Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Pergi
Ayuna sedih dan kecewa karena sudah tidak lagi dianggap oleh kakek dan neneknya. Hanya demi menyelamatkan satu orang saja, dia harus mengorbankan segalanya.
Karier, keluarga, fasilitas telah habis dalam sekejap. Hanya baju yang tersisa untuk dibawanya pergi.
"Ayuna! Jangan pergi nak, kalau kamu sampai pergi dari rumah ini, siapa yang akan membela Mama. Tolong nak, kamu minta maaf sama opa dan juga oma kamu, jangan tinggalkan Mama nak, atau Mama nggak akan bisa hidup tanpa kamu."
Lidya menangis, hendak menghalangi Ayuna yang tengah memasukkan semua bajunya ke dalam koper miliknya.
"Ma! Mama nggak boleh sedih ya? Aku udah diusir dari rumah ini. Aku bukan lagi bagian dari kalian. Tapi aku akan tetap jadi anak Mama sama Papa. Aku melakukan semua ini demi menolong orang yang sudah oma celakai Ma. Sebagai cucunya, aku tidak akan pernah bisa diam tanpa bertanggung jawab, sedangkan nyawanya diambang kematian," jawab Ayuna dengan memegang kedua tangan Mamanya.
"Tapi bagaimana dengan Mama nak, Mama takut di sini tanpa kamu. Papa kamu juga jarang ada di rumah. Kalau Mama disiksa nggak ada yang belain Mama, nanti kalau Mama tiada...."
"Itu tidak akan pernah terjadi Ma, percayalah."
Ayuna memeluk Mamanya mencoba untuk menenangkannya.
"Ma! Ayuna janji, Ayuna akan pantau Mama dari kejauhan. Ada kak Nilam yang akan menemani Mama. Nanti, setelah Ayuna memiliki banyak rezeki, Ayuna akan bawa Mama pergi dari sini. Untuk sementara waktu, tinggalah di sini. Jaga diri Mama baik-baik, jangan sampai sakit," pesan Ayuna.
Lidya hanya diam dengan menangis. Sangat sulit untuk bisa menerima kenyataan, bahwa putri kecilnya telah diusir oleh keluarganya sendiri.
"Tapi nak, bagaimana dengan karirmu. Kamu sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Kamu akan makan apa di luar, kamu akan tinggal di mana? Siapa yang akan menemanimu? Nak, Mama mohon, Mama tidak ingin kamu menderita sendirian di luar. Di sini Mama masih bisa makan, sedangkan kamu di luar..... "
"Ma! Jangan pikirkan aku, aku akan baik-baik saja. Aku akan mencari pekerjaan baru, selama aku berbuat baik Ma! Aku sangat yakin, Tuhan akan kasih jalan. Do'akan saja aku dapat pekerjaan baru, agar aku tidak kekurangan makan, dan bisa menyisihkan rezekiku untuk bawa Mama Pergi dari sini," tutur Ayuna.
Walaupun dalam hatinya ingin menangis, dia tahan, ia tidak ingin menangis di depan Mamanya. Ia tidak ingin membuat Mamanya sedih, dan berakhir sakit.
Mahendra dan Nilam juga datang menuju kamarnya. Mereka berdua juga tidak menyangka kalau semuanya akan semakin kacau dengan permasalahan yang tengah Ayuna hadapi.
"Yuna! Kamu nggak boleh pergi nak. Sebaiknya kamu minta maaf sama opa dan omamu. Kamu jangan mempertahankan orang di saat dirimu sendiri dalam kesusahan. Ayolah nak, mengalahlah pada mereka," tutur Mahendra.
"Tidak Papa! Dari awal aku sudah berniat untuk menolong nyonya Ane. Walaupun aku sendiri tidak tahu, itu akan berhasil atau enggak. Aku akan tetap menolongnya," jawab Ayuna.
"Tapi nak, kamu tahu sendiri gimana reaksi opa dan oma kamu. Mereka membencimu, mereka kecewa sama kamu. Bahkan mereka juga memutuskan ikatan sama kamu. Itu jauh menyakitkan dari pada nyonya Ane yang memang sudah sangat renta," celetuk Mahendra.
"Mungkin itu pemikiran Papa. Tapi aku nggak pernah berfikir seperti itu. Bahkan aku sangat menyayangkan kalau oma tidak mau meminta maaf pada nyonya Ane. Kalau sampai nyonya Ane tiada, dan itu karena ulah oma, apa oma nggak merasa sangat bersalah. Kalau oma tidak mau meminta maaf pada nyonya Ane, biar aku saja yang akan meminta maaf dan menebus dosa oma," jawab Ayuna.
"Iya, Papa tahu itu. Tapi kamu akan sangat menderita kalau sampai menikah dengan orang yang tidak kamu kenali sebelumnya. Kamu kan nggak tahu seperti apa laki-laki yang akan menikahimu. Jujur Papa salut padanya karena dia rela berkorban demi neneknya, tapi perasaannya bukan untuk kamu Yuna, dan itu akan sangat membuatmu menderita."
Mahendra kembali memberikan penuturan pada putrinya.
"Iya Yuna, apa yang Papamu bilang itu benar. Kamu akan menderita nak, belum lagi dia menikah denganmu karena terpaksa, belum lagi kalau dia punya kekasih, kamu akan diduakan nak, Mama yakin itu."
Lidya juga menambahkan penuturannya, berharap anaknya mengurungkan niatannya.
"Ma! Pa! Ayuna akan pikirkan nanti. Ayuna akan tetap pergi dari sini. Ayuna bukan lagi bagian dari keluarga ini, tapi Ayuna tidak pernah berfikir untuk memutuskan hubungan dengan kalian. Percayalah Ma! Pa! Ayuna pasti akan baik-baik saja. Do'akan saja Ayuna."
Mata Ayuna mulai berkaca-kaca, tenggorokannya tercekat. Sangat sedih akan pergi meninggalkan orang tuanya, terlebih dia sangat mengkhawatirkan kesehatan Mamanya. Papa dan kakaknya jarang ada di rumah. 'Bagaimana kalau sampai Mamanya disiksa oleh omanya, bagaimana kalau Mamanya akan diperlakukan sangat buruk.'
Pikirannya kacau, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa? Untuk menolong Mamanya.
"Pa! Aku titip Mama ya?" ucap Ayuna dengan tersenyum getir.
"Iya sayang? Pasti Papa akan jagain Mama," jawab Mahendra.
"Kakak juga. Jangan terlalu lama berada di rumah sakit. Tengok Mama. Kasihan Mama sendirian kak, dia butuh perlindungan."
Ayuna menatap kakak perempuannya dengan menitikkan air matanya.
"Iya dek, kakak janji. Kakak akan jagain Mama," jawab Nilam sambil menangis.
Mereka berempat saling berpelukan. Saling melepas tangisan.
Ayuna tidak bisa menahan lagi, dia pun menangis keras sembari memeluk Lidya.
"Mama! Maafin Yuna yang nggak bisa jagain Mama. Yuna anak durhaka yang tidak bisa menemani Mama. Yuna harus memilih orang lain yang hanya demi sebuah tanggung jawab yang seharusnya bukan tanggung jawab Ayuna," ungkap Ayuna.
"Ayuna sayang? Mama dan Papa hanya bisa mendoakan kamu. Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu di luar sana nak, kalau ada yang kamu butuhkan, kamu hubungi Mama ya? Kamu janji nggak akan memutuskan hubungan dengan kami, maka berjanjilah kalau kamu akan menghubungi kami setiap saat," tutur Lidya.
Ayuna menganggukkan kepalanya sembari menangis.
Kedua orang tuanya sangat tidak ikhlas melepaskan Ayuna pergi dari kediamannya.
"Lantas untuk kedepannya, apa yang akan kamu lakukan nak?" tanya Mahendra.
"Yuna masih belum tahu Pa. Nanti akan Yuna pikirkan setelah keluar dari sini," jawab Ayuna.
"Bagaimana dengan karir kamu nak? Kamu sudah tidak memiliki apapun, apa yang akan kamu perbuat tanpa kami?" tanya Mahendra.
"Selama aku masih ada di jalan yang benar, aku sangat yakin, kalau Tuhan tidak akan membiarkanku tersesat. Pasti akan ada jalan untukku mencari sesuap nasi," jawab Ayuna.
"Papa salut sama kamu, kamu anak yang baik. Pasti akan banyak orang yang akan menyukai kamu. Berdirilah di jalan yang benar, kami akan selalu mendukungmu."
Mahendra akhirnya pasrah dengan melepas kepergian putrinya, walaupun dalam hatinya bilang 'jangan pergi.'
"Terimakasih Mama, Papa, kakak. Kalian bertiga sangat baik pada Ayuna. Ayuna sayang sama kalian. Jaga diri kalian baik-baik ya? Kalau begitu Ayuna pamit."
"Iya Ayuna. Kamu juga harus jaga dirimu baik-baik, jangan sampai stress. Kamu jangan lupa hubungi kami," tutur Lidya lagi.
"Oh! Ya nak, ini Papa pegang uang cash, kamu pakai ya? Hanya ini yang bisa Papa berikan padamu. Nanti Papa akan transfer kalau kamu udah punya rekening baru," tutur Mahendra sembari menyerahkan beberapa uang miliknya.
"Kakak juga, ini ada sedikit uang buat kamu. Buat pegangan, kamu nanti akan membutuhkannya," ucap Nilam juga memberikan sisa uangnya yang ada di dompet.
"Terimakasih, Yuna sayang kalian. Sekarang Yuna pamit ya Ma, Pa, kakak. Selamat berpisah, sampai berjumpa lagi."