Amelia dan Akbar kembali berpetualang.
Dahlia mengajak teman-teman nya untuk berkumpul kembali setelah lama tidak bertemu. Sekaligus menjenguk bapak yang sedang sakit.
Sementara itu di alam gaib. Para jin dan siluman golongan hitam berencana menguasai bumi dan mengalahkan manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 DUKA DAN RENCANA
Sore itu para tokoh paranormal dari negeri ini berkumpul. Didatangi pula oleh beberapa pejabat negara dan orang-orang dari kalangan atas. Turut hadir juga para pemuka agama. Hari yang mendung itu adalah upacara pemakaman seorang paranormal yang bergelar paranormal nomor satu di negeri ini. Kepergiannya meniggalkan duka yang dalam bagi rekan-rekan seprofesinya. Sosoknya yang merupakan salah satu dukun senior yang selalu berbaik hati kepada sesama praktisi ilmu gaib dan juga kepada para junior-juniornya membuat mereka begitu kehilangan akan sosoknya. Duka mendalam terlebih untuk kedua putranya yang kehilangan figur seorang ayah sekaligus guru bagi mereka. Ki Sumo yang bergelar paranormal nomor wahid di Indonesia meninggal dunia.
Ki Sumo memang mempunyai riwayat penyakit gula dan komplikasi penyakit lainnya. Tapi tidak ada yang menyangka kepergiannya akan secepat ini. Apalagi usianya yang baru 48 tahun masih terbilang muda. Kawan baik dan juga mantan murid dari Ki Blinger ini memang dikenal sebagai sosok yang ramah kepada siapa saja. Ki Sumo adalah orang yang mudah masuk dalam berbagai macam lapisan pergaulan. Tidak ada yang tahu pasti sebab dari meninggalkannya Ki Sumo. Catatan medis berkata bahwa ia mengalami gagal jantung. Sebagain besar orang sependapat dengan hal itu karena tidak mungkin Ki Sumo yang dikenal baik dan nyaris tidak memiliki musuh meregang nyawa akibat dari serangan atau pergulatan di alam gaib. Terlebih ia juga bukanlah lawan yang mudah ditaklukkan. Tapi ada segelintir orang yang meyakini bahwa kematiannya adalah sebuah misteri alias ada orang yang dengan sengaja membunuhnya. Termasuk Ki Blinger yang juga tetap menaruh kemungkinan adanya penyebab itu dalam sebab meninggalnya rekan sejawatnya itu meskipun belum ada bukti atau tanda-tanda yang mengarah ke sana.
Ki Blinger tentunya turut hadir dalam pemakaman mantan anak didiknya itu. Ia tidak datang seorang diri. Saudaranya, Nyi Blinger juga turut hadir bersamanya. Orang-orang di acara tersebut yang belum tahu dengan siapa Ki Blinger datang akan terkagum dengan penampilan Nyi Blinger. Meskipun usia sudah tidaklah muda tapi tubuh dan juga wajahnya dapat seketika memikat dan menggairahkan hati yang menatapnya. Namun bagi orang-orang yang sudah mengenal baik secara langsung maupun hanya dari namanya saja pasti akan bergidik melihat kehadiran Nyi Blinger di acara pemakaman tersebut.
Keikutsertaannya menghadiri proses pemakaman Ki Sumo bukanlah tanpa suatu alasan. Bahkan Ki Blinger sang adik awalnya juga tidak menduga adanya agenda lain dari keikutsertaan kakak perempuannya itu. Di kesempatan itu Nyi Blinger kepada orang-orang pintar beraliran sesat di sana mendeklarasikan sebuah pengumuman yang membuat hati mereka berdesir dan pikiran mereka menjadi kalut. Ia berkata kepada mereka bahwa ia akan melakukan ritual ajian perut bumi. Pengumuman itu dilengkapi dengan sebuah himbauan serta ancaman agar mereka tidak bertingkah dengan mengganggu hajatnya tersebut jika mereka masih ingin selamat.
Ki Blinger yang juga turut kaget dengan sikap saudara tuanya itu sedikitnya merasa lega ketika niatannya sebelumnya untuk tidak melibatkan orang-orang dari golongan hitam membuat rahasianya untuk menggagalkan rencana Nyi Blinger tetap aman terjaga.
Raka dan Alan adalah dua anak dari Ki Sumo yang setelah kepergian ayahnya mereka bakal mengarungi jalan hidup yang membentang dihadapan mereka hanya mereka seorang. Raka menjadi anak yang tertua setelah kakak perempuanya beberapa tahun yang lalu meninggal dalam sebuah misi. Sementara ibu mereka sudah lama meninggalkan mereka dengan musabab yang sama. Ia kini harus menjadi penanggungjawab untuk keberlangsungan hidupnya sendiri beserta adiknya Alan yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Banyak dari kerabat ayahnya mau pun keluarga dari mendiang ibunya yang mendekat kepadanya dengan berniat untuk mengambil alih pengurusan keluarga serta mengasuh dan merawat mereka berdua. Tapi Raka menolak niatan mereka semua. Sang kakak bukannya takut akan ada niat jahat yang hanya memanfaatkan situasi untuk keuntungan mereka sendiri. Akan tetapi karena memang Raka sendiri sudah terbiasa hidup mandiri. Ia yang baru saja menyelesaikan kuliahnya pun merasa lebih nyaman bila tidak ada yang turut campur dalam urusan pribadi dan keluarganya sama seperti selama ini.
Kawan-kawan sejawat Ki Sumo juga menawarkan uluran tangan mereka untuk membantu. Tapi lagi-lagi Raka pun menolaknya. Kepada mereka Raka memang yakin jika orang-orang yang seprofesi dengan ayahnya itu tak akan mengusik materi dan keuangan yang diwariskan kepada mereka. Tapi untuk mereka ia yakin setidaknya salah satu darinya pasti ada yang berniat ingin mengambil benda-benda keramat dan pusaka-pusaka milik mendiang ayahnya. Itulah yang lebih dikhawatirkan olehnya. Semua penganut aliran ilmu hitam yang hadir di acara pemakaman itu pun pasti tahu.
Dari sekian banyak orang yang menghadiri acara pemakan ayahnya hanya ada satu orang yang kemungkinan masih bisa diberi kepercayaan olehnya. Ialah kawan Ki Sumo sekaligus guru dari ayah dan juga kakak perempuannya yaitu Ki Blinger.
“Lantas apa selanjutnya yang ingin kau lakukan?”, tanya Ki Blinger kepada Raka.
“Jangan terlalu lama berkabung”, tambahnya.
“Banyak yang menginginkan barang-barang peninggalan ayahmu”, tambahnya lagi.
“Apa kau jadi meneruskan sekolah ke luar negeri?”, tanya Ki Blinger lagi kepada Raka yang hanya diam.
“Untuk kuliah aku akan menundanya dulu”, akhirnya Raka menjawab.
“Bagaimana dengan adikmu?”, lanjut Ki Blinger.
“Aku lebih mempercayakannya kepada para rewang dari pada harus memasrahkannya kepada keluarga. Aki tahu sendiri bagaimana sikap mereka semenjak dulu waktu ibu masih ada sampai detik ini kepada keluarga kami. Aku akan sangat dungu dan menyesal dikemudian hari jika menyerahkan Alan kepada mereka”, jelas Raka dengan sedikit emosi.
“Aku setuju denganmu Raka. Jangan sampai adikmu salah asuh. Meski kau sibuk kamu harus selalu memperhatikannya”, dukung Ki Blinger.
“Aku bertanya kepadamu sekali lagi karena ini adalah urusan penting”, kata Ki Blinger.
“Mau kau apakan barang-barang warisan dari Sumo?”, tegasnya.
“Aku belum tahu”, jawab Raka terbata.
“Jika kau ingin menyimpannya paling tidak kau harus bisa menjinakkannya. Aku peringatkan. Pusaka dan kodam-kodam milik ayahmu itu bukan sembarangan. Mereka ganas. Bahkan termasuk kepada keluarga si empunya”, terang Ki Blinger.
“Jika kau sudah siap aku akan mengajarimu bagaimana cara menangani mereka. Jangan sok jagoan seperti kakakmu. Jangan cari mati. Lihat sekarang hanya kau dan adikmu yang tinggal”, ucap Ki Blinger.
Raka mengangguk mengiyakan permintaan dan saran dari sahabat ayahnya yang sekarang dialah orang satu-satunya yang bisa dipercaya tanpa memiliki maksud terselubung terhadap dirinya dan juga Alan. Tak terasa ucapan Ki Blinger yang memberi peringatan kepadanya dengan juga menyinggung mendiang Ibu dan kakaknya membuat Raka tanpa sadar menelurkan air mata.
Esok malamnya Raka dengan ditemani Ki Blinger sudah berada di ruangan pribadi milik mendiang ayahnya. Sebuah kamar yang dulunya digunakan sebagai ruang kerja khusus oleh Ki Sumo untuk segala ritual gaibnya dan sekaligus tempat untuk merumat pusaka-pusaka miliknya. Raka dibuat terkejut dengan aura di ruangan itu. Dahulu sewaktu ayahnya masih hidup ia beberapa kali diajak masuk oleh Ki Sumo ke ruangan kerja pribadinya ini. Tetapi sekarang hawa yang dirasakannya benar-benar berbeda. Sangat panas.
“Kita mulai dari yang paling kecil (lemah) dulu”, tegur Ki Blinger kepada Raka yang semenjak masuk ruangan itu matanya selalu tertuju kepada sebuah kalung berliontin kuku yang diletakkan di dalam lemari kaca paling atas.
Ki Blinger pun mulai membimbing Raka bagaimana cara menangani para kodam-kodam dan juga pusaka-pusaka peninggalan Ki Sumo. Raka yang juga sudah mempunyai dasar ilmu yang ia pelajari dari ayahnya tidak begitu kesulitan ketika menerima dan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Ki Blinger. Setelah satu per satu jin-jin kodam dan barang-barang pusaka berhasil ditenangkan kini tinggal tersisa sebuah kalung dengan bandul kuku berukuran besar yang dari pertama masuk sudah menarik hati seorang Raka. Sesaat setelah berhasil mengambil kalung itu dalam genggamannya kuda-kuda Raka goyah.
“Itulah yang terkuat diantara yang lainnya”, kata Ki Blinger.
“Itu adalah senjata pamungkas ayahmu”, tambahnya.
Ki Blinger cukup terkesan dengan kekuatan dan ilmu yang dimiliki oleh Raka. Awalnya Ki Blinger menganggap remeh kemampuannya. Ia tak menyangka bahwa anak kedua dari Ki Sumo ini cukup piawai.
“Ingat aku baru memberitahumu cara berkenalan dengan mereka. Jangan sekali-kali gegabah untuk bermain-main menggunakan mereka. Nanti akan datang waktunya mereka akan patuh dan tunduk padamu. Jika kamu nekat mereka tidak segan-segan menghabisimu”, itulah peringatan Ki Blinger kepada Raka sebelum ia pergi.