“Bapak… selain mesum, juga nyebelin, ngeselin, rese, arogan dan sudah tua -- dewasa --. Pokoknya semua Bapak borong,” teriak Ajeng.
“Tambahkan, tampan dan membuat kamu jatuh cinta,” sahut Gentala.
Ajeng berada di dalam situasi disukai oleh rekan kerjanya yang playboy, berusaha seprofesional mungkin karena dia membutuhkan pekerjaan ini. Siapa sangka, Gentala – GM baru – yang membuat Ajeng kesal setengah hidup sejak pertama bertemu berhasil menolong gadis itu dari perangkap cinta sang playboy.
Namun, aksi heroik Gentala malah berubah menjadi bencana ...!
===
IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8 ~ Ikut Gentala
Diajeng Sekar Ayu
Brak
Aku terkejut, begitupun Fabian. Kami menatap ke depan di mana Gentala si jutek menatap ke arah kami. Apa yang menyebabkan dia menggebrak meja, aku nggak ngerti dan gagal paham.
“Kalian pacaran?”
What? Pertanyaan macam apa ini. Bagaimana mungkin aku pacaran dengan Fabian.
“Maunya sih gitu Pak, tapi Ajeng menolak dan menghindar terus,” jawab Fabian dan sukses membuatku melotot seperti adegan Suzana dengan wajah menyeramkannya di film malam satu suro.
Aku menatap meja mencari sesuatu yang bisa aku pukulkan pada kepala si playboy obat nyamuk di sampingku. Mudah kali dia bilang mau pacaran denganku. Jelas-jelas si jutek sudah mengancam dengan surat peringatan, sekarang ada lagi masalah.
“Kalian tahu ‘kan aturan perusahaan?”
Aku paham maksud pertanyaan si jutek.
“Tahu pak, saya nggak pacaran dengan Pak Fabian. Di lihat dari sisi manapun kita nggak cocok, Pak Fabian cocok di darat sedangkan saya di air.”
Fabian reflek terbahak, Mbak Nella terlihat menahan tawa tapi … daebak. Si jutek tampan tetap fokus menatapku, bahkan tidak terpengaruh dengan candaanku barusan.
Aku nggak salah dong, Fabian cocok di darat karena dia buaya darat. Sedangkan aku cocok di air, karena sering meluap-luap seperti lahar gunung berapi yang siap meletus, jadi lebih butuh banyak air.
Karena tatapan tajam Pak Gentala, kami kembali fokus pada diskusi tapi jujur aku penasaran. Pasangan Pak Gentala kok tahan ya dengan sikap pria ini. Kalau aku dikasih gratis tambah bonus dua juta juga nggak nolak, kapan lagi punya pacar pria dewasa dan ganteng. Sudsh bosan sama yang seumuran tapi labil dan pengkhianat.
“Pastikan besok pengajuan program sudah deal dengan anggarannya,” titah Pak Gentala mengakhiri diskusi kami.
“Siap. Dokumen akan mendarat di meja Bapak tepat pada waktunya,” sahut Fabian.
Alamak, percaya diri sekali pria ini. Jangan-jangan, malah diserahkan semua ke aku untuk finishing program. Secara gambaran kasar dan konsep pasti sudah di tangan. Pak Gentala yang diikuti oleh Mbak Nella meninggalkan ruangan, akupun bernafas lega.
“Babe, lanjutin ya. Aku masih ada kerjaan lain.”
Tuh, bener ‘kan dugaan aku. pikiran si kamprett ini sudah bisa ditebak seperti jalannya kuda-kuda di permainan catur.
“Kerjaan apa? Kita satu jadwal, kali Pak,” ejekku.
“Saya ada perlu dulu, kembali setelah makan siang. Bentaran doang.”
Palingan urusan cewek dan besok si cewek bakal datang cari dia. Yang kayak gini bilang mau pacaran sama aku, sorry yess aku masih punya hati tapi dia nggak pakai hati.
...***...
Jam kerja sudah berakhir sejak dua jam lalu dan aku masih terdampar di sini. menyelesaikan program yang diminta Gentala dan membackup si kampret yang nggak balik lagi padahal janji setelah makan siang bakal balik ke kantor.
Bersyukurnya syuting Kata Netizen hari ini berjalan lancar. Nggak kebayang kalau ada kendala lalu Fabian dipanggil produser atau sampai ke telinga Gentala, aku harus jawab apa.
“Loh, Mbak Ajeng belum pulang?”
Jojo mendorong troli berisi perlengkapan kebersihan sudah berada tidak jauh dari meja kerjaku. Entah aku yang terlalu perhatian atau memang nggak tahu jadwal. Perasaan sering banget bertemu Jojo, enggak siang enggak malam. Nggak mungkin dia kerja dua puluh empat jam.
“Ini baru mau pulang. Kamu lembur atau gimana?” tanyaku pada Jojo.
“Shift malam Mbak. Posisi saya mana ada istilah lembur.”
“Hm, semangat ya Jo. Saya duluan.
Dari pada menunda pulang, nanti diajak ngobrol di Jojo yang suka membahas masalah supranatural lebih baik aku bergegas pulang.
Aku sudah lelah dan sesekali menguap, bahkan saat melewati koridor dengan dinding terdapat banner --acara-acara dengan rating terbaik – menuju lobby. Sampai di lobby, pandanganku terpusat pada sosok yang begitu aku kenal. Tidak lain dan tidak bukan, sosok Bosku yang super menyebalkan.
Bukan hanya keberadaan Pak Gentala yang menjadi pusat perhatianku tapi wanita yang saat ini sedang bergelayut manja di lengan Pak Gentala. Natasha, wanita itu Natasha.
Aku sengaja berdiri di belakang pilar tidak jauh dari posisi mereka, mendengar apa yang mereka bicarakan. Kebetulan situasi lobby saat ini sudah sepi.
“Kamu nggak kangen aku? Aku kangen banget loh sama kamu.” Suara Natasha terdengar manja.
“Lalu masalahnya apa?”
What? Pertanyaan macam apa itu. Kalau memang mereka pancara dan si cewek mengatakan kangen dan dijawab dengan se absurd itu. benar-benar tidak terduga.
“Aku ingin kita bisa lebih dekat dengan status hubungan yang jelas.” Suara Natasha, lagi-lagi dengan nada manja.
Rasanya aku ingin terbahak karena Gentala hanya merespon dengan jawaban konyol.
“Status hubungan kita sudah jelas. Aku atasan kamu wanita panggilan,” ujar Gentala.
Gila, parah bener.
Tidak lama percakapan itu berakhir, entah siapa pemenangnya aku tidak peduli. Yang jelas mendengar debat kusir Natasha dan Gental cukup membuatku terhibur. Setelah memastikan dua orang itu sudah meninggalkan lobby, aku keluar dari tempat persembunyianku.
“Hah, akhirnya,” gumamku. Langkahku terhenti karena ponsel yang berada di saku celana bergetar. Ternyata notifikasi pesan dari Ayah.
[Seminggu lagi, hutang Ayah harus lunas seminggu lagi]
Aku mengucek mata membaca pesan yang dikirim oleh Ayah.
Damn!
Ternyata benar, ini pesan Ayah yang lagi-lagi minta uang untuk melunasi hutang. Entah apa yang dipikirkan oleh keluargaku sampai aku harus menanggung beban hutang sebanyak itu.
Ah, aku jadi malas pulang.
“Malam, Mbak Ajeng,” sapa security yang bertugas di depan lobby.
“Malam, Pak,” sahutku sambil tersenyum malas.
Aku berjalan gontai, rasanya ingin berteriak dan protes pada langit. Aku ini anak siapa? Masalah selesai nggak, yang ada dianggap gila. Berjalan menunduk, ada kaleng soda dan aku tendang. Entah melayang ke mana aku tidak peduli.
“Heiii!”
Suaranya kayak kenal.
“Gadis bar-bar.”
Tunggu-tunggu, kayak suara si jutek dan ... seribu point untuk anda. Ternyata kaleng soda tadi melayang kena mobil Bapak Gentala. Kurang sial apalagi, kamu Ajeng. Siap-siaplah dipecat.
“Itu kamu yang tendang?”tanya Gentala menunjuk kaleng soda.
Karung mana karung, rasanya aku ingin masuk ke dalam karung lalu diculik dari pada harus berhadapan dengan pria di depanku.
“Eh, bukan punya saya pak.”
“Saya tidak tanya punya kamu atau bukan. Kamu yang tendang?”
“Iya. Bapak mau ikutan? Tendang aja Pak, nanti saya masukin ke tong sampah.”
Pura-pura be go karena be go beneran dan Pak Gentala masih dengan tampangnya yang acuh. Oh, my God. Ibunya dulu ngidam apa, punya anak model begini.
“Masuk, kita bicara di tempat lain.” Titah Raja dari Go TV.
“Tidak usah, Pak. Saya bicara pulang sendiri.” Aku mengusap tengkuk sambil baca yasin berharap Pak Gentala menjerit lalu menghilang.
“Aku bukan mau antar kamu pulang, kita bicarakan kerugian karena mobil saya lecet kena kaleng soda yang kamu tendang.”
“Hahhh!”
ato jangan-jangan .....