Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Kepergok Sedang Enak-Enak
"Sayang, aku berangkat kerja dulu, ya!" pamit Rudi.
Lina hanya berdiri diam di depan pintu mengantar kepergian suaminya. Setelah Rudi pergi, ia masuk kembali ke dalam rumah. Ia merebahkan diri di atas ranjang kamarnya.
Ia menghela napas panjang. Hari ini ia sungguh tak bersemangat. Bagaimana tidak? Hasil pemeriksaan rumah sakit mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan organ reproduksinya. Semuanya sehat. Begitu pula dengan hasil pemeriksaan benih suaminya. Kata dokter sangat bagus, gerakannya jug lincah dan gesit, seharusnya mudah untuk membuahi.
Namun, pada kenyataannya hasil tersebut tak sesuai realitanya. Rudi tetap tidak bergairah setiap diajak bercinta. Bahkan senjatanya itu susah tegak meskipun sudah dipegang-pegang dengan berbagai teknik yang Lina tahu.
"Bukannya kalau lelaki yang memiliki benih sehat pasti gairahnya tinggi, ya? Kenapa suamiku berbeda?" gumam Lina.
Ia terus bertanya-tanya, sebenarnya apa yang salah dengan suaminya.
"Apa jangan-jangan aku yang salah? Ala aku tidak cukup menggoda?" ujar Lina.
Ia bangkit dari ranjang berjalan ke arah cermin lebar yang ada di kamarnya. Ia menatap dirinya sendiri. Kelihatannya biasa-biasa saja. Ia coba melepaskan ikatan rambutnya, membiarkannya tergerai. Ia merasa dirinya lumayan cantik.
Lina melepaskan pakaiannya di depan cermin hingga tak tersisa apapun. Ia perhatikan dadanya yang masih kencang dan padat. Bagian belakang tubuhnya juga cukup berisi. Ia rasa tidak kalah dengan bintang film panas yang banyak beredar di internet.
"Masa sih, tubuh sebagus ini kurang bisa memancing gairah lelaki?" Lina mulai mencari kesalahan pada dirinya sendiri.
"Apa mungkin Mas Rudi punya wanita lain di tempat kerja yang lebih cantik?" ia mulai berprasangka yang tidak-tidak. Ia berusaha menepisnya.
Lina berjalan ke arah lemari dengan tubuh polosnya. Ia ingat memiliki beberapa potong pakaian tidur yang menghoda. Akan tetapi, ia belum sempat memakainya sekalipun. Lina mengambil satu yang berwarna merah lalu dikenakan.
Ia kembali berdiri di depan cermin, berpose seperti wanita penggoda.
"Harus dengan cara apalagi supaya aku bisa mendapatkan kepuasan batin. Kenapa Mas Rudi tidak pernah bisa mengerti kemauanku," keluh Lina. Wajahnya tiba-tiba jadi sendu.
Kebanyakan orang pasti mengira kehidupan Lina sangat sempurna. Suaminya sangat royal baik terhadapnya maupun terhadap orang tuanya. Orang lain tidak tahu saja jika hari-hari ia tersiksa karena hasratnya tak bisa dipuaskan.
"Hah! Untuk apa aku mengeluh? Aku akan memuaskan diriku sendiri!" ucap Lina.
Dengan mengenakan gaun tidur yang menerawang itu, Lina kembali berjalan ke arah laci rahasia di dalam lemari. Ia mengambil sebuah benda berbentuk bulat kecil yang terhubung dengan kabel dan tombol.
Baru kemarin ia mendapatkannya dari pemesanan online. Ia memiliki ide mendapatkan benda itu setelah membaca ulasan dari para istri kesepian agar tetap bisa terpuaskan. Ia akan mencoba menyenangkan dirinya sendiri dengan alat itu. Menunggu suaminya bisa memikirkan kepuasan batinnya, rasanya tidak mungkin berhasil.
"Aku harap ini bisa memuaskanku," ucap Lina diiringi senyuman di wajahnya.
Lina membawa alat itu ke atas ranjang. Ia menyalakan televisi, lalu memutar adegan film dewasa. Sengaja ia alihkan suara lewat earphone wireless yang terpasang di telinganya. Ia melakukannya untul memancing gairahnya sendiri.
Ternyata usaha Lina berhasil. Ia merasa keenakan menikmati getaran benda yang ada di dalam miliknya. Bahkan rasa nikmat itu tak pernah ia rasakan dengan suaminya. Ia sampai menggelinjang keenakan di atas ranjang.
"Uh ... Enaknya ...."
Lina tak henti-hentinya mengerang keenakan. Tubuhnya berguling-guling di atas ranjang.
Sampai tiba-tiba ia seperti melihat keberadaan seseorang di depan pintu. Di sela-sela kenikmatannya, Lina mencoba memfokuskan pandangan ke arah pintu.
"Aah ...."
Lina berteriak kencang. Ia sangat syok mendapati Trian yang tengah berdiri menatapnya. Dengan tubuh yang masih lemas, ia menarik selimut dan menyembunyikan dirinya di dalamnya.
Lina menangis karena malu di dalam selimutnya. Ia merasa tak punya muka lagi untuk berhadapan dengan Trian. Ia rasanya ingin lenyap saja, kepergok orang ketika sedang dalam posisi memalukan.
"Lina ...." panggil Trian.
"Pergi kamu ... Huhuhu ...." Lina mengusir Trian. Ia berharap kejadian memalukan itu hanyalah mimpi.
"Kamu tenang saja, Lina. Aku tidak akan bilang kepada siapapun tentang ini. Aku akan menganggap ini tidak pernah terjadi. Kamu jangan khawatir," bujuk Trian.
"Trian, aku bukan wanita seperti itu ... Aku baru mencobanya sekali ini. Huhuhu ...." Lina terus merengek dari dalam selimutnya.
"Iya, iya ... Tidak akan ada orang yang akan menertawakanmu. Sudahlah, kamu tidak perlu menangis dan bersembunyi," bujuk Trian lagi.
Perlahan Lina mau menurunkan selimutnya. Ia melihat Trian yang sudah duduk di tepi ranjangnya. Ia masih menangis karena malu. Televisi yang sebelumnya menampilkan film dewasa sudah Trian matikan.
"Sudahlah, lupakan kejadian ini. Anggap aku tidak melihat apa-apa," kata Trian.
"Kenapa kamu masuk rumah orang tanpa permisi!" protes Lina. Seandainya Trian tak sembarangan masuk, lelaki itu tak akan tahu tentang sisi kegilaannya.
"Iya, itu salahku. Tadi aku sudah memanggilmu, tapi tidak ada sahutan. Pintu depan juga tidak terkunci. Jadi, aku buka. Tiba-tiba aku mendengar suara jeritanmu. Aku kira terjadi sesuatu padamu," kata Trian.
Lina berusaha menenangkan dirinya sendiri. Memang, sepertinya ia lupa mengunci pintu depan. Jadi, tidak sepenuhnya salah Trian.
"Apa kamu tidak berangkat kerja? Kenapa pagi-pagi ke rumahku?" tanya Lina.
"Aku libur hari ini. Niatnya aku kemari untuk meminta pembalut darimu," jawab Trian.
Lina keheranan. "Apa? Pembalut?" tanyanya.
"Bukan untukku, tapi untuk Dara. Stok pembalutnya habis dan siklus bulanannya tiba-tiba datang," kata Trian.
Lina mengangguk-anggukan kepala paham. "Ambil saja di laci sebelah sana. Sepertinya masih ada dua pak!" ucapnya seraya menunjuk ke arah yang dimaksud.
Trian berjalan ke arah yang ditunjuk Lina. Ia membuka lemari itu. Sayangnya, di sana tidak ada apa yang ia cari. Hanya tersisa bungkusannya saja tapi tidak ada isinya.
"Tidak ada, sisa bungkusnya saja." Trian memperlihatkan bungkusan yang dimaksud.
Lina tercengang. Seingat dirinya, bulan ini ia baru saja membeli dua pak pembalut untuk persediaan. Setiap pak isinya ada 30 buah, ia biasanya cukup untuk dua bulan. Tapi, ini tidak tersisa sama sekali di dalam lemari.
"Apa aku salah mengingat?" gumam Lina.
"Jadi, punyamu habis juga?" tanya Trian.
Lina menggaruk kepalanya. Ia kemudian ingat sesuatu. "Coba kamu cari di tas kerjaku. Sepertinya masih ada!" serunya.
Lina memang suka menaruh pembalut di dalam tas supaya sewaktu-waktu siklus bulanannya datang, ia tidak perlu panik.
Trian mencarinya di tas milik Lina. Benar saja, ia menemukan satu bungkus di sana. "Apa aku boleh membawa ini?" tanya Trian.
Lina mengangguk. "Bawa saja," katanya.
"Baiklah, terima kasih. Aku mau pulang dulu. Jangan lupa setelah aku keluar, kunci semua pintu rumahmu supaya aman," nasihat Trian.
Lina hanya mengangguk. Beberapa saat kemudian, sosok Trian menghilang dari pandangannya.
Lina menghela napas lega.
"Eh! Sepertinya ada yang terlewat!" Lina berusaha mengingat-ingat sesuatu. Ia menepuk dahinya ketika ingat tentang Dara yang saat itu berciuman dengan seorang polisi.
"Apa aku melaporkannya saja, ya?"