Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyamaran di Perpustakaan
Pintu perpustakaan terbuka perlahan, dan suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Raka dan Aluna saling bertukar pandang panik. Mereka hanya punya beberapa detik sebelum seseorang masuk dan menemukan mereka di tempat yang seharusnya terlarang.
Aluna cepat bereaksi, menggerakkan tangannya dan merapalkan mantra sihir penyamaran. Tubuh mereka mulai memudar menjadi bayangan lagi, namun Aluna tahu ini tidak akan bertahan lama di ruang tertutup seperti ini. Mereka tetap bisa dilihat jika penjaga terlalu dekat atau memperhatikan hal yang aneh.
"Di mana kita bersembunyi?" bisik Raka dengan nada penuh kecemasan, sambil melirik sekeliling ruangan.
Aluna melihat sebuah rak besar di sudut ruangan yang cukup tinggi dan sedikit tersembunyi dari pandangan langsung. "Ikuti aku!" bisiknya pelan, sambil menarik tangan Raka menuju sudut ruangan di belakang rak itu.
Mereka bersembunyi di balik rak buku besar, mencoba menahan napas dan menjaga diri agar tetap diam. Langkah kaki semakin mendekat, dan tak lama kemudian, seorang penjaga Penjaga Keseimbangan Dimensi masuk ke dalam ruangan. Ia mengenakan jubah hitam yang sama dengan penjaga lainnya, wajahnya tegas dan penuh kewaspadaan. Di tangan kanannya, ia membawa sebuah tongkat sihir pendek yang bercahaya samar, mungkin untuk mendeteksi energi magis yang mencurigakan.
Penjaga itu berjalan perlahan, matanya menyapu seluruh ruangan. Seolah-olah dia merasakan ada sesuatu yang tidak biasa di sini. Raka dan Aluna berusaha sekuat tenaga untuk tidak bergerak, meskipun jantung mereka berdegup kencang.
Raka, yang biasanya selalu bisa melontarkan komentar konyol bahkan dalam situasi terburuk, kali ini hanya bisa menahan napas. Matanya melebar, memandangi penjaga itu yang semakin mendekat ke tempat mereka bersembunyi.
"Jangan bergerak," bisik Aluna pelan sekali, hampir tidak terdengar.
Penjaga itu tiba di dekat meja tempat mereka menemukan buku tentang Kunci Dimensi. Dia memperhatikan buku yang masih terbuka di atas meja, tampak bingung karena ada yang memeriksanya tanpa izin. Wajahnya semakin serius.
Seketika, penjaga itu menggerakkan tongkat sihirnya, dan cahaya dari tongkat itu mulai berdenyut lebih terang, seolah-olah merespons sesuatu. Aluna bisa merasakan energinya sendiri mulai goyah. Mantra penyamaran yang dia ciptakan tadi mulai kehilangan kekuatannya. Waktu mereka hampir habis.
“Aluna... kita bakal ketahuan!” bisik Raka panik, meskipun dia berusaha tidak membuat suara terlalu keras.
Aluna menggertakkan giginya. "Tenang... biar aku yang atur," jawabnya dengan cepat. Tapi bahkan dia tahu bahwa mereka tidak punya banyak waktu. Mereka harus melakukan sesuatu—dan cepat.
Penjaga itu bergerak ke arah mereka, tongkatnya kini bercahaya sangat terang. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres, dan jelas, dia hanya tinggal beberapa langkah lagi dari tempat Raka dan Aluna bersembunyi.
Aluna tahu ini saatnya mengambil risiko. Dengan gerakan cepat, dia menarik sebuah botol kecil dari kantong jubahnya, berisi ramuan pembutakan sementara. Dia hanya punya beberapa botol, dan ramuan ini sangat kuat, tetapi hanya bertahan sebentar. Tanpa ragu, dia melemparkannya ke lantai di depan penjaga.
Botol itu pecah dengan bunyi yang nyaris tak terdengar, dan seketika, asap putih tebal memenuhi ruangan. Penjaga itu terkejut, segera mengayunkan tongkatnya, tapi terlalu terlambat. Kabut itu membuat matanya kabur dan dia terbatuk-batuk, kehilangan orientasi.
"Ini saatnya!" seru Aluna pelan, menarik tangan Raka.
Mereka berdua melompat dari tempat persembunyian mereka, bergerak cepat melintasi ruangan. Asap itu memberi mereka waktu yang sangat singkat untuk melarikan diri, tapi Aluna tahu bahwa efeknya tidak akan bertahan lama.
"Ke pintu, cepat!" desak Aluna.
Mereka berlari ke arah pintu perpustakaan, melewati penjaga yang masih kebingungan dalam asap. Raka, meskipun panik, tidak bisa menahan rasa kagum pada ketangkasan Aluna dalam situasi mendesak. "Kau... luar biasa!" serunya di tengah kepanikan.
"Simpen pujiannya buat nanti!" jawab Aluna, separuh berlari sambil menarik Raka.
Begitu mereka tiba di pintu, Aluna membuka pintu dengan cepat, dan mereka berdua bergegas keluar sebelum penjaga itu bisa kembali pulih. Setelah menutup pintu dengan lembut, mereka berlari di sepanjang lorong, memastikan tidak ada penjaga lain yang mendekat.
"Aku nggak percaya kita berhasil keluar dari situ!" ujar Raka terengah-engah setelah mereka merasa cukup jauh dari perpustakaan.
Aluna, yang juga kehabisan napas, menatap Raka dengan senyum tipis. "Belum sepenuhnya berhasil. Kita masih di markas mereka, dan mereka mungkin segera menyadari kalau ada yang tidak beres."
Raka mengangguk. "Iya, tapi setidaknya kita dapat sesuatu. Kita tahu alat ini bukan sembarang benda. Sekarang kita hanya perlu mencari tahu apa yang harus kita lakukan dengan itu."
Aluna mengangguk pelan. "Benar. Kita harus mencari jalan keluar dari sini dan berpikir matang sebelum membuat keputusan."
Mereka bergerak perlahan menyusuri lorong, mencoba menghindari penjaga lain. Di satu sisi, Raka merasa senang karena berhasil mendapatkan informasi penting. Namun, di sisi lain, dia tahu bahwa tantangan yang mereka hadapi masih jauh dari selesai.
---
Di sisi lain dimensi, Pangeran Radit dan pelayannya, Rudolf, telah tiba di Kerajaan Eldar. Menyamar sebagai pedagang keliling, mereka berhasil memasuki kerajaan tanpa menarik perhatian. Radit, yang biasanya ceroboh dan kekanak-kanakan, kali ini terlihat lebih fokus dari biasanya. Dia tahu bahwa pencarian Aluna adalah kesempatan terakhirnya untuk membuktikan dirinya kepada ayahnya.
Rudolf, selalu tenang dan penuh perhitungan, berjalan di sebelah Radit, matanya waspada terhadap segala hal yang mencurigakan. "Kita harus bergerak hati-hati, Yang Mulia," bisik Rudolf. "Semua orang di sini mungkin mengenali Aluna. Kita harus bertindak tanpa menimbulkan kecurigaan."
Radit mengangguk, meskipun ada sedikit kegugupan di matanya. "Aku tahu. Tapi bagaimana kita bisa menemukan petunjuk tentang keberadaan Aluna di sini? Tempat ini begitu besar."
Rudolf tersenyum samar. "Kita bisa mulai dengan mencari tahu siapa yang terakhir kali melihatnya sebelum dia melarikan diri. Seseorang pasti tahu sesuatu."
Radit memandang sekeliling, mencoba tampak setenang mungkin, meskipun dia jelas merasa tertekan oleh situasi ini. Di balik sikap cerobohnya, ada keinginan kuat untuk menemukan Aluna, bukan hanya demi menyelamatkan perjodohan, tetapi juga karena dia merasa bahwa Aluna adalah kunci untuk mengubah hidupnya yang selalu dipandang sebelah mata oleh ayahnya.
"Kita akan temukan dia," gumam Radit pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Dan semuanya akan berubah."
Rudolf, meskipun tidak mengatakan apa-apa, bisa melihat tekad di mata Radit. Ini adalah pertama kalinya dia melihat tuannya begitu fokus pada satu tujuan. Dan meskipun dia tahu jalan mereka penuh bahaya, dia percaya bahwa bersama-sama, mereka bisa menemukan Aluna—sebelum semuanya terlambat.