Hanaya, wanita cantik yang harus rela menjual tubuhnya dengan pria yang sangat ia benci. Pria yang telah melukai hatinya dengan kata-kata yang tak pantas Hana dengarkan.
Mampukah Hana hidup setelah apa yang terjadi padanya?
Atau bagaimana kah nasib pria yang telah menghina Hana saat tahu kebenaran tentang Hana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Elang menghentikan langkahnya, lalu tersenyum devil mendengar perkataan Hana.
“Aku ingin mengambil uang itu.” Kata Hana lalu berjalan mendekati Elang.
Elang pun langsung membalikkan tubuhnya. “Mengambil uang?” Tanya Elang dengan wajah dinginnya sambil menaikkan satu alisnya.
Hana duduk di lantai dengan kedua lutut yang menopang tubuhnya.
“Aku terima tawaran mu tuan muda. Aku terima.” Ucap Hana.
“Hahahahahahha.” Elang tertawa melihat Hana yang saat ini sudah bersimpuh di hadapannya. Elang ingat betul wanita yang ada di hadapannya ini, adalah wanita yang sangat sulit untuk Elang taklukkan, dan hari ini, dengan sendirinya wanita itu menawarkan dirinya dan menerima tawaran Elang kala itu.
Elang lalu berjalan melewati Hana, dan langsung duduk di sofa sambil menyilangkan kedua kaki nya. Hana pun langsung membalikkan tubuhnya dengan posisi yang sama, masih duduk bersimpuh di lantai.
“Tuan muda, aku menerima tawaranmu.” Ucap Hana setelah dirinya dan Elang terdiam.
Elang masih tetap diam, sambil memperhatikan tubuh Hana. Elang melihat dengan tatapan tajam membuat Hana merasa hawa di sekitar menjadi dingin mencekam.
“Andai saja aku tidak butuh. Aku tidak akan seperti ini.” Batin Hana.
“Tuan.” Panggil Hana.
“Tawaran itu sudah hangus.” Ucap Elang 8dengan tegas. Lalu berdiri dari duduknya dan melangkah menjauh.
“Tapi tuan.” Hana berdiri lalu mengikuti langkah Elang, dan langsung menahan tangan Elang membuat Elang berhenti melangkah. “Aku butuh uang itu tuan kaya, aku sangat butuh.” Lirih Hana.
“Bukankah kau sendiri bilang jika apa pun yang terjadi kau tidak akan...” Ucapan Elang terpotong kala Hana langsung menyahut.
“Maafkan aku tuan. Kala itu aku sedang..”
Elang langsung menyentak tangan Hana, dan saat tangan Hana terlepas Elang kembali berjalan meninggalkan Hana.
Di rumah sakit.
Widia sangat bingung karena sampai saat ini Hana tak kunjung datang, sedangkan sebentar lagi satu jam akan berlalu. Widia berjalan mondar mandir dan sesekali melirik jam di layar ponselnya.
“Hana, kau dimana” Gumam Widia.
“Mbak..” Panggil salah satu perawat.
“Iya ada apa?” tanya Widia.
“Bagaimana? Kondisi pasien sangat menurut dan harus segerah di lakukan operasi.” Jelas suster.
“Sebentar lagi sus. Aku yakin Hana akan membawa uang itu.” Widia menyakinkan suster, walau dalam hatinya ia sangat ragu, diama ada zaman sekarang orang mau memberikan uang dengan nominal yang begitu besar dalam waktu sejam.
Widia pun memutuskan untuk mengirim pesan kepada Hana.
“Han, sudah mau sejam. Dan keadaan ayah semakin menurut. Kata suster Ayah harus segerah mepakukan operasi.”
Pesan terkirim dan sesaat kemudian pesan pun di baca oleh Hana.
Elang langsung menyentak tangan Hana, dan saat tangan Hana terlepas Elang kembali berjalan meninggalkan Hana.
Setelah Hana membaca pesan dari Widia, Hana pun tidak menyerah ia langsung berteriak memanggil nama Elang.
“Elang..” Teriak Hana, membuat Elang langsung menoleh.
Sreeeekkkkkk, bunyi suara pakaian yang di robek.
“Bukankah ini yang kau mau?” Perlahan Hana berjalan mendekati Elang, dengan baju yang Hana sudah sobek tepat di bagian depan.
Sungguh miris bukan? Hana membuat harga dirinya jatuh sedalam mungkin, hanya untuk agar sang ayah bisa mendapatkan pertolongan. Mata Hana berkaca-kaca. Demi menyelamatkan sang ayah tercinta Hana rela melakukan apapun, bahkan Hana rela menukar nyawanya hanya demi untuk menyelamatkan nyawa sang ayah.
Elang menatap tubuh Hana. Bukan tatapan yang siap memangsa. Tapi kali ini, tatapan Elang sangat sulit untuk di artikan.
Hana perlahan melangkah, dan kembali ingin menarik bajunya agar bisa terbuka dengan sempurna. Namun belum juga Hana berhasil, Elang langsung lebih dulu menahan tangan Hana.
“Hentikan!” Ucap Elang dengan sang dingin.
“Hentikan.” Ulang Elang lagi, dan kini Elang menatap wajah Hana. Elang lihat betul raut wajah Hana, dengan mata yang sudah berkaca-kaca menahan air mata agar tidak jatuh membasahi pipi.
“Aku butuh uang itu.” Ucap Hana, dan seketika air mata Hana yang sejak tadi ia bendung sudah jatuh membasahi pipi mulusnya.