Bosku Duda Arogan
Diajeng Sekar Ayu
“Geser mbak.”
“Aduh, pelan-pelan dong.”
Berbagai keluhan dari para penumpang KRL yang biasa aku dengar, bahkan ada yang cukup kasar. Aku sudah terbiasa dengan suasana ini, berdesakan, pengap dan parahnya adalah pelecehan atau pencopetan. Motor matic milikku sedang bermasalah dan alternatif lain untuk sampai ke kantor adalah KRL.
Saat aku sampai di peron stasiun, aku hanya naik di rangkaian yang paling dekat. Tidak sempat menuju rangkaian khusus wanita, semoga saja aku tdak mengalami pelecehan. Hari ini aku tidak bersemangat seperti hari-hari sebelumnya. Rasanya lelah dengan semua yang harus aku hadapi.
“Cobalah bantu Ayah, kakakmu sudah menikah. Satu-satunya harapan Ayah hanya kamu, Ajeng.”
“Khawatir Ayah lupa, Kak Vina menikah dengan kekasihku karena dia hamil. Lalu aku harus bantu Ayah dengan apa? Jual diri? Hutang Ayah ratusan juta mana bisa aku bantu dengan gajiku.”
“Ajeng, kamu jadi anak nggak ada sopan-sopannya. Jangan jadi anak durhaka ya kamu.”
Masih teringat jelas obrolan dengan orang tuaku tadi malam, tapi kalau diingat lagi itu bukan obrolan tapi pembicaraan penuh makian. Hah, rasanya aku bertanya-tanya apa iya aku anak kandung mereka. Kalau iya, kenapa bisa berbeda tekanan dan kasih sayang yang aku dan kakakku terima.
Vina, kakakku selalu dimanja dan dituruti apa maunya tapi tidak berlaku untukku. Bahkan ketika Gio kekasihku adalah ayah dari bayi yang dikandung Vina, aku diminta mengalah dan ikhlas. Tentu saja aku akan ikhlas walaupun rasanya sakit karena dikhianati. Mana mungkin juga aku harus mempertahankan penjahat kel4min macam Gio yang mudah mengobral cinta dan belalainya.
Ponselku bergetar, susah payah aku keluarkan dari saku karena terdesak penumpang lain. Ternyata pesan dari Ayah.
[Bantu Ayah, bagaimanapun kamu putri Ayah. Balaslah budi kami selama ini]
Shittt, sumpah rasanya mulut ini ingin memaki pria itu. Pria yang katanya Ayahku, di mana ada bagian dari dirinya ada dalam tubuhku. Bagaimana bisa dia minta aku membalas budi dengan membantu melunasi hutang-hutangnya.
“Stasiun Sudirman, Sudirman Station.”
Aku tersadar dari kemarahanku, bersiap untuk turun. Tidak di dalam rangkaian kereta, saat turun pun masih saja berdesakan termasuk saat keluar dari stasiun.
“Hahh, aman,” ujarku.
Yang aku khawatirkan bukan hanya isi pesan Ayah, tapi pelecehan saat berada di rangkaian atau bahkan saat naik dan turun dari rangkaian. Namun, kelegaanku tidak berlangsung lama. Tiba-tiba ….
Bug.
Aku membelalakan kedua mata saat merasakan seseorang menempel pada bagian belakang tubuhku. Segera aku menoleh dan ….
“Dasar Om-om mesum, c4bul,” ujarku lirih agar tidak didengar oleh orang yang masih berdesakan akan keluar stasiun.
Pria yang aku sebut mesum mengernyitkan dahinya.
“Hati-hati kalau bicara, bisa jadi fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan bahkan bisa juga pencemaran nama baik karena yang kamu ucapkan tadi adalah tuduhan.”
“Om sengaja kan, menempelkan anunya Om ke belakang sini,” tunjukku pada bagian belakang tubuhku yang bentuknya di atas rata-rata.
Pria itu lagi-lagi mengernyitkan dahinya.
Ini orang kenapa sih dahinya berkerut terus, keheranan apa kesetanan.
“Kamu lihat situasi ini, ramai penumpang. Bahkan tubuh kita bisa terdorong oleh orang lain. Kejadian tadi bukan salahku tapi alamiah karena desakan orang lain.”
Apa? Alamiah? Otak mesum memang begitu kali ya, naluri alamiahnya ingin menyentuh atau pura-pura tidak sengaja bersentuhan. Wah, nggak bener ini orang.
“Pelecehan, anda baru saja melakukan pelecehan,” tuduhku.
“Maaf Pak, Mbak. Jangan menghalangi jalan,” ujar petugas menegur kami.
“Dia melecehkan saya Pak,” teriakku. Padahal sejak tadi aku berusaha untuk bicara lirih karena malu kalau sampai ada yang mengetahui kalau baru saja mendapatkan pelecehan.
Pria itu menatapku tajam dan sinis, tidak tampak panik atau merasa bersalah. Memang jaman sudah edan, tidak menyangka bisa bertemu makhluk macam begini. Entah mimpi apa aku semalam. Urusan hutang ayah dan pelecehan oleh om-om c4bul.
Gentala
“Buat acara baru yang bisa mengusung profile Papi. Tugas kamu hanya fokus dengan Go TV dan tim sukses Papi.”
“Juga cari jodoh, itu juga penting.”
Aku hanya bisa menghela nafas mendengar arahan dari kedua orang yang begitu aku hormati. Sebagai pria dewasa yang sampai saat ini belum berkeluarga karena kegagalan dalam pernikahan sebelumnya, tentu saja membuat mereka khawatir.
Sudah lima tahun berlalu sejak perceraian dengan mantan istriku, aku menetap di Singapura mengurus cabang perusahaan keluarga. Karena Papi mengajukan mencalonkan diri sebagai calon gubernur, tentu saja butuh dukungan dari berbagai pihak termasuk keluarga, khususnya aku sebagai putra sulung.
Adikku hanya satu dan sudah berkeluarga bahkan memiliki dua orang putra.
“Untuk permintaan Papi, aku sudah siap terjun tapi permintaan Mami ….” Aku mengedikkan bahu, karena sampai saat ini belum ada wanita yang berhasil menggetarkan hati dan layak dijadikan istri.
Kegagalan pernikahanku sebelumnya, membuatku berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Kalau hanya sekedar kekasih atau teman tidur, sangat mudah untukku. Bahkan Natasha, mantan calon kekasihku sampai saat ini masih mengejar dan mengharapkan untuk dijadikan istri.
“Mau sampai kapan kamu hidup begini?” pertanyaan Mami sungguh membingungkan.
Begini saja aku sudah bahagia, selama tidak menyusahkan orang lain kenapa harus terusik dengan masalah status single atau double.
“Sampai ada peraw4n manis, lucu dan menggemaskan yang siap aku ajak nikah.”
“Gentala,” teriak Mami. “Ingat umur kamu sudah tiga puluh lima tahun, jangan harap dapat remaja labil. Biar janda asal bisa diatur, baik dan sayang keluarga itu sudah lebih dari cukup.”
“Apa aku harus menikahi Mbok Nah, kriteria Mami ada semua di Mbok Nah.”
Mami kembali berteriak mendengar jawabanku. Aku hanya bisa menggelengkan kepala, bingung dengan ulah para wanita yang kadang sikap dan ucapannya tidak bisa ditebak. Sedangkan Papi hanya terkekeh.
“Krisna, lihat putramu. Bisa stroke aku lama-lama bicara dengan dia.”
Entah apalagi yang dikeluhkan Mami pada Papi, aku sudah beranjak meninggalkan mereka. Dalam rangka menjadi tim sukses Papi, pagi ini aku putuskan untuk menggunakan kendaraan umum yaitu KRL. Ada misi yang ingin aku capai dengan menaiki kendaraan ini, walaupun agak sedikit ribet karena supirku mengantar sampai stasiun keberangkatan dan menjemput di stasiun tujuan.
“Jemput aku di Sudirman,” ujarku pada Pak Budi supirku.
“Baik, Pak.”
Hampir enam puluh menit perjalanan menggunakan KRL, bahkan harus transit di stasiun manggarai. Di jam padat seperti kali ini, bukan hanya dalam rangkaian, bahkan untuk keluar stasiun pun cukup padat. Aku sudah mendapatkan ide untuk kegiatan kampanye dan sosialisasi Papi dengan berada di keramaian termasuk dalam kendaraan umum, tapi fokus buyar ketika ada perempuan yang mengatakan aku adalah Om mesum dan c4bul.
Apa dia sudah gila? Orang setampan, kaya, cerdas dan digilai banyak wanita seperti aku mana mungkin melakukan hal rendahan seperti yang dia tuduhkan.
Bahkan aku dan dia sudah berada di kantor kepala stasiun. Telingaku rasanya gatal mendengar perempuan ini terus mengoceh menuduh aku sengaja menempel pada bo kongnya.
Aku pun terkekeh. Bahkan wanita dengan bokong indah pun mau dengan sukarela memberikan tubuhnya padaku, kenapa aku harus dengan pura-pura menempelkan pada bo kongnya yang biasa saja.
“Lihat Pak, dia memang sakit jiwa. Udah salah malah senyam senyum nggak jelas,” ujar wanita itu menghinaku.
“Kita buktikan dengan CCTV."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
suryani duriah
novel favoritku🥰🥰🥰🥰🥰
2024-11-16
0
Allenn
Ajeng
2024-11-08
0
nuraeinieni
aq mampir thor
2024-10-05
0