntah. "Gombalannya receh banget, bro!"
Kita semua ketawa. Arga cuma nyengir malu.
"Eh, Na," Bimo tiba-tiba manggil. "Lo tau nggak kenapa bintang-bintang suka ngumpul?"
Gue menggeleng.
"Soalnya mereka takut gelap!"
Semua ketawa. Gue juga ikut ketawa, meskipun masih ada sedikit rasa nggak enak di hati gue.
Sari yang nyadar gue masih agak murung, tiba-tiba ngomong, "Na, jangan dipikirin ya soal tadi. Arga tuh udah move on kok."
Gue cuma bisa senyum tipis. "Iya, gue tau kok."
"Bener," Dito nambahin. "Lagian, Kirana mah udah jadi masa lalu. Sekarang Arga udah nemu yang lebih cantik." Dia ngedip ke arah gue.
Gue bisa ngerasa muka gue memanas. "Apaan sih."
Arga ketawa. "Udah, udah. Jangan godain Nana mulu."
Kita duduk di atas rerumputan, nikmatin angin malem yang sejuk. Gue masih agak diem, pikiran gue masih kebawa ke kejadian tadi.
"Na," Arga tiba-tiba manggil gue pelan. "Lo beneran nggak apa-apa?"
Gue natap dia. Ada kekhawatiran di matanya. Gue narik napas dalem. "Jujur? Gue... gue agak kepikiran."
Arga diem, nungguin gue ngelanjutin.
"Kirana itu... cantik banget. Dan keliatan sehat. Sedangkan gue..." gue nggak bisa ngelanjutin kata-kata gue.
Arga megang tangan gue. "Na, dengerin gue. Iya, Kirana emang cantik. Tapi lo tau apa yang bikin lo lebih cantik dari dia?"
Gue menggeleng.
"Kekuatan lo," Arga senyum lembut. "Lo tau, gue kagum banget sama lo. Dengan semua yang lo hadapin, lo masih bisa senyum, masih bisa ketawa. Itu yang bikin lo cantik, Na."
Gue bisa ngerasa air mata gue mulai netes. "Bener?"
"Bener banget," Arga ngehapus air mata gue. "Dan soal Kirana... itu udah jadi masa lalu. Sekarang, yang ada di depan gue cuma lo."
Gue ngangguk pelan. "Makasih ya, Ga."
Dia senyum. "Sama-sama. Sekarang, ayo kita nikmatin malem ini."
Gue ngerasa beban di dada gue sedikit terangkat. Gue natap langit yang penuh bintang, terus ke temen-temen yang lagi asik ngobrol dan bercanda.
"Eh, guys," Sari tiba-tiba berseru. "Gue bawa gitar nih. Ada yang mau nyanyi?"
"Arga tuh jago nyanyi," Bimo nyeletuk. "Ayo Ga, nyanyiin sesuatu buat Nana!"
Arga keliatan malu-malu. "Ah, nggak ah."
"Ayo dong," gue ikut manas-manasin. "Gue pengen denger lo nyanyi."
Akhirnya, Arga ngalah. Dia ngambil gitar dari Sari dan mulai mainin beberapa chord.
"Lagu ini... buat seseorang yang bikin gue percaya lagi sama cinta," Arga natap gue, terus mulai nyanyi.
Suaranya... wow. Gue nggak nyangka Arga bisa nyanyi sebagus ini. Lagunya romantis banget, tentang seseorang yang nemuin cinta di saat nggak terduga.
Pas lagu selesai, semua tepuk tangan. Gue cuma bisa senyum, ngerasa terharu.
"Gimana? Bagus kan?" Dito nyengir. "Arga mah emang jagonya bikin cewek meleleh."
Gue ketawa. "Iya, bagus banget."
Malem itu berlanjut dengan obrolan seru, lelucon receh, dan sesekali Arga nyanyi lagi. Gue ngerasa... bahagia. Bener-bener bahagia.
Di tengah candaan temen-temen, Arga bisik ke gue, "Na, liat deh. Ada bintang jatuh."
Gue nengadah. Dan bener aja, ada bintang jatuh melintasi langit malem.
"Ayo buat permohonan," Arga senyum.
Gue nutup mata. Kali ini, permohonan gue simple aja:
Semoga gue bisa punya lebih banyak momen kayak gini. Momen dimana gue bisa ketawa lepas, lupa sama semua masalah gue. Momen dimana gue ngerasa... normal.
Pas gue buka mata, Arga masih natap gue.
"Udah make wish?" tanyanya.
Gue ngangguk. "Udah."
"Mau tau gue wish apa?"
"Apa?"
"Gue wish... bisa selalu bikin lo bahagia kayak gini."
Gue senyum lebar. Kali ini, senyum yang tulus dari hati.
Malem itu, di Bukit Bintang, dikelilingi temen-temen baru dan Arga, gue sadar, mungkin hidup gue nggak akan lama. Tapi setidaknya, gue bisa bikin setiap detiknya berarti.
Dan Arga? Dia udah jadi bagian penting dalam perjalanan ini. Perjalanan yang mungkin singkat, tapi penuh makna.
yuk kak saling dukung #crazy in love