Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 : Kita mulai dari awal
Ghina memandang Ezar tak percaya, setelah sekian lama mereka berpisah dan kembali bersama, kenapa yang harus dia dengar pengakuan tidak masuk akal yang baru saja di ungkapkan Ezar?
" Beberapa bulan lalu, aku menikah dengan seorang wanita pilihan opa dan oma." Jujur Ezar.
Wajah Ghina merah padam menahan amarah, dan di sela kemarahannya itu, terbit senyumnya yang mengejek Ezar. " Apa kau anak kecil sampai harus di pilih pilihkan sesuatu oleh keluargamu? Oh tidak, aku pikir kau hanya terpaksa memenuhi permintaan opa dan Oma mu yang tidak pernah merestui hubungan kita. Dan pengakuan mu barusan, kau hanya ingin membuatku cemburu kan? Come on Zar. Waktu yang kita habiskan berdua sangat banyak, masa hanya karena wanita yang tidak tau asal usulnya yang di pilihkan opa dan oma mu bisa menggusur kedudukan ku. Jangan berlebihan Zar. Aku tau kamu hanya menguji cintaku kan?" Harap Ghina.
Ezar menatap Ghina sesaat lalu menggelengkan kepalanya.
" Tidak. Mungkin di awal iya. Aku hanya mengikuti kemauan opa dan Oma, apalagi saat itu opa sedang sekarat. Seperti katamu tadi, terpaksa. Tapi hari demi hari aku lalui bersamanya, keterpaksaan itu berubah ikhlas. Aku menerimanya Ghina."
" Lalu bagaimana denganku?" Netranya sudah mulai memerah pertanda hujan badai akan segera turun.
" Aku minta maaf. Hubungan kita berakhir sampai di sini."
" Tidak bisa Zar. Tidak bisa. Aku mencintaimu." Benar saja, badai air mata di awal hari menjadi pemandangan paling menyakitkan.
Ezar menatap Ghina tidak tega. tapi ini harus dia lakukan untuk menjaga perasaan Zara. Seperti permintaan Zayn tempo hari yang menyuruh Ezar melepaskan Ghina, dan hari ini, akhirnya Ezar melakukannya. Melepas kekasih dan mempertahankan sang istri sah.
" Berusahalah untuk ikhlas Na, pelan pelan kamu juga akan melupakan ku, ini hanya soal waktu saja."
Ghina menangis sesenggukan." Tapi aku tidak bisa Zar."
Ezar berdiri hendak meninggalkan Ghina." Aku sudah mentransfer sejumlah uang ke rekening mu. Dan ini yang terkahir kali aku memberikannya." Ezar berlalu, namun baru beberapa langkah, suara Ghina kembali menghentikan langkahnya.
" Siapa wanita itu?"
Ezar tidak menjawab.
" Apa aku mengenalnya?"
Ezar berbalik, bukan menjawab pertanyaan Ghina tapi memberikan sedikit wejangan untuk Ghina." Pergunakan uang yang ku berikan dengan sebaik baiknya, kurangi kebiasaan shoping mu yang hanya menghambur hamburkan uang saja. Aku pergi."
" TIDAK BISAKAH AKU BERADA DI ANTARA KALIAN? AKU MENCINTAIMU EZAR!!" Pekiknya dengan suara lantang di selingi deraian air mata.
Sayangnya Ezar tidak menggubris dan terus melangkahkan kakinya meninggalkan Ghina yang sangat terpukul dengan keputusan sepihak dari Ezar.
*
*
Waktu makan siang tiba, dan benar aja, Ezar kembali mengunjungi bangsal anak mencari keberadaan Zara.
Namun bukan Zara yang terlihat oleh netranya, tapi Ghina.
Melihat jika yang berada di sana bukanlah wanita yang dia cari, Ezar kembali putar arah.
Dia merogoh ponselnya, mencoba menghubungi Zara yang tidak terlihat batang hidungnya.
Dan beruntung, Ezar melihat Zara sedang berjalan dengan teman nya. Entah dia dari mana, tapi dari kejauhan, Ezar bisa melihat wajah Zara yang terlihat sangat bercahaya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya.
Ezar sengaja berjalan pelan ke arah Zara sembari pura pura memainkan ponselnya. Arah mereka berlawanan, dan semakin lama semakin dekat pula jarak mereka.
Syifa yang lebih dulu melihat Ezar tentu menyapa dengan sopan konsulen bedah thorax tersebut.
Zara pun ikut melihat ke mana Syifa membungkukkan tubuhnya. Zara pun mengikuti Syifa, menyapa dengan sopan. Di sini, Ezar tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Zara, sesaat ia terpana, istrinya sangat cantik bahkan tanpa riasan khas wanita wanita lainnya.
Zara dan Syifa melewati Ezar, dan Ezar tidak bisa melewatkan kesempatan ini. Karena itu, ia memanggil Zara.
" Zara." Panggilnya.
Zara berbalik." Iya dok."
" Ikut dengan ku!" Setelah memberi perintah, Ezar kembali berakting dengan sengaja berjalan dan berusaha tidak berbalik menunggu Zara.
" Kenapa dokter Ezar memanggil mu?" Tanya Syifa penasaran.
" Aku juga tidak tau."' Kata Zara menutupi rasa gugupnya.
" Seingatku, kamu belum pernah berada di stase nya." Syifa mengernyit.
" Entahlah."
Syifa sibuk mempertanyakan Ezar yang tiba tiba saja memanggil Zara, sementara Ezar kembali berbalik dengan menampilkan wajah kesalnya karena Zara tak kunjung menghampirinya.
" ZARA AISYAH!!"
" Iya dok." Akhirnya Zara setengah berlari ke arah Ezar setelah pamit pada Syifa.
Zara kini sudah berada di belakang Ezar. Tidak mungkin baginya berjalan sejajar dengan seorang konsulen apalagi ini koridor rumah sakit di mana banyak mata yang bisa saja memantau mereka.
" Kenapa lama sekali?" Tanyanya sembari berjalan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.
" Maaf dok." Kata Zara tertunduk.
" Tidak ada orang lain selain kita di sini, jadi ubah panggilan mu di saat hanya ada kita berdua."
" Maaf mas."
Keduanya tetap berjalan dengan formasi yang sama sampai mereka tiba di parkiran.
" Masuk." Ujar Ezar setelah membuka pintu mobil untuk Zara.
Zara masuk mengikuti perintah Ezar di susul Ezar yang tidak lama kemudian sudah duduk di belakang kemudi.
" Kamu mau makan apa?" Tanyanya sebelum menyalakan mesin kendaraan.
" Apa saja mas."
Kendaraan mewah itu meninggalkan pelataran parkir rumah sakit Brawijaya.
Di perjalanan.
" Kamu dari mana?" Tanya Ezar merujuk pada Zara yang tadi berpapasan dengannya.
" Aku dari mesjid mas."
" Kenapa aku tidak melihatmu? Sebelum ke bangsal anak mencari mu, aku juga dari sana." Ujarnya terkesan sangat protektif.
" Mungkin mas sudah keluar dan aku baru tiba di mesjid, soalnya tadi datangnya agak telat."
Ezar tak lagi mempermasalahkan perdebatan singkat itu.
" Bagaimana stase barumu? Apa kau menyukainya?"
Zara mengangguk antusias." Nanti setelah jadi dokter, aku mau mengambil residensi pediatric."
" Kamu serius?"
" Iya mas.".
" Kalau aku tidak mengijinkannya bagaimana? Kau masih akan melakukannya?" Goda Ezar.
Zara terkesiap, senyumnya yang merekah sejak awal hilang seketika. Kini dia sudah berani mengajukan protes pada Ezar. " Tapi kenapa tidak boleh? Kan aku sangat menyukainya. Mas tenang saja, aku usahakan tidak akan membebani mas dengan administrasi nya, pokoknya aku harus mendapatkan beasiswa agar bisa mengikuti PPDS tanpa harus menyusahkan mu." Terangnya antusias.
" Aku bukan memikirkan soal biaya nya. Jangankan PPDS, rumah sakit pun kalau kamu minta bisa aku belikan. Aku hanya ingin kamu tinggal di rumah seperti umi Aza dan merawat anak anak kita nantinya."
Deg....
Jantung Zara kembali berdebar. Kini dia merasa semakin di ratu kan oleh Ezar. Tidak ada lagi bantahan yang bisa dia keluarkan ketika sudah berbicara tentang kodratnya sebagai seorang wanita, terlebih seorang istri.
Sunyi beberapa saat, hingga Ezar tak mampu lagi menahan tawanya.
" Aku hanya bercanda." Katanya mengusap kepala Zara dengan lembut." Kamu boleh melanjutkan PPDS mu walau tanpa beasiswa sekalipun."
Tapi ucapan Ezar barusan tidak membuat nya ceria seperti tadi. Kalimat tentang mengurus anak seperti uminya kembali terngiang. Kenapa dia tidak pernah memikirkan hal itu?
" Kenapa?" Tanya Ezar di sela menyetirnya dan sesekali menatap Zara.
" Kenapa tidak pernah terpikir kan akan hal itu mas? Aku hanya sibuk memperhatikan studiku saja. Maafkan aku." Ucapnya tertunduk.
Ezar menepikan mobilnya dan memarkirnya di pelataran sebuah restoran mewah.
Ezar tidak langsung turun begitu mereka tiba. Dia tetap duduk di belakang kemudi sembari memperhatikan wajah Zara yang tertunduk. Perlahan dia menangkup wajah cantik itu." Aku yang harusnya minta maaf padamu. Begitu banyak kesalahan yang aku perbuat, bahkan sampai detik ini aku merasa masih sangat bersalah padamu."
Zara mengangkat wajahnya.
" Kita mulai pelan pelan. Tentang studimu ke depan, itu bisa kita bicarakan sembari menjalani kehidupan rumah tangga kita. Aku akan mendukung semua keputusanmu. Tapi, yang harus kamu ingat, aku tidak akan pernah melarang mu jika memang kamu ingin melanjutkan kuliah setelah kita punya anak."
Zara menatap Ezar.
" Bisakah kita menjalani kehidupan rumah tangga yang sehat mas?"
Ezar mengangguk.
" Bisa, akan aku pastikan itu."
Ezar mengecup kening Zara dengan penuh rasa sayang. Lalu mengusap lembut pipi kanan istrinya.
" Aku sudah mengakhirinya dengan Ghina."
...****************...
stadium akhir 😩
kasian ghina
zara ank msih bayi knp la langsg lanjut pendidikn ny. fokus di rs, urus ank2 dn urus suami dulu knp. sayang x momen ny bnyak melewat kn tumbuh kembang si kembar. toh zara gk kekurangn materi tujuh turunan😁