Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Boneka Berwajah Seram.
Malam itu hujan turun deras, disertai angin yang menjeritkan desau dingin di sela-sela jendela rumah tua di ujung desa. Rumah itu sudah lama tidak berpenghuni, tetapi malam ini lampu-lampu di dalamnya tampak menyala, memancarkan cahaya temaram yang seolah tenggelam oleh kabut yang merambat perlahan di atas tanah yang basah. Di balik jendela-jendela besar yang tertutup tirai lusuh, terlihat seorang wanita muda dengan rambut panjang yang tergerai, duduk diam di tengah ruangan. Namanya Lia.
Lia baru saja pindah ke rumah itu, warisan dari bibinya yang meninggal secara mendadak beberapa bulan yang lalu. Sejak kedatangannya, perasaan tidak nyaman selalu menggelayuti hati Lia, namun ia terus meyakinkan dirinya bahwa itu hanya bagian dari adaptasi. Bagaimanapun, rumah itu besar dan terpencil, berbeda jauh dari apartemen kecilnya di kota. Ini rumah keluarga, katanya, dan dia berjanji untuk menjaga rumah itu.
Hari pertama dia tiba, Lia menemukan sesuatu yang aneh di loteng. Sebuah boneka kayu, tingginya hampir setengah tubuh manusia, terbaring miring di sudut ruangan. Wajahnya begitu mengerikan—dengan mata besar yang tampak terbuat dari kaca hitam pekat, mulut yang tersenyum lebar, dan gigi yang runcing serta retak di beberapa bagian. Kulit boneka itu, yang dulunya mungkin berwarna putih, sekarang berubah kecoklatan seolah terkena cuaca selama bertahun-tahun, tapi senyuman itu tetap ada, terpatri di wajah boneka itu. Lia merasa ada yang ganjil, tapi dia tidak mempedulikan boneka itu. Dia berpikir, mungkin bibinya dulu seorang kolektor barang-barang aneh.
Namun, malam itu berbeda. Lia merasakan ada sesuatu yang mengamatinya. Hujan yang menderu di luar seolah tidak mampu menenggelamkan suara-suara halus yang menyelinap ke telinganya—gemerisik halus seperti langkah kaki kecil. Lia berdiri di ruang tengah, matanya terfokus pada jendela besar yang setengah terbuka. Tirai yang tipis berkibar pelan, dan udara dingin merasuk ke dalam ruangan. Namun bukan itu yang membuat bulu kuduknya meremang.
Dari sudut matanya, ia melihat sesuatu. Di bawah meja kayu tua di seberang ruangan, sepasang mata hitam legam mengintip keluar. Detak jantung Lia melompat. Perlahan-lahan, ia menoleh. Di sana, boneka kayu itu—berdiri tegak di bawah meja. Padahal tadi siang boneka itu masih terbaring di loteng.
"A-apa yang...," gumam Lia dengan suara bergetar. Dia melangkah mundur, tangan gemetar meraih pegangan kursi di dekatnya. Matanya tidak lepas dari boneka itu, tetapi tubuhnya kaku, seolah diikat oleh rasa takut yang semakin mencekik. Jantungnya berdebar begitu kencang hingga dia merasa itu akan meledak di dadanya.
Tiba-tiba, langkah-langkah kaki terdengar. Bukan lagi langkah-langkah halus, tapi derap kecil yang ritmis, seperti ketukan kaki kayu di atas lantai. Boneka itu bergerak. Dengan perlahan tapi pasti, boneka tersebut melangkah ke arah Lia, senyumannya yang menyeramkan tetap terpajang di wajahnya. Mulutnya yang terbuka lebar seolah menyiratkan bahwa ia tahu sesuatu yang tidak diketahui Lia.
"Aku... ini tidak mungkin," bisik Lia, matanya melebar. Dalam panik, dia berlari ke kamar tidurnya dan mengunci pintu. Nafasnya memburu, keringat dingin mengucur di pelipisnya. Di dalam kamar, ia merasa sedikit lebih aman, meski ketakutan masih mencengkeram hatinya.
Namun, ketukan pelan mulai terdengar dari balik pintu. Lia terpaku, mendengarkan dengan seksama. Ketukan itu terdengar lebih keras dan lebih keras, hingga akhirnya suara itu berubah menjadi ketukan berat yang memekakkan telinga.
"Tok, tok, tok."
"Lia... Lia...," terdengar suara halus, seperti bisikan. Suara itu jelas berasal dari luar pintu. "Bukalah pintunya... aku ingin bermain..."
Lia menutup mulutnya sendiri untuk menahan napas. Jantungnya berdegup begitu keras hingga dia merasa suaranya bisa terdengar dari luar. Dengan tubuh yang gemetar, dia mengintip melalui celah pintu. Namun, yang dilihatnya membuat seluruh tubuhnya membeku. Sepasang mata hitam itu kini menatap langsung ke arahnya dari lubang kunci. Boneka itu berdiri tepat di depan pintu, menatapnya dengan senyum yang lebih lebar dari sebelumnya.
Dia tersentak mundur. Ketakutan mulai menyesakkan. Sejenak, pikirannya kosong, tapi dalam keputusasaan, Lia berlari menuju jendela. Mencoba membuka kunci jendela itu dengan tangan gemetar, dia nyaris menangis saat kunci itu seakan tak mau berputar.
"Biarkan aku masuk... kita akan bersenang-senang," suara boneka itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, lebih dalam, seolah berseru dari seluruh penjuru ruangan. Lia merasa kakinya melemas.
Namun saat dia mencoba membuka jendela lagi, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka sendiri, perlahan-lahan berderit, dan di baliknya, boneka kayu itu berdiri tegak di ambang pintu. Mata kaca hitamnya tidak pernah berkedip, mulutnya tersenyum lebar, dan tangannya yang kaku terulur ke arah Lia.
Tiba-tiba, sebuah kilatan kenangan menyeruak di pikiran Lia. Boneka itu—bukankah bibinya pernah bercerita tentang sesuatu yang mengerikan? Tentang boneka terkutuk? Saat itu, Lia tidak pernah menganggap serius cerita-cerita horor bibinya. Tapi kini, semuanya terasa nyata. Boneka itu bukan sekadar benda mati. Ia hidup, dan Lia merasa dia adalah target berikutnya.
"Jangan dekat-dekat!" Lia berteriak, melempar vas bunga ke arah boneka itu. Tapi boneka tersebut hanya terhuyung sejenak, lalu melanjutkan langkahnya. Lia mundur, matanya mencari jalan keluar. Tidak ada pilihan lain. Dia harus melawan.
Dengan napas tersengal, Lia meraih sebilah pisau dapur yang terselip di meja dekat jendela. Namun saat dia berbalik untuk menghadapi boneka itu, boneka tersebut sudah berada di depannya, hanya beberapa langkah saja. Lia merasa darahnya membeku. Pisau di tangannya terasa begitu ringan, seolah tak ada artinya menghadapi ancaman ini.
"Kenapa kamu takut?" tanya boneka itu dengan suara pelan tapi penuh ejekan. "Aku hanya ingin bermain."
Dengan gemetar, Lia mengangkat pisaunya. "Jangan mendekat!" teriaknya lagi, tapi boneka itu tidak berhenti. Dengan gerakan yang hampir tak terduga dari sesuatu yang terbuat dari kayu, boneka itu melompat ke arahnya. Lia menjerit, mengayunkan pisau sekuat tenaga. Suara kayu yang retak terdengar saat pisau itu menancap di dada boneka. Namun, boneka itu hanya tertawa, tawanya nyaring dan menakutkan.
Dalam kekacauan itu, Lia berhasil menendang boneka itu menjauh, membuatnya terlempar ke lantai. Kesempatan itu digunakannya untuk berlari keluar kamar. Namun, langkahnya terhenti di lorong. Di sana, berdiri lebih banyak boneka. Mereka semua tersenyum padanya, dengan mata hitam yang memandang tajam.
Rasa ngeri tak tertahankan menjalari tubuh Lia. Setiap boneka yang dulu terlihat tidak berbahaya kini tampak hidup, bergerak dengan sendirinya, mendekatinya perlahan. Lia menatap ke sekeliling, mencari jalan keluar, tetapi di setiap sudut ada boneka, dan mereka semua mengincarnya.
Tanpa pilihan lain, Lia berlari kembali ke ruang tengah. Nafasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar, dan pikirannya kalut. Saat dia melihat sekeliling, matanya tertuju pada kotak kayu besar di sudut ruangan. Kotak itu tampak seperti peti mati—tertutup rapat dan berukir simbol-simbol aneh. Lia teringat sesuatu dari cerita bibinya. Benda itu. Di dalam kotak itu ada sesuatu yang bisa menghentikan semua ini.
Dengan sisa tenaganya, Lia bergegas membuka kotak tersebut. Dan di dalamnya, ia menemukan sesuatu yang lebih mengerikan dari yang pernah dia bayangkan.
Cerita ini mengantarkan Lia pada akhir yang tak terelakkan, dengan teror yang tak berkesudahan. Boneka-boneka itu tak hanya mengejar tubuhnya, tetapi juga jiwanya. Dalam peti itu, rahasia terkelam terungkap—bahwa boneka-boneka itu adalah roh-roh terperangkap, dan kini Lia akan menjadi bagian dari mereka.