Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siti Adawiyah Tinggal Di Negeri Akhirat
Jena bersama Maelin langsung memasuki istana. Yang pertama kali dicarinya adalah Siti Adawiyah.
"Ayah.."
"Maelin.."
Jena berdiri sejenak didepan Siti Adawiyah, kemudian bergegas menghadap Khalifah Taimiyah. Begitupun dengan Maelin.
"Khalifah Taimiyah.."
Jena memberi hormat kepada Khalifah Taimiyah.
"Khalifah Taimiyah.. Umurku sekarang sudah hampir delapan puluh tahun. Sangat sulit untuk mendapatkan anak lagi. Siti Adawiyah adalah satu-satunya anakku. Dialah penerus keturunan makhluk abadi bumi. Jika tuan membunuhnya, tidak ada lagi penerus keturunan makhluk abadi bumi. Bukankah berdirinya negeri akhirat ini berkat perjuangan kami keturunan makhluk abadi bumi? Saya harap Khalifah mempertimbangkan kembali keputusan tuan."
Jena berkata tanpa putus, dengan harapan agar Khalifah Taimiyah segera membatalkan rencana menghukum Siti Adawiyah.
Khalifah Taimiyah tersenyum.
"Jena, engkau terlalu berlebihan. Tidak mungkin aku menghukum Siti Adawiyah setelah aku mengetahui bahwa Siti Adawiyah adalah anakmu."
Jena bersujud kepada Khalifah Taimiyah.
"Terimakasih atas kebijaksanaan Khalifah.. Siti Adawiyah, bersujud!. Engkau harus berterimakasih kepada Khalifah Taimiyah."
Saat ini, Jenderal Umar berdiri.
"Jangan terburu-buru, Jena! Sudah jelas terbukti bahwa Siti Adawiyah menunggangi siluman burung kendaraan raja Iblis. Saya bertanggungjawab untuk membasmi seluruh pengikut Iblis. Bisakah kamu menjelaskan hal ini?"
"Apakah salah jika siluman burung menyukai anakku? Siti Adawiyah sangat cantik. Siapapun pasti menyukainya, termasuk siluman burung sekalipun. Hanya engkau saja yang menutup hatimu sehingga selalu memusuhi anakku. Jangan kau mengalihkan ketidakbecusan dirimu dalam menghadapi siluman burung dengan mencari kambing hitam, apalagi yang kau jadikan kambing hitam adalah anakku! Berkat sifat welas asih anakku maka tidak ada yang terluka diantara prajuritmu yang mengeroyok anakku. Jika dia menginginkannya, bisa saja dia menghabisi seluruh pasukan kerajaan negeri akhirat dalam waktu singkat. Engkau seharusnya banyak-banyak bersyukur telah terhindar dari malapetaka."
"Tabib Jena, dia telah melewati batas dunia-akhirat yang tidak boleh dilalui oleh makhluk bumi. Terlebih lagi dia telah menyusup ke dalam istana negeri akhirat. Ini sungguh pelanggaran yang sangat besar." Jenderal Umar masih berkeinginan untuk menghukum Siti Adawiyah.
"Bukankah batas dunia-akhirat tidak sembarang orang yang bisa melaluinya? Jika Siti Adawiyah mampu melaluinya, bukankah berarti berhak melaluinya? Mengenai dia dengan mudah masuk ke dalam istana, itu sebuah hal yang wajar. Dasar kamunya saja yang tidak kompeten menjaga istana. Ketahuilah, bagi Siti Adawiyah sebagai makhluk abadi bumi, jika dia singgah ke istana negeri akhirat itu adalah suatu yang wajar. Karena berkat orang-orang seperti dialah adanya negeri akhirat. Sungguh, saya sangat menyesalkan kejadian penangkapan orang seperti Siti Adawiyah. Seandainya Panglima Jenderal Asrul tidak mati, seandainya beliau ada di sini, tentu hal ini tidak mungkin terjadi."
Panglima Jenderal Asrul berdiri.
"Tabib Jena... Sudah lama sekali kita tidak bertemu"
Jena sangat terkejut melihat Panglima Jenderal Asrul berada disini.
"Panglima Jenderal Asrul.. Benarkah ini Panglima Jenderal Asrul? Bukannya Panglima Jenderal Asrul telah meninggal?"
"Aku disini, tabib Jena. Sejak dulu engkau masih saja cerewet." Asrul berjalan mendekati Jena.
"Selamat datang Panglima Jenderal Asrul. Saya memberi hormat kepada Panglima Jenderal Asrul." Jena bersujud kepada Panglima Jenderal Asrul.
Kemudian, setelah suasana kondusif, Khalifah Taimiyah melanjutkan perkataannya.
"Jena, sekarang engkau boleh membawa anakmu pulang ke lembah taman seribu bunga. Saya atas nama seluruh penghuni negeri akhirat menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan yang tabib Jena dan keluarga rasakan."
Jena menjawab. "Terimakasih Khalifah Taimiyah. Saya akan membawa Siti Adawiyah kembali ke lembah taman seribu bunga. Saya akan mendisiplinkan dia dengan baik, saya tidak akan membiarkan dia meninggalkan lembah taman seribu bunga walaupun satu langkah saja."
"Baiklah Jena, silahkan bawa anakmu pulang. Sekali lagi saya meminta maaf atas ketidaknyamanan ini."
Setelah Khalifah Taimiyah selesai berbicara, Panglima Jenderal Asrul angkat bicara.
"Maaf Khalifah Taimiyah.. Kematian saya saat itu karena saya kehilangan kekuatan. Kondisi saya saat ini sangat membutuhkan perawatan untuk memulihkan kembali kekuatan saya. Saya membutuhkan seseorang yang pandai merawat, mengerti pengobatan, dan orang yang sabar. Kebetulan saya melihat semua itu ada pada diri Siti Adawiyah. Mohon kiranya Khalifah Taimiyah mengizinkan saya meminta kepada Siti Adawiyah untuk merawat saya hingga kesehatan saya pulih kembali. Mungkin inilah takdir yang menjodohkan saya dan Siti Adawiyah."
Khalifah Taimiyah mengangguk tanda setuju. Sementara Jena kelabakan setengah mati seperti kebakaran janggut.
"Tidak bisa! Tidak bisa.. Siti Adawiyah tidak bisa tinggal di negeri akhirat. Siti Adawiyah harus tinggal di lembah taman seribu bunga, agar saya bisa mengawasinya sepanjang waktu. Saya tidak akan membiarkan Siti Adawiyah keluar dari lembah taman seribu bunga walaupun satu langkah. Bukan apa-apa, seperti yang kalian semua ketahui, Siti Adawiyah adalah wanita yang sangat cantik, lemah lembut, periang, berbudi pekerti luhur, menyayangi semua makhluk, dan bla bla bla. Saya tidak menginginkan dia menjadi rebutan para lelaki, yang akhirnya akan menimbulkan pertumpahan darah. Lagipula saya khawatir nanti Siti Adawiyah akan membuat Panglima Jenderal Asrul tidak nyaman. "
"Sudahlah Jena, tabiatmu sejak dahulu tidak berubah. Selalu lebay.. Sebaiknya kita tanyakan kepada Siti Adawiyah, apakah dia bersedia merawat Panglima Jenderal Asrul atau tidak. Jawaban Siti Adawiyah adalah titah dariku, aku yang memutuskan semua ini."
Khalifah Taimiyah memberi ultimatum.
"Siti Adawiyah.. Bersediakah engkau merawat aku? Panglima Jenderal Asrul memohon kepada Siti Adawiyah.
Siti Adawiyah tertegun sejenak. Selama ini memang Siti Adawiyah sangat ngefans terhadap Panglima Jenderal Asrul. Setiap hari buku yang dibacanya adalah buku biografi Panglima Jenderal Asrul. Bahkan Siti Adawiyah sering bermimpi mengenai Panglima Jenderal Asrul. Ibarat mimpi menjadi kenyataan, tentu saja Siti Adawiyah tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Oleh karena itu Siti Adawiyah buru-buru menyetujui permintaan Panglima Jenderal Asrul.
"Saya bersedia tinggal bersama Panglima Jenderal Asrul." Siti Adawiyah menjawab dengan singkat dan tegas.
Jena hanya bisa menghela nafas dan merelakan anaknya tinggal di istana negeri akhirat.
"Karena ini adalah titah dari Khalifah Taimiyah, saya tidak bisa menolaknya. Lagipula saya sangat percaya kepada Panglima Jenderal Asrul, tentu saja Panglima Jenderal Asrul akan melindungi Siti Adawiyah."
Setelah mendengarkan keputusan tersebut, Jena mohon diri untuk kembali ke lembah taman seribu bunga.
Sementara itu, para jenderal meninggalkan istana untuk melihat keadaan siluman burung yang telah ditaklukkan oleh Panglima Jenderal Asrul, yang telah mereka bawa ke penjara bawah tanah.
Mereka tidak menyadari bahwa siluman burung itu telah meninggalkan penjara bawah tanah, walaupun kondisinya terluka parah, siluman burung itu berhasil melarikan diri.
Jenderal Umar memimpin pasukannya untuk mencari keberadaan siluman burung itu, namun mereka tidak menemukannya.
Sebenarnya siluman burung itu telah terdampar di lokasi kediaman suku manusia gunung.