"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Sifat asli.
"Ya. Aku datang." Illana tergesa menghampiri pintu utama unit apartemennya setelah mendengar suara bel yang ditekan berkali-kali, sepertinya tamu pagi ini memiliki tingkat kesabaran cukup rendah. "Siapa—"
"Hai." Ia melambaikan tangan seraya tersenyum hangat, sebuah buket bunga tulip serta sekotak cupcake menjadi dua hal yang harus diterima pemilik rumah pagi ini.
"Paman. Mengapa kamu datang kemari?" Ia berkedip-kedip. "Maksudku, untuk apa datang sepagi ini?"
"Melihatmu. Apa lagi?"
Bukankah pria ini cukup frontal?
Illana membeku sesaat, lalu mengajak pria itu masuk seraya menerima pemberian darinya.
"Aku memang keluar cukup pagi, lalu teringat bahwa kamu terluka, jadi datang kemari. Apakah aku terlalu mengganggumu, Illana?"
"Tidak." Ia menatap arlojinya. "Aku hanya harus menunggu sekitar sepuluh sampai lima belas menit lagi sebelum pergi ke kantor."
"Pergi ke kantor?" Ia hampir duduk di sofa, tapi gagal ketika mendengar penjelasan Illana, kening pria itu berkerut.
"Ya. Bukankah aku harus bekerja?"
"Mengapa bekerja? Kakimu sedang terluka, bisakah melakukannya di rumah saja? Sehari atau dua hari beristirahat takkan merugikanmu, Illana."
"Eum, tapi kaki ini sudah baik-baik saja, Paman. Rasanya sudah tidak sesakit semalam, meski masih lebam, tapi aku bisa berjalan dengan normal. Jadi, aku bisa pergi bekerja hari ini."
Lucas tak menyahut, tapi terlihat jelas wajahnya suram, ia tak membiarkan pantatnya bersentuhan dengan permukaan sofa, suasana hati pria itu menjadi buruk.
"Baiklah. Aku takkan mencegahmu, aku bisa pergi sekarang."
"Eh—" Ia mengikuti langkah Lucas ketika pria itu berjalan melewatinya, lalu keluar. "Aku berniat membuatkan kopi untukmu."
"Tidak perlu, aku harus pulang." Ia berjalan menyusuri lorong yang sepi, dan Illana tetap menatapnya dari sisi pintu hingga pria itu memasuki lift.
"Apa dia marah kepadaku? Ekspresinya saat datang dan pergi sangatlah berbeda. Apa salah jika aku bekerja hari ini, huh?" Ia duduk di sofa seraya meletakan benda-benda dari Lucas di sampingnya. "Kakiku hanya lebam, tidak sampai diamputasi, mengapa dia terlihat kesal?"
Pada situasi berbeda, Lucas mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, penolakan Illana cukup mengusik hati kecil pria itu, ia terbiasa mendengar siapa pun selalu mengikuti keinginannya, sehingga ketika melihat seseorang sangat tidak patuh—cukup membuat suasana hatinya cepat berubah.
"Perempuan adalah makhluk aneh yang selalu merasa menjadi korban paling tersakiti, tapi bersikap paling kuat seolah mampu menghadapi monster sekaligus menaklukan dunia, dan setelah itu kembali merepotkan orang lain. Aku benar, bukan?"
Ia sekadar mencari alasan ketika mengatakan keluar cukup pagi dan tak sengaja mampir, padahal sejak sepasang kelopak matanya terbuka, ia justru teringat kondisi Illana, lalu berbenah dan bergegas menuju apartemen wanita itu, tapi sesuatu yang diharapkannya terlalu jauh dari ekspektasi.
Sebuah penthouse empat lantai di Rockstar Village menjadi rumah bagi Lucas. Selain dirinya, pria itu tinggal bersama para pelayan yang telah bekerja selama hampir sepuluh tahun, mereka termasuk orang-orang setia.
Ia memang sudah lama tinggal di tempat ini, bukan di rumah utama Keluarga Griggori yang juga dihuni oleh Steve serta orangtua mereka, sementara dua saudara lain tinggal di tempat berbeda bersama keluarga masing-masing. Hanya Lucas yang belum menikah pada Keluarga Griggori.
Ketika pria itu keluar dari mobil, asistennya muncul dan menyapa.
"Kau sudah mengetahui schedule Thomas Fault?" tanya Lucas seraya menyulut pemantik api untuk sebatang rokok di tangannya.
"Sudah, Tuan. Aku memang ingin memberitahukan hal ini kepada Anda, haruskah menghubungi Nona Illana sekarang?"
Kepulan asap rokok membumbung tinggi di sekitar Lucas, ia menerawang sesaat, lalu menatap Beny kembali. "Tidak, beri kabar pada sekretarisnya siang ini."
"Baik, Tuan."
"Bagaimana dengan Leonardo?"
"Orang-orang kita berhasil menyekapnya, Anda bisa mengunjungi ruang bawah tanah markas jika ingin menemui Leonardo."
"Suasana hatiku sedikit buruk saat ini, aku kurang berselera 'menghabisi' siapa pun jika terlalu pagi."
"Baik, Tuan. Aku mengerti."
Lucas berjalan menyusuri halaman, mengonsumsi rokok saat pikirannya berkecamuk memang cukup efektif mengurangi sedikit tekanan yang ada, ia menjadi lebih tenang dan santai.
"Cara berpikir tuan memang sulit ditebak, padahal kemarin dia sangat bersemangat saat memintaku mencari tahu tentang schedule Thomas Fault, lalu pergi cukup pagi tanpa alasan dan kembali seperti ini," gumam Beny seraya memperhatikan langkah Lucas yang semakin menjauh, lenyap setelah melewati pintu utama rumahnya.
***
"Nona, aku baru saja menerima kabar bahwa Tuan Thomas Fault bersedia bertemu denganmu pada akhir pekan ini."
"Benarkah? Apa ada syarat yang harus dipenuhi?"
"Ia hanya meminta Anda datang bersama Tuan Lucas, apa mereka begitu akrab?"
Illana terdiam, saat bertemu Lucas di acara pembukaan Gardenia, ia tak melihat pria itu berinteraksi dengan Thomas Fault, sehingga sulit menyimpulkan kebenaran dari pertanyaan Nora.
"Aku tidak tahu, Nora."
"Baiklah. Aku pamit keluar."
"Ya, terima kasih untuk informasinya."
Setelah pintu tertutup rapat, Illana segera membuka ponsel, ia berniat menghubungi Lucas untuk bertanya tentang kebenaran kabar tersebut.
"Mengapa pria itu tak menjawab teleponnya?" Illana mencoba kembali, tapi tetap tidak mendapat jawaban, ia mendengkus. "Sepertinya Paman Lucas sangat sibuk, aku bisa menelepon lagi nanti."
Dugaan Illana salah, Lucas tahu jika wanita itu meneleponnya beberapa kali, tapi sengaja mengabaikan demi menikmati situasi menyenangkan di depan mata, sekaligus masih terbesit kekesalan akibat tidak patuhnya Illana pagi ini.
"Argh! Argh! Argh!"
Lucas menyeringai, ia menyesap sebatang rokok lagi seraya duduk bersandar pada sebuah sofa, sementara beberapa bawahannya berdiri di sekeliling pria itu, mereka ikut menyaksikan seorang pengkhianat menerima penyiksaan di ruang bawah tanah siang ini.
"Tolong ampuni aku, Tuan. Tolong maafkan aku." Meski bibirnya terus memohon pengampunan, tapi Lucas bergeming, tak ada belas kasihan melihat wajah dan tubuh dipenuhi banyak luka berdarah-darah akibat pukulan dari eksekutor di tempat ini.
Tubuhnya telah ambruk, tapi matanya berusaha terus menatap Lucas seraya mengangkat tangan kanan, seharusnya ia mengerti bahwa berkhianat dari Lucas adalah sebuah bencana besar yang sulit dihindari meski sempat berhasil kabur selama beberapa hari.
Lucas berdecak.
Ia beranjak, lalu membuang puntung rokoknya ke lantai sebelum menginjak benda itu hingga tak berbentuk.
"Cih! Bukankah kamu sangat bersemangat ketika berusaha membodohiku dan kabur tanpa bertanggungjawab, huh?" Ia mendekat, berjongkok di depan Leonardo yang sekarat. Tangan Lucas mencengkram rambutnya sehingga kepala Leonardo mendongak.
Lucas kembali menyeringai. "Manusia bodoh. Seharusnya pikirkan ulang sebelum berkhianat dariku, kamu memang pantas pergi ke neraka mendahuluiku."
Ia beranjak, memutar arah dan berjalan meninggalkan tempat itu seraya tersenyum bengis, ekspresi paling menakutkan yang membuat banyak orang menghindari bertatapan dengannya.
"Habisi dia. Lempar mayatnya ke laut, dan bersihkan seluruh bukti agar polisi tidak mengendus apa pun."
Akhir kehidupan tragis bagi Leonardo.
***