Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Pertama Darinya
“Pak Zaki nggak tidur?” tanya Kayla saat aku meletakkan Aram di box bayi.
“Hm? Nanti malam, ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan, Jadi kemungkinan akan ada orang yang datang ke sini ya? Kami akan meeting sebentar.” Kataku.
“Bapak boleh saja kalau akan ke kantor ya Pak, saya tidak apa sendirian. Di sini banyak orang kok.” Kata Kayla.
“Saya yang mau di sini.” Desisku. “Atau kamu merasa terganggu dengan saya?”
Kayla menatapku dengan pandangan aneh.
Ia tidak tersenyum atau menunduk.
Dia hanya menatapku, seakan bilang ‘kamu seharusnya tahu’. Tapi aku tidak suka kode-kodean. “Kalau terganggu, bilang saja. Saya akan pergi.” Kataku.
“...”
Aku merasa mendengarnya bicara tapi tidak jelas.
Jadi aku menatapnya.
Ia hanya balas memandangku, matanya bulat besar dan ia menggigit bibirnya seakan khawatir.
Kalau dilihat-lihat, yah wajahnya memang lebih mirip orang Asia Timur dibanding Sukabumi. Mungkin daerah Kazakhstan atau Kyrgyzstan.
“Jangan pergi.” Katanya pelan.
Aku menghentikan aktivitasku dan diam menatapnya.
Kalimat itu mengandung banyak arti bagiku.
Antara dia masih takut sendirian, atau memang dia ingin di sampingku.
Harus kubuktikan asumsiku.
Dengan mendekatinya tentunya.
Aku meraih tangannya dan kuangkat.
Lalu kukecup perlahan punggung tangannya yang bebas dari jarum infus.
Dia hanya diam dan memperhatikanku.
Lampu hijau untukku.
Tapi masih kuingat, ia mendiamkanku saat aku mencoba mendekatinya saat di kantor. Saat aku memanfaatkan keadaan, kupikir dia suka. Tapi ternyata perhitunganku salah.
Wanita memang sulit dimengerti. Apakah dia memang butuh waktu, atau dia butuh pembuktianku, atau memang dia masih trauma terhadap laki-laki.
Aku takut dia lari lagi.
Kini, harus dia yang mengejarku.
Harus dia yang meminta sendiri.
“Saya lihat waktu Pak Zaki menyerang semua laki-laki itu. Juga saat Pak Zaki mengangkat Angga.” Kata Kayla selanjutnya.
“Kamu seharusnya pingsan.” Kataku sambil mengelus dagunya yang mungil.
“Saya masih ada kekuatan untuk buka mata sedikit.” Katanya.
“Apa yang mereka lakukan padamu?”
“Banyak hal.” Ia menunduk. Ia masih enggan bercerita.
“Hasil visum menunjukkan kalau ada terkilir di beberapa tempat, kamu mengalami sejumlah luka-luka, seperti luka dia bibir, pipi kanan, dan kepala bagian belakang memar dan bengkak.”
“Ya, saya mencoba melawan. Kalau tidak meronta, mungkin kejadiannya bisa lebih parah.”
“Tapi tidak ada kerusakan di organ vital kamu.”
“Saya tendang Angga berkali-kali. Saya tahu Pak Zaki akan datang. Jadi saya mencoba mengulur waktu dan berbuat gaduh agar ada yang notice.”
Angga marah saat tahu kalau di dalam stroller tidak ada bayi, namun mereka tidak bisa kembali ke atas karena akan mengundang pihak pengamat CCTV.
Jadi, Kayla disuruh masuk ke dalam kantong sampah besar di bawah ancaman pistol mainan. Plastik itu dikerek dengan troli sampah sampai ke tempat pembuangan sampah. Beberapa orang menutupi kejadian itu dan membantu Angga membawa Kayla ke lantai bawah. Ada tiga sekuriti terlibat yang menurut keterangan Kayla sudah bernafsu padanya sejak Aku membawa Kayla ke dalam apartemen. Angga ternyata mendaftar sebagai petugas sampah apartemen sejak seminggu yang lalu di apartemen ini. Karena itu dia bisa mendapatkan akses masuk ke dalam.
Pria itu mengikuti Kayla sejak aku melumpuhkannya di rumah sakit.
Katanya kalau bisa membantunya mendapatkan Kayla, masing-masing orang akan diberi 10 juta. Uangnya dari tabunganku. Namun saat itu mereka belum sempat ke ATM. Mereka tidak bisa mengulur waktu saat melihat kemolekan tubuh Kayla. Pun Angga yang hidup bertahun-tahun dengannya tak tahan juga menggaulinya.
Katanya Kayla jauh lebih cantik dibanding dulu.
Memang sakit tuh orang-orang.
Tentu saja sasaran mereka pertama kali adalah dada Kayla. Apalagi dalam posisi mengalirkan Asi, malah membuat mereka semakin gencar melecehkan Kayla.
Karena melawan, Kayla juga dipukuli, ditendangi, sambil mereka meremas kasar dadanya. Itu sebabnya lantai itu basah dengan cairan putih.
Saat itu Angga yang pertama kali menggauli Kayla, tapi baru sempat masuk beberapa menit, pintu itu sudah kudobrak.
Astaga, aku sampai sakit perut saat mendengar cerita dari mulut Kayla.
“Pak Zaki...” Kayla meraih tanganku. “Sekarang, saya masih takut laki-laki. Di mata saya mereka semua monster. Tapi saya yang sekarang, di lain pihak, tidak ingin berpisah dari Pak Zaki. Berapapun pria yang ada di sekeliling saya, kalau ada Pak Zaki di samping saya, rasanya saya akan aman-aman saja. Jadi, tolong temani saya.”
Aku pun menghela nafas panjang.
“Kapan kamu siap menikah dengan saya? Masa Iddahmu selesai bulan depan kan? Pas waktunya untuk mempersiapkan segalanya sebelum ijab.” tanyaku selanjutnya.
Gerak cepat saja lah, ngapain lama-lama.
**
Kayla diperbolehkan pulang setelah seminggu di rumah sakit.
Kalau aku tak bisa menemaninya, ibuku datang untuk menjaga Kayla dan Aram. Bahkan pernah ibuku sampai menginap di RS karena mau curhat semalaman. Aku yang diusirnya pulang.
Kami masih tinggal di apartemen itu. Pagi itu setelah mengurus beberapa administrasi, kami bertiga bersam aARam akhirnya pulang ke apartemen itu.
Aku sebenarnya malas tinggal di sana karena manajemennya terbukti tidak profesional. Aku bayar mahal loh untuk maintenance, IPL dan sinking fundnya. Lebih mahal daripada apartemen lain dengan type yang sama di pusat kota.
Temanku yang menjadi owner sekaligus Ketua Pengelolanya sampai datang ke rumah sakit dan membawakan banyak hadiah untuk Kayla sebagai permohonan maaf.
Dia berjanji akan mengubah semua pengelolaan dan kebijakan agar keamanan penghuni lebih terjamin.
Dia juga minta agar berita ini tidak tersebar ke media, dan aku tidak mengajukan gugatan. Tapi apa boleh buat, saat aku meringkus para manusia biadab itu kan banyak orang yang menonton kegilaanku. Tidak mungkin bisa semudah itu menyembunyikan semua dari media.
Zaman sekarang dimana-mana banyak kamera, di mana-mana orang cari duit dengan konten.
Aku berkali-kali bertanya ke Kayla, dia perlu ditemani atau tidak, karena aku perlu ke kantor.
Kayla menggeleng dan bilang bahwa aku tak perlu cemas. Sekarang semua mata sedang memperhatikannya, terutama pengelola. Jadi dia sedang dalam kondisi aman.
Ia rupanya cukup percaya diri.
“Kalau ada yang aneh, jangan sungkan telepon saya.” Kataku di pagi hari saat aku bersiap ke kantor.
“Ya Pak.” Kayla mengangguk.
Aku mengangkat tanganku dan meraba luka di bagian bibirnya yang tampak masih lebam. “Masih sakit?”
Ia menggeleng.
“Kamu lebih kuat daripada yang saya kira.” Kataku.
“Masih ada banyak luka yang lebih sakit.” Ia mengangkat bahunya. Luka bekas setrika di punggung.
Aku mengangguk.
Ini hari pertama kami kembali tinggal serumah.
Entah akan jadi apa kalau aku pulang nanti.
“Oke. Saya ke kantor-“
Dan sebuah kecupan mendarat di bibirku.
Sekilas tapi begitu mengena.
“Ya, hati-hati di jalan.” Kayla berbisik padaku dengan pipi merah.
Sebentaaaaar...
Ini namanya memancing huru-hara. Dia tahu tidak kalau aku laki-laki normal, haaaah?!
Kupikir-pikir, perlukah aku ke kantor hari ini?
Hm...
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,