Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demi kamu
Malam ini merupakan malam yang bisa di bilang cukup bersejarah untuk Raisa. Karena dia akan menurunkan egonya yang terlalu tinggi itu di hadapan Adam.
Bukannya dia menyerah dan mengaku kalah atas rubuhnya benteng yang sudah ia bangun sejak bertahun-tahun lalu. Tapi dia memang sengaja mengalah demi nasibnya yang beruntung saat ini. Termasuk demi Papanya yang sampai saat ini begitu susah ia hubungi.
Hati Raisa tersentil karena sikap acuh Papanya itu. Mungkin Papanya itu juga sana mukanya dengan dirinya. Namun bedanya Papanya itu muak dengan semua perbuatannya.
Sudah setengah jam Raisa menunggu Adam selesai mandi. Dia yang sedang duduk bersandar di tempat tidur itu di buat semakin gugup karena mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.
Wanita berbulu mata lentik itu sesekali melihat ke arah ruang ganti, dimana nantinya Adam akan muncul dari sana.
Dan benar saja, pria tinggi berbadan proposional idaman para wanita itu keluar dari sana dengan handuk kecil di tangannya yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang masih basah.
Jika Raisa ingin sedikit merubah pendiriannya demi hubungannya dengan Adam dan Papanya itu, maka berbeda dengan Adam. Dia tetaplah Adam yang biasanya, pria yang irit bicara dan tak peduli pada apapun di sekitarnya termasuk Raisa.
Wanita cantik tanpa celah itu bagaikan mannequin cantik yang di lewati Adam begitu saja. Tanpa bisa menarik perhatian pria itu sedikitpun.
"Dasar cowok angkuh!!"
Raisa hanya menatap Adam sampai pria itu di sofa favoritnya. Sofa panjang di dekat pintu balkon yang menghadap ke ranjang Raisa dengan tangannya yang masih mengeringkan rambutnya.
"Kayaknya bola mata mu itu bentar lagi keluar kalau nggak di buat kedip"
Ucapan Adam membuat Raisa terkesiap dan langsung mengedipkan matanya berkali-kali. Ternyata Adam sadar jika Raisa terus memperhatikannya dari tadi.
"Ada sesuatu yang mau aku sampaikan sama kamu"
"Apa??"
"Aku udah pikirkan dengan matang, kalau aku akan menerima pernikahan ini dan menuruti apa yang kamu katakan"
"Tapi, kamu jangan besar kepala dulu, aku melakukan semua ini bukan demi kamu atau pernikahan kita, tapi demi Papa. Aku juga nggak bisa menjalankan kewajiban ku sebagai istri sepenuhnya, karena kamu tau sendiri kalau tidak ada cinta di antara kita " Lanjut Raisa dengan menekan egonya yang sangat tinggi.
Adam perlahan menggerakkan bibirnya membentuk senyuman sinis pada Raisa.
"Terserah kamu. Lagipula kalau kamu berulah, atau kamu bermain di belakang ku, yang rugi bukan aku. Kamu bisa lihat sendiri kan, siapa yang terkena dampaknya?? Kamu sendiri, Papa kamu, perusahaan Papa kamu, Partai yang Papa kamu pimpin serta jajaran-jajarannya. Apa aku terdaftar di dalamnya??"
Raisa terdiam, memang benar apa yang di katakan Adam. Dia terlalu percaya diri untuk menganggap Adam termasuk pihak yang di rugikan.
"Jadi terserah kamu mau menjalani pernikahan kita ini demi siapa. Yang jelas aku menjalaninya demi kamu"
Deg...
Raisa merasakan jantungnya berdebar-debar mendengar pernyataan Adam itu. Seolah-olah dia sedang mendengarkan sebuah pernyataan cinta.
"Karena biar gimana pun aku salah karena tidak bisa menahan na*su bejat ku sama kamu. Sudah sepantasnya aku bertanggungjawab. Apalagi kalau sampai kamu hamil anak ku"
Raisa menggenggam erat selimut yang menutupi kakinya. Saat ini Raisa bagaikan di jatuhkan ke dalam jurang setelah sempat di ajak terbang melambung tinggi.
"Kenapa rasanya nggak terima mendengar alasannya menikah hanya karena rasa tanggungjawab aja"
"Hemm, itu lebih baik" Terdengar sekali nada kekecewaan dari suara Raisa, namun Entah Adam menyadarinya atau tidak.
"Tapi aku cuma minta satu sama kamu, kita harus terlihat bahagia di hadapan Papa"
"Tidak usah khawatir tentang itu" Sahut Adam kemudian pria itu merebahkan dirinya di sofa. Kembali mengabaikan Raisa yang masih menatapnya.
Ingin rasanya Raisa meminta Adam untuk pindah ke ranjangnya. Namun dia tidak tau harus memulainya dari mana. Di samping itu, Raisa juga masih takut jika kejadian waktu itu kembali terulang.
Alhasil Raisa mengusir rasa tidak enaknya itu dan memilih tidur membelakangi Adam.
*
*
*
Satu minggu berlalu, hubungan Raisa dan Adam tak banyak perubahan. Karena perubahan itu hanya ada pada Raisa. Wanita dua puluh dua tahun itu mulai sedikit mengikuti kodratnya sebagai seorang istri. Seperti pagi ini, Raisa kembali menyiapkan sarapan untuk Adam.
Walau Raisa hanya bisa menyiapkan masakan sederhana seperti nasi goreng atau nasi hanya dengan telur dadar saja, tapi Adam tak pernah protes.
Pria itu tetap memakan apa yang Raisa siapkan dengan lahap hingga tandas. Raisa bahkan beberapa kali tak jadi memakan sarapannya karena terlalu asin atau hambar, namun berbeda dengan Adam yang tetap menelan makanannya.
Raisa menatap Adam saat pria itu memasukkan nasi ke mulutnya untuk pertama kali. Dia ingin melihat ekspresi apa yang Adam tunjukkan kali ini karena dia merasa telur yang ia masak pagi ini terlalu asin.
Tapi wajah datar tanpa ekspresi milik Adam membuat Raisa kesal.
"Kalau nggak enak nggak usah di makan. Nanti beli aja di kantor" Raisa ingin mengambil piring milik Adam namun di cegah oleh pemiliknya.
"Cepat habiskan sarapan mu, tidak baik membuang makanan"
Ada sedikit rasa bersalah di hati Raisa karena dia tidak pernah memberikan makanan yang enak untuk Adam.
Raisa mulai mengunyah makanannya. Meski begitu sulit karena rasa asin yang mendominasi mulutnya, Raisa tetap berusaha menelannya meski harus di bantu dengan air minum.
"Aneh, asinnya kaya gini kok tetap di makan. Mana lahap lagi, kelaparan apa doyan??" Raisa masih mengamati Adam dalam diam.
Adam melirik ponsel Raisa yang terus bergetar sejak tadi namun di abaikan oleh pemiliknya.
"Angkat aja!! Berisik banget"
"Rio" Raisa memperlihatkan layar ponselnya pada Adam.
"Dia masih berani telpon kamu??" Sinis Adam.
"Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku harus pura-pura nggak tau apa-apa" Sahut Raisa dengan kesal.
Selang satu hari saat maslaah fotonya dengan Rio saat itu. Rio memang menghubungi Raisa untuk meminta maaf.
Rio mengatakan kalau dia merasa bersalah pada Raisa. Karena gara-gara dirinya yang lancang memeluk Raisa, jadi keluar beredar berita negatif tentang Raisa.
"Halo??"
"Sayang, apa kabar?? Aku kangen sama kamu. Sudah satu minggu kita nggak ketemu"
Raisa melirik Adam yang tampak fokus pada ponselnya. Raisa menebak jika sebenarnya Adam juga mendengarkan panggilan sayang dari Rio tapi pria itu hanya diam tanpa melihat ke arah Raisa sedikitpun.
"Maaf Rio, kamu tau sendirian kan, kalau aku kerja sekarang. Jadi nggak banyak waktu luang"
"Aku pingin ketemu kamu bentar aja Sa, setelah kamu pulang kerja atau saat makan siang juga boleh, yaa?? Please"
"Aku belum tau bisa atau enggak Rio, aku harus minta ijin dulu sama Mas Adam" Raisa masih menatap Adam yang kini matanya bergerak ke samping melirik Raisa.
"Mas?? Sekarang kamu mulai luluh sama dia??" Rio terdengar terkejut.
"Tapi biar gimanapun Mas Adam sekarang suamiku, jadi hal wajar kalau aku minta ijinnya dulu sebelum ketemu sama kamu"
Mata Raisa dan Adam bertemu, saling menatap meski Raisa masih berbicara dengan pria lain saat ini.
"Ya udah terserah, aku tunggu jawaban dari kamu"
Raisa langsung mematikan ponselnya setelah itu. Dia juga masih memerangkap Adam dalam tatapan matanya.
"Kamu mau ketemu sama dia??"
"Emang boleh??"
"Enggak!!" Jawab Adam dengan cepat dan tegas.
"Jangan ge er dulu, aku nggak kasih ijin karena situasinya belum membaik" Jelas Adam gak ingin Raisa salah paham.
"Iya aku tau, mana mungkin kamu ngelarang aku karena cemburu" Gumam Raisa membuat Adam hampir tersedak air yang sedang di minumnya.