Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Boleh foto bareng nggak?" tanya Lory semangat. Mau tak mau Jiro mengiyakan. Sebenarnya dia merasa enggan tapi akhirnya malah setuju.
"Kaiya ayo, foto dengan kak Jiro." seru Lory menarik tangan Kaiya.
Mendengar nama Kaiya, Ginran langsung mengalihkan pandangan ke arah suara itu dan berhenti tepat pada sosok gadis yang berdiri di sebelah gadis berkulit kecoklatan. Ia mendengus keras melihat Kaiya yang tampak senang-senang saja berfoto-foto ria. Seperti tidak ada masalah sama sekali, padahal barusan mereka baru selesai bersitegang.
Kaiya tersenyum kaku. Yang benar aja Lory, memangnya dia tidak sadar apa wajah mereka semua lagi tegang begitu. Wajah Kaiya sudah merah padam karena malu dan merasa sangat canggung. Ia tidak mau menatap siapapun di antara ketiga orang yang dikenalnya di depan sana. Pandangannya hanya lurus ke depan, ke sebuah tiang besar dekat situ. Menatap tiang jauh lebih baik sekarang
"Makasih ya kak." ucap Lory setelah berhasil berfoto dengan Jiro. Lelaki itu mengangguk tapi pandangannya lurus ke Kaiya.
"Ayo ke sana saja." ucap Kaiya menarik Lory menjauh dari situ, ia sungguh tidak mau berada di situasi yang canggung begini.
Mereka meninggalkan Jiro, Ginran dan Naomi yang kali ini saling menatap, hanya mereka yang tahu arti tatapan mereka masing-masing.
Jiro menatap Ginran
"Lo mau gue tarik ke sini?"
Tanyanya. Ginran diam tak bergeming, entah apa yang dipikirkannya.
"Setidaknya lo harus minta penjelasannya bukan?"
Ginran meliriknya tajam.
"Penjelasan? Huh!" pria itu tersenyum kecut. Hatinya terluka.
"Maksud lo?" kali ini Naomi yang buka suara. Ia bingung dengan respon Ginran.
"Semuanya sudah jelas. Dia sudah mengaku." ucap Ginran lalu tersenyum miring.
Jiro dan Naomi menatap pria itu tidak percaya.
"Maksud lo ... Kejadian dulu di tenda itu benar?" tanya Jiro syok. Ia seperti tidak percaya.
Kaiya benar-benar melakukan hal itu? Sepertinya tidak mungkin. Ia masih tidak mau percaya tapi Ginran tetap bungkam dengan ekspresi tak terbaca.
Di sisi lain ada Naomi yang seperti menolak semua itu. Ia yakin sekali Kaiya masih bersih. Ia sangat kenal gadis itu.
***
Sepulang dari kampus, Kaiya menatap apartemennya yang seperti tak ada kehidupan itu cukup lama. Matanya menerawang ke langit-langit. Tatapannya kosong. Sudah hampir setahun ia tinggal sendirian di apartemen ini, semenjak keluar dari rumah sakit.
Tiga tahun lalu, hidupnya hancur. Hubungannya dengan sahabat-sahabatnya retak. Bukan itu saja, orang tuanya meninggal di depan matanya sendiri dan kakak kandungnya bersumpah akan memusuhinya seumur hidup.
Kaiya adalah pelaku yang tidak sengaja menembak mati papanya di depan mama dan kakaknya. Meski mamanya mati karena dibunuh oleh para penjahat tersebut, tapi papanya mati ditangannya, semenjak itu kakaknya menganggapnya pembunuh dan memusuhinya, bahkan menghilang dari kehidupannya.
Pengadilan memberi keputusan bahwa tindakan Kaiya yang menembak papanya adalah tindakan yang tidak sengaja dilakukan karena panik dan hanya mencoba membela diri walau akhirnya salah sasaran. Tidak ada hukuman apapun apalagi waktu itu ia masih anak di bawah umur.
Meski begitu keluarga besar dari pihak papanya merasa tidak terima. Mereka menyalahkannya dan membencinya. Alasan itulah yang membuat tantenya, adik kandung dari mamanya menyembunyikan dia dengan menggunakan semua kekuasaannya untuk menutupi segalanya. Termasuk kematian tragis kedua orangtuanya, juga kejadian yang menimpa keluarga mereka. Tidak ada orang luar yang tahu selain keluarga, polisi dan penyidik yang terlibat. Juga satu saksi yang ikut menyaksikan kejadian tragis tersebut.
Tante Kaiya sudah membungkam mereka semua. Sejak itu keluarga Kaiya menghilang seperti di telan bumi. Tak ada yang pernah tahu kisah dibalik menghilangnya salah satu satu keluarga konglomerat tersebut.
Kaiya mendesah berat, memasuki apartemennya dan melemparkan dirinya ke kasur besar dengan mata sendu. Pikirannya kembali ke peristiwa di kampus tadi.
Ternyata dunia ini sempit sekali. Ia kembali dipertemukan dengan orang-orang yang pernah mengisi hari-hari bahagianya dulu. Mereka masih terlihat sama, selalu bersama dan saling memahami satu sama lain.
Kaiya tersenyum kecut. Hanya dia yang berubah. Ia tidak bisa menipu dirinya sendiri dan meratapi hidupnya yang menyedihkan. Gadis itu tersenyum getir sambil menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong, sampai ia tertidur.
Paginya di kampus, Darrel berlari secepat kilat memasuki ruang pribadi milik mereka di area belakang kampus. Mereka berempat memang punya ruang pribadi sendiri di kampus itu. Karena mereka punya banyak prestasi, pemilik kampus mengijinkan mereka membuat ruang pribadi mereka sendiri. Syaratnya, mereka harus sering-sering terlibat dengan kegiatan kampus. Meski bisa saja mereka menolak mengingat orang tua mereka adalah penyumbang dana terbesar di kampus tersebut, tapi ke-empat makhluk itu tidak mau memakai kekuasaan orang tua mereka untuk berbuat seenaknya. Mereka menghormati orang lain dengan cara mereka.
Darrel membuka pintu ruangan dan mendapati tiga sahabatnya sedang duduk tenang dengan kegiatannya masing-masing.
"Kaiya benar-benar kuliah di sini kan?" tanya Darrel antusias menatap tiga sahabatnya bergantian.
Ginran tersenyum sinis setengah mendengus saat mendengar Darrel menyebut nama Kaiya. Darrel menatapnya bingung.
"Bukan dia?" tanyanya lagi. Tapi ia jelas melihat formulir pendaftaran mahasiswi baru kemaren.
"Wajahnya dia tapi jiwanya bukan. Kaiya yang dulu sudah mati." sahut Jiro.
Ia jadi emosi sendiri mengingat perkataan Kaiya kemarin. Menghilang karena mau cari suasana baru? Huh!
Enteng sekali dia bicara begitu setelah membuat kekacauan di sekolah dulu, meninggalkan Ginran yang tiga tahun ini menunggu, merindukannya dan membutuhkan jawabannya. Bahkan gadis itu sudah melupakan persahabatan mereka dengan begitu gampangnya.
"Jadi Kaiya nggak bilang apa-apa sama kalian? Nggak jelasin kenapa dia tiba-tiba pindah sekolah?"
Darrel masih tidak percaya mendengar ucapan Jiro. Masa sih Kaiya bisa berubah? Tiba-tiba ia mengingat sesuatu.
"Sebentar, tapi kenapa Kaiya lulus SMA baru tahun ini? Kan dulu kita seangkatan, meskipun umurnya memang setahun di bawah kita. Harusnya ia lulus tahun lalu." seru Darrel teringat.
Ketiga temannya saling berpandangan, benar juga. Mereka baru menyadari hal itu karena kemarin terlalu sibuk dengan pikiran yang lain.
"Bisa jadikan dia sudah lulus tahun kemaren, hanya saja baru masuk kuliahnya sekarang." kata Jiro mengambil kesimpulan. Pikirannya masuk akal.
Tapi Darrel menggeleng-geleng
"Lo salah, gue sempat lihat tahun lulusnya, dan itu tahun ini." ucapnya. Ia sempat membaca formulir pendaftaran Kaiya dalam berkas para anak baru.
"Berarti Kaiya berhenti sekolah dua tahun." tambah pria itu.
"Kenapa harus berhenti?" tanya Naomi sambil menatap bergantian ketiga temannya. Pasti ada alasan dibalik itu. Apalagi berhentinya Kaiya dua tahun. Dua tahun itu terbilang cukup lama. Dia ngapain aja selama dua tahun itu?
Jiro ikut berpikir karena penasaran, sementara Ginran, cowok hanya diam. Bodoh amat dengan Kaiya, ia masih emosi dan sakit hati karena sikap cuek gadis itu kemarin, sama sekali tidak menganggapnya.
"Gue ngerasa ada yang aneh." gumam Darrel lagi, mereka kembali menatapnya tidak mengerti.
"Papa Kaiya pengusaha terpandang, mamanya penulis terkenal dan kakaknya seorang pianis hebat, tapi sekarang nama mereka yang dulu selalu diberitakan di tv hilang bak ditelan bumi. Semenjak Kaiya pergi tanpa alasan, di waktu yang sama semua berita tentang keluarganya ikut menghilang."
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN