Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
Aku hanya tidur selama dua jam karena tidak bisa berhenti memikirkan foto yang dikirim Tristan. Aku masih bimbang apakah harus mempertanyakan mengenai foto itu. Jika semua yang disampaikan Tristan adalah benar, bagaimana caraku mengakhiri rencana pernikahan ini.
Hari pernikahanku tinggal lima hari lagi. Semua persiapan telah beres. Undangan telah tersebar semua. Reyvan sudah mengabari keluargaku di Manado mengenai tanggal pernikahan kami. Aku masih bergeming dan bimbang. Reyvan yang selalu bersikap manis bahkan tidak pernah bertindak lebih dari memegang tanganku, membuatku ragu dengan informasi Tristan. Namun foto yang dikirim Tristan benar-benar seperti asli bukan editan, membuat setitik keraguan dalam hatiku.
Aku tidak punya teman bicara mengenai hal ini. Salah satu yang tidak menyenangkan sebagai pribadi introvert adalah ketika menghadapi masalah sulit sekali menceritakan kepada orang lain.
Sore ini aku pulang sendiri ke kost karena Reyvan harus pergi ke sebuah cafe dimana teman-teman dekatnya akan mengadakan pesta lajang untuknya sebelum melanjutkan hidup menjadi seorang suami. Reyvan tidak.menyebutkan nama cafe itu, tetapi dia mengirimkan foto-foto bersama teman-temannya yang seluruhnya adalah pria. Aku tidak bertanya lebih lanjut dan aku juga tidak mengenal siapapun yang ada di foto itu.
Sebelum sampai di kost, aku mampir membeli makan malam di warung ayam penyet langgananku. Selesai mandi aku hendak makan di kamar. Tetapi begitu membuka bungkusan, aku sadar aku tidak punya alat makan di kamar. Aku lalu keluar kamar menuju pantry. Tidak ada siapa-siapa disana dan aku bersyukur bisa makan dengan tenang ditemani drama Korea yang kuputar di ponselku.
Sedang khusyuk menikmati makanan, kudengar suara orang berlari di tangga, dan ketika tiba di lantai dua, ternyata itu Antonio. Nafasnya terengah-engah ketika tiba di pantry dan langsung duduk di hadapanku. Mengambil botol airku dan langsung menenggaknya. Sehabis minum dia mulai mengatur nafasnya dan aku melanjutkan makan tanpa bertanya.
"Kamu harus ikut aku sekarang, Netta. Ada yang perlu kamu lihat."ucap Antonio dengan nafas tersengal-sengal.
"Lihat apaan? Masih makan lho ini,"jawabku santai.
"Ayolah ini penting, Netta. Ini akan mempengaruhi masa depanmu,"katanya.
"Iya, tapi soal apa? Kamu tahu aku tidak suka hal-hal yang tidak jelas"
"Ini soal Reyvan, calon suamimu. Kamu tahu dia ada dimana?"
"Dia sedang pesta lajang dengan teman-teman dekatnya."kataku santai dan menyelesaikan makan malamku.
"Benar. Tapi kamu tahu nggak acaranya dimana?"
"Nggak. Dan nggak harus tahu juga 'kqn, An. Reyvan sudah kasih tahu aku, sudah kirim foto bersama teman-temannya. Aku tahu tempatnya juga buat apa? Untuk apa juga aku kesana?"ucapku sambil membereskan peralatan makan yang kugunakan serta membuang pembungkus makananku tadi.
"Jangan begitu, Netta. Aku nggak mau kamu menyesal di kemudian hari karena tidak tahu Reyvan itu seperti apa aslinya,"
"Memangnya dimana sih dia bersama teman-temannya? Koq kamu sampai panik begitu?"tanyaku saat sudah duduk kembali di hadapan Antonio.
"Dia ada di Ziggy Club. Klub malam itu terkenal dengan penari striptis dan wanita panggilan. Dan aku melihat sendiri, Reyvan dikelilingi beberapa perempuan yang disiapkan oleh teman-temannya. Reyvan terlihat sangat santai seolah itu sudah hal biasa bagi dia. Aku yakin kamu tidak akan percaya dengan ceritaku ini. Maka aku ingin membawamu kesana. Aku tidak bisa mengambil fotonya, karena untuk masuk ke dalam klub itu, ponsel kita harus disimpan di loker resepsionis."
"Kamu sendiri buat apa kesana? Berapa perempuan tadi yang menemanimu?"ucapku ketus.
Aku terkejut sendiri mendengar nada suaraku. Rasanya aku lebih kesal mengetahui Antonio pergi ke klub itu daripada mendengar cerita Antonio tentang Reyvan. Antonio pun terkejut mendengar aku bicara seperti itu. Dia kelihatan berpikir harus bicara apa.
"Aku cuma mau minum dan menghilangkan stress, aku tidak memanggil lady escort satupun karena aku memang ingin sendiri,"ucap Antonio dengan memelas.
"Kalau mau sendiri itu ke gunung, bukan ke klub. Kalau mau bohong itu yang pintar dikit," ucapku masih dengan nada kesal.
Antonio menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dengan wajah merasa bersalah dan kebingungan, mimiknya semakin lucu tapi tetap aku masih kesal.
"Duh, koq jadi aku yang diinterogasi? Kita bicara soal Reyvan. Kamu tidak menyesal dengan perilakunya itu? Perilaku seperti itu tidak akan berubah meski dia sudah menikah denganmu, Netta. Aku nggak mau kamu nanti terluka?"
"Lantas aku harus membatalkan pernikahanku dengan Reyvan hanya karena dia bersenang-senang dengan teman-temannya? Yah, anggaplah benar dia di klub itu bersama cewek-cewek yang disiapkan untuk membuat dia senang. Terus kenapa? Semua persiapan sudah beres, orangtuanya oke orangtuaku oke. Apa harus dibatalkan? Aku yakin Reyvan mencintaiku. Perkara dia punya kelakuan buruk, mudah-mudahan dia akan berubah ketika menikah denganku."
Aku berdiri dan hendak kembali ke kamarku, meninggalkan Antonio yang masih tidak percaya dengan ucapanku. Dia menyusul dan menahanku dengan menarik tanganku.
"Tapi, Netta. Kamu akan tersakiti nantinya,"ucap Antonio dengan wajah memelas penuh kekhawatiran.
Kuhentakkan tanganku untuk lepas dari tangannya.
"Kamu tidak perlu khawatir denganku, An. Kupastikan aku tidak tersakiti."
Bagaimana mungkin aku merasa tersakiti sementara cintaku belum tumbuh sepenuhnya untuk Reyvan, batinku.
"Dan kamu tidak perlu mencari dan menceritakan keburukan Reyvan. Kamu sendiri bagaimana? Untuk apa kamu kesana? Hanya untuk melepas stress? Kamu tidak takut peristiwa sebelumnya dengan Mama Anetta terulang kembali? Atau kamu perlu bercinta dengan perempuan lain agar melupakan aku?" ucapku dengan penuh amarah dan cemburu.
Antonio tersentak dan kemudian tertunduk. Antonio mendekati aku seperti hendak memelukku. Namun aku mundur berusaha menjaga jarak. Mataku mulai berkaca-kaca menahan tangis. Antonio kembali menggaruk kepalanya dengan wajah merasa bersalah.
"Maaf, aku terbawa emosi. Aku tidak seharusnya marah padamu. Kamu berhak melakukan apapun yang kamu suka. Aku hanya.."aku terdiam karena akhirnya aku menangis.
"Sstt.." ucap Antonio untuk meredakan tangisku.
Antonio menuntunku untuk masuk ke kamarku dan mendudukkan aku di kasur. Setelah menutup pintu, dia duduk bersimpuh di depanku lalu menggenggam tanganku.
"Kalau hatimu masih milikku, mengapa kamu menikah dengan Reyvan? Jika kamu masih bersikap seperti ini, bagaimana mungkin aku rela melepaskan kamu, Netta?"
"Kamu sudah tahu ceritanya. Aku terjebak dengan alur takdir karena ucapanku sendiri."ucapku masih terisak-isak.
"Tapi kamu bisa membatalkan ini semua."
"Tidak bisa. Pantang bagiku ingkar janji. Bukan seperti kamu yang selalu mengingkari janjimu,"
Antonio menghela nafas panjang. Kedua tangannya ditangkupkan pada pipiku. Dihapusnya airmata yang jatuh ke pipiku dengan lembut.
"Kalau kamu melakukan ini untuk balas dendam padaku, tolong hentikan. Aku benar-benar tersiksa, Netta."
Antonio menatap mataku dan menarik wajahku ke arahnya. Tanpa permisi Antonio mendaratkan bibirnya ke bibirku dan melumatnya dengan penuh kelembutan dan kerinduan. Dan sialnya, tubuhku menyambut ciumannya.