Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Kamu begitu aku begini
Aza menggeliat dari tidurnya. Yang dipandangnya adalah dinding tembok polos tanpa bercak ataupun motif gambar apapun tapi ia sudah tersenyum-senyum sendiri dibuatnya, orang gila baru!
Semalam, tangan besar Jagat menepuk-nepuk pipinya lembut penuh perasaan, ia juga bahkan menjawil hidung Aza demi menyadarkan Aza dari rasa kantuknya sejenak agar Aza tidur di kamar.
Entah sihir apa atau bubuk apa yang ditabur dalam cerita, yang jelas saat Jagat menceritakan tentang galaksi matanya langsung terasa berat. Perjalanan jauh menuju kamar yang tak sanggup Aza tempuh dengan berjalan sendiri pun membuat Jagat meminta ijin untuk menggendong Aza, sesopan itu calon suaminya.
Hera melihat apa yang menjadi fokus Aza, namun disana hanya tembok polos dengan beberapa retakan serta lubang, tak ada yang lucu...
"Ngga waras." Geleng Hera.
"Semalem darimana sih Za?!" sentaknya panik pada Aza yang seketika membuat Aza terkejut hilang deh bayangan moment manis semalam.
"Ihhh, ganggu!" Aza bangkit dari tidurnya merapikan rambutnya sedikit lalu turun.
"Itu kamu senyam senyum sendiri. Bener kata orangtua dulu, Za. Jangan keluar abis ma'hrib. Setan setan tuh berliaran. Coba disini mau siapa yang nyembuhin..."
Aza semakin mengernyit mendengus sumbang, "suka solat kan?Dah lah! Mau mandi dulu, takut rebutan sama Yuan..." Aza justru meninggalkan Hera dengan membawa handuk dan alat mandinya untuk mengantre.
Disana sudah ada Laras rupanya mengantre, "shampoku ketinggalan Ca, shampomu tinggal situ aja...aku minta!" ujarnya ke arah dalam dimana Nisa mengiyakan.
"Ini siapa?" tunjuk Aza ke arah bilik mandi di samping Nisa.
"Dokter Maya."
"Oh." Aza berohria.
"Dok, aman?!" tanya nya ke arah pintu bilik, cukup membuat dokter Maya terkejut di dalam.
"Aman, siapa sih?! Aza ya?!" tebaknya tepat.
Aza tertawa, "kalee aja dokter malah tidur di dalem...buruan dok, dokter Dimas udah berangkat tuh!"
"Ah mana ada! Dia ngga akan bisa berangkat kalo ngga ada saya..."
"Ciee....dimana ada kamu pasti ada aku," Aza justru menggoda dokter Maya yang kemudian mengundang Laras dan Nisa untuk ikut tertawa menggoda.
"Apa cie cie...orang dokter Dimas udah punya istri, saya juga..."
"Dokter Maya punya istri juga?!" Aza terdengar kaget, meskipun itu hanya sekedar candaan.
Tapi tawa mereka selalu tercipta manakala Aza hadir.
"Dasar. Punya suami lah..." cibir dokter Maya.
"Saya juga punya kok, dok..."
"Hah? Kamu udah nikah, Za?!" kini bukan dokter Maya yang terkejut melainkan Laras dan Nisa yang ada di dalam bilik.
"Punya...punya shampo, maksudnya." Tunjuk Aza pada Laras ke arah tas perlengkapan mandi.
"Heuuuhhhh!" seru mereka bersorak, "kirain!"
Aza tertawa disusul mereka juga, "kan belum selesai ngomongnya."
Tak disangka dari bilik lain, dimana terdapat 4 bilik disana, keluarlah kapten Yuda yang baru bersih-bersih juga.
"Dok," sapa kapten Yuda.
"Eh, kapt...mandi kapt?"
"Bukan. Abis tidur..." jawabnya meniru candaan Aza, "udah saya tebak, kalo rame-rame persis pembagian sembako pasti karena ada dokter Aza..." ujarnya.
"Itu pujian bukan?" tanya Aza. Laras menggeplak punggungnya sambil tertawa. Kapten Yuda tertawa, "kalo pujian kenapa emangnya?"
"Mau kutuker dong, boleh ngga?"
"Sama apa?" tanya kapten Yuda.
"Sama pesonamu..." jawab Aza.
"Awwww, dasar gila!!!" mereka langsung menyeru, termasuk Nisa dan dokter Maya yang ada si dalam berbeda dengan Laras yang sudah menggeplak-geplak punggung Aza, sementara kapten Yuda sendiri sudah tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
Ceklek!
Bilik keempat terbuka, Aza melotot syok dan langsung membalikan badan ke arah pintu bilik dokter Maya, ia cukup dibuat kaget saat bilik itu mengeluarkan seorang perwira lain, Jagat.
"Dok...buruan ih! Butuh orang buat gosokin punggung ngga?!" ia mengetuk-ngetuk pintu panik. Kapten Yuda tertawa tergelak, ia sepertinya tau jika antara Aza dan Jagat ada sesuatu.
"Nah kan, ketauan nih..." ujar kapten Yuda. Jagat sudah memasang wajah masam dengan gelengan kepala tak habis pikirnya, sebelum benar-benar pergi ia mendekati Aza dari belakang gadis itu. Sementara Laras cukup dibuat keheranan dengan keduanya.
Ada apa?
"Hm, pesona ya...pesona tuh yang seperti apa?" tanya Jagat.
Aza nyengir mendekap handuk dan perlengkapan mandi, Jagat sudah mendekatkan wajahnya. Tangan Aza terulur membawa rambut ke belakang telinga, "becanda bang.."
"Cepet mandi...ngga usah kelamaan di luar, bahaya...." Jagat justru menarik dan membawa Aza ke bilik kosong tempatnya keluar tadi dan memintanya masuk sementara ia berhenti di luar pintu bilik. Aza itu! Ngga bisa dibiarkan sendiri, ya begitu...ngeleor kemana-mana. Dan si alnya, ia sudah suka, sudah sayang pada calon istrinya itu.
Jagat menutup pintu bilik dan ia berlalu dari sana, melihat sekilas Laras yang melihatnya dan Aza tak berjeda seolah penasaran.
Laras mengangguk sopan begitupun Jagat.
"Ca...Ca...buru ih, lo ngga liat barusan!" bisiknya begitu Nisa keluar dari kamar mandi.
"Apaan?"
Laras menarik Nisa menjauh sedikit dari bilik kamar mandi. Dan desas-desus itu menyebar cepat layaknya virus.
Aza ikut melepas kepergian dokter Dimas, dokter Maya, Laras dan Nisa untuk memberikan vaksin campak di desa yang kemarin keempatnya sambangi dan rupanya disana wabah campak kembali menyerang meski tak sebanyak wabah sebelumnya.
"Hati-hati dok, kalo ketemu monyedd Kongo kirim salam ya!" Aza berdadah ria membuat Nisa, Laras dan dokter Maya tergelak,
"Dok, kenapa ngga ajak dokter Aza padahal...biar rame!" ujar Laras.
"Ah ada dia mah ntar malah ngerecokin saya kerja!" cibir dokter Dimas.
"Ngga ada yang stay disini, Ras. Dokter Teja masih pemulihan..." jawab dokter Maya. Aza tertawa renyah, "gue nunggu kalian balik aja, ntar malem barbekyuan gimana?!" tanya Aza mengajak.
"Boleh...emang bahannya ada?"
"Ada lah! Ntar gue rayu dulu om Anggar.." bisiknya langsung meledakan tawa Laras dan Nisa.
"Sip!"
Aza mendekap kedua tangannya di dada dan sesekali melambaikan tangannya ke arah mobil yang dibawa bang Franky dan letnan Rafi serta sersan Jeven, dimana ketiga perwira itu ikut menemani.
Ia hendak berbalik namun langkahnya terhenti ketika mendengar sayup-sayup suara seruan tentara bernyanyi tegas diiringi derap langkahnya, Aza bukannya kembali, justru ia menunggu pemandangan selanjutnya yang ia tau itu adalah suara para perwira yang tengah lari pagi, rejeki anak soleha emang ngga kemana.
Banjar dan saf nya harus di luruskan!
Di dalam pertempuran tidak kenal kesakitan....mati dalam perang suatu kebangaan !!!!
Senyum itu terlukis begitu manis, tapi kemudian matanya tak bisa untuk tak mengerjap ketika yang ia lihat justru seseorang yang ia kenal ada dalam barisan paling kanan dan belakang.
"Satu seri lagi!" teriak Jagat memerintah dengan baju mencetak badan yang sudah basah di bagian dada dan punggungnya.
"Astagah." gumamnya. Pandangan Jagat sengaja diarahkan pada Aza dan tepat menatapnya, dimana Aza justru masih terlihat kaget melihatnya ada disana.
"Za ih, ada om-om lari pagi kenapa ngga ngasih tau? Curang!" Yuan dan yang lain ikut bergabung termasuk Hera.
Melihat kedua temannya ikut bergabung dan menatap kagum penuh memuja, Aza seketika berlari ke arah para perwira itu dan menarik Jagat untuk menyudahi acara lari paginya, "udah...Udah! Ngga ada satu seri satu seri lagi!"
.
.
.
.
.
lanjut