"Ketika cinta dan kesetiaan diuji oleh kebenaran dan darah, hanya hati yang tahu siapa yang benar-benar layak dicintai." - Kenzie William Franklyn.
•••
Vanellye Arch Equeenza, atau Ellyenza. Perempuan nakal dengan masa lalu kelam, hidup dalam keluarga Parvyez yang penuh konflik. Tanpa mengetahui dirinya bukan anak kandung, Ellyenza dijodohkan dengan Kenzie, ketua OSIS yang juga memimpin geng "The Sovereign Four." Saat rahasia masa lalunya terungkap—bahwa ia sebenarnya anak dari Sweetly, sahabat yang dikhianati ibunya, Stella—Ellyenza harus menghadapi kenyataan pahit tentang jati dirinya. Cinta, dendam, dan pengkhianatan beradu, saat Ellyenza berjuang memilih antara masa lalu yang penuh luka dan masa depan yang tidak pasti.
Akan seperti apakah cerita ini berakhir? mari nantikan terus kelanjutan untuk kisah Kenzie dan Ellyenza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meka Gethrieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZIELL 7 ; Pengungkapan Dan Cinta Tak Terduga.
..."Akhir, merupakan sebuah awal bagi suatu perjalanan."...
...- Vanellye Arch Equeenza -...
...•••...
Malam itu, di dalam kamar Jeffry, suasana terasa tegang. Cahaya lampu meja menyinari wajahnya yang serius saat dia membuka laptop dan memeriksa seluruh berkas elektronik yang telah dikirim oleh sepupu angkatnya, Areszhar Prince Klandestin. Jeffry sudah lama menyelidiki keberadaan adik perempuannya yang hilang, tetapi baru kali ini dia merasa begitu dekat dengan kebenaran.
Di layar, terlihat foto-foto lama yang dikirimkan oleh Areszhar, salah satunya adalah foto seorang bayi perempuan yang diambil dari rumah sakit tempat adiknya dilahirkan. Jeffry memperhatikan dengan seksama setiap detailnya, mencari tanda-tanda yang bisa menghubungkannya dengan Ellyenza, gadis yang selama ini ada di pikirannya.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja, menunjukkan nama Areszhar di layar. Jeffry langsung menjawab panggilan itu.
"Bang, ada kabar penting buat lo," kata Areszhar tanpa basa-basi, suaranya terdengar berat. "Gue sudah menemukan petunjuk yang kita cari selama ini."
Jeffry langsung merasakan jantungnya berdebar kencang. "Lu menemukan dia? Lu yakin ini tentang adik perempuan gua?" tanyanya dengan penuh harap.
Areszhar terdiam sejenak sebelum menjawab, "Ya, bang. Gue sudah memastikan semuanya. Semua bukti mengarah ke satu orang—Ellyenza. Selama ini, dia ada di keluarga Parvyez."
Kata-kata itu menghantam Jeffry seperti pukulan telak. Dia membeku, menatap layar laptopnya tanpa fokus. Ellyenza? Adiknya yang hilang adalah Ellyenza?! Bagaimana mungkin? Dia tidak pernah membayangkan bahwa gadis yang selama ini selalu dekat dengannya di sekolah adalah adik kandung yang dia cari-cari.
"Ellyenza ..." Jeffry mengulang namanya dengan nada pelan, seakan mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Dia benar-benar... adik gua?"
"Ya," jawab Areszhar tegas. "Gue sudah mendapatkan dokumen resmi yang membuktikan bahwa dia diadopsi oleh keluarga Parvyez setelah tante Sweetly mengalami kecelakaan. Keluarga Parvyez atau lebih tepatnya, wanita bernama Stella mengambil alih hak asuh adik lo, dan entah bagaimana, mereka berhasil menutupi identitas aslinya selama bertahun-tahun."
Jeffry terduduk di kursinya, merasakan campuran emosi yang sulit dia gambarkan. Di satu sisi, dia merasa lega karena akhirnya menemukan adiknya yang hilang. Tetapi di sisi lain, ada rasa khawatir yang tiba-tiba melingkupi pikirannya—bagaimana Ellyenza akan bereaksi ketika mengetahui kebenaran ini? Apakah dia akan bisa menerima kenyataan bahwa selama ini dia adalah bagian dari keluarga Svetlana, keluarga yang memiliki sejarah kelam?
"Gua harus memberitahunya," bisik Jeffry pada dirinya sendiri. "Dia berhak tahu tentang kebenaran ini."
"Tapi hati-hati bang," kata Areszhar mengingatkan. "Lo tahu seberapa keras kepala Ellyenza. Ini bukan sesuatu yang bisa lo sampaikan dengan sembarangan. Lagipula, dia mungkin tidak mudah menerima kenyataan bahwa dia berasal dari keluarga kita."
Jeffry menghela napas panjang, merasakan beban di pundaknya semakin berat. "Gua tahu, Res. Gua tahu ... Tapi ini tidak bisa disimpan lebih lama lagi. Dia harus tahu siapa diri dia sebenarnya."
Setelah percakapan itu berakhir, Jeffry duduk dalam keheningan. Pikirannya terus melayang-layang memikirkan berbagai skenario tentang bagaimana dia harus memberitahu Ellyenza. Dia ingin melindungi adiknya, tapi dia juga tahu bahwa kebenaran ini bisa menghancurkan semua yang selama ini dibangun Ellyenza dengan keluarga Parvyez.
Di sudut meja, Jeffry melihat kembali foto keluarganya—sebuah potret lama yang diambil sebelum tragedi menimpa mereka. Di foto itu, terlihat ayahnya yang sedang tersenyum, ibunya yang sedang hamil besar, dan dirinya yang masih kecil. Jeffry meraih foto itu, menatap perut besar ibunya yang dulu menjadi tempat adiknya tumbuh.
"Jadi selama ini kamu ada dalam keluarga Parvyez ... " bisik Jeffry pelan, suaranya penuh emosi. "Setelah aku tahu jawabannya ... apa aku bisa bawa kamu kembali?"
...•••...
Esok harinya, suasana di taman kota terasa tenang, dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus lembut di antara pepohonan. Ellyenza duduk di bangku taman, menatap air mancur yang mengalir di tengah-tengah. Dia tidak yakin mengapa Kenzie memintanya datang ke sini untuk berbicara, tapi perasaan aneh menggelayuti hatinya. Selama ini, Kenzie selalu menjadi sosok yang dia hindari—terutama sejak dia mengetahui tentang perjodohan mereka yang direncanakan oleh keluarga mereka.
Tak lama kemudian, Kenzie muncul di depannya, mengenakan jaket kulit hitam yang biasa dia pakai. Wajahnya terlihat serius, tapi ada kilatan kebingungan di matanya. Ellyenza memutar matanya, bersiap-siap untuk mendengar hal yang tidak ingin dia dengar.
"Kenapa kamu ngajak aku ke sini?" tanya Ellyenza langsung, mencoba untuk tetap tegar meskipun hatinya merasa canggung.
Kenzie duduk di sebelahnya, tidak langsung menjawab. Dia menghela napas panjang, lalu menatap lurus ke depan, ke arah air mancur. "Aku cuma ... ingin bicara. Ada banyak hal yang harus kita bicarakan, Ell."
"Kamu bilang ini serius," kata Ellyenza, sedikit menahan tawa sinis. "Kamu serius banget sejak pertemuan OSIS terakhir. Apa lagi sekarang?"
Kenzie menghela napas lagi, kali ini lebih dalam. "Ini bukan tentang OSIS, Ell. Ini tentang kita."
Ellyenza memandang Kenzie dengan alis terangkat, tidak percaya. "Kita? Serius, Kenzie? Kamu bicara tentang kita sekarang?"
Kenzie memalingkan wajahnya ke arah Ellyenza, dan untuk pertama kalinya, Ellyenza melihat sesuatu yang berbeda dalam tatapan Kenzie. Ada kelembutan di sana, sebuah perasaan yang sulit dijelaskan. Dia menatapnya dengan serius, tanpa ada ejekan atau sindiran seperti biasanya.
"Aku tahu kita dijodohkan secara paksa," kata Kenzie akhirnya, suaranya rendah namun tegas. "Dan aku tahu kamu benci dengan kenyataan tersebut. Tapi aku nggak peduli lagi soal itu, Ell."
Ellyenza terdiam, merasakan ada sesuatu yang aneh dalam kata-kata Kenzie. "Maksudmu apa?"
Kenzie menoleh ke arahnya sepenuhnya, kini lebih dekat. "Aku nggak peduli apa ini perjodohan atau bukan. Aku hanya tahu bahwa aku mulai punya perasaan padamu. Aku tahu ini juga nggak masuk akal, tapi aku ... ingin kamu, Ell."
Jantung Ellyenza berdebar lebih cepat. Perasaan campur aduk meliputinya—marah, bingung, dan juga, entah bagaimana, tersentuh. Dia tidak menyangka Kenzie akan mengungkapkan perasaan seperti ini, terutama setelah semua ketegangan yang selama ini ada di antara mereka.
"Kenzie, kamu nggak serius, kan?" kata Ellyenza dengan nada yang setengah tidak percaya, setengah berharap dia salah dengar. "Kita ini nggak cocok. Kita selalu bertengkar. Kamu ... Kamu itu terlalu serius!"
Kenzie tersenyum kecil, tetapi senyumnya kali ini bukan senyum ejekan yang biasa dia tunjukkan. "Mungkin itu yang bikin aku tertarik sama kamu, Ell. Kamu selalu membuatku berpikir. Kamu nggak takut untuk menentangku, dan aku menghargai itu."
Ellyenza terdiam, matanya masih menatap Kenzie. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin percaya pada kata-kata Kenzie, tetapi perasaan marah dan bingung tentang perjodohan mereka masih mendominasi pikirannya.
"Kamu gila," kata Ellyenza akhirnya, suaranya lebih pelan dari sebelumnya. "Aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan, tapi ini semua terlalu rumit."
Kenzie mendekat sedikit, matanya menatap Ellyenza dengan penuh ketulusan. "Aku tahu ini rumit, Ell. Tapi aku nggak mau menyesal karena nggak bilang yang sebenarnya. Apa pun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa aku serius."
Ellyenza terdiam lagi, merasakan perasaan campur aduk yang semakin kuat. Untuk pertama kalinya, dia merasa Kenzie benar-benar jujur padanya, dan itu membuatnya merasa lebih bingung daripada sebelumnya.
"Aku butuh waktu," bisik Ellyenza akhirnya. "Aku nggak bisa memutuskan sekarang."
Kenzie mengangguk pelan. "Aku akan menunggu."
...• Bersambung •...