"Biarkan sejenak aku bersandar padamu dalam hujan badai dan mati lampu ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam hatiku, aku hanya ingin memelukmu ..."
Kata-kata itu masih terngiang dalam ingatan. Bagaimana bisa, seorang Tuan Muda Arogan dan sombong memberikan hatinya untuk seorang pelayan rendah seperti dirinya? Namun takdirnya adalah melahirkan pewarisnya, meskipun cintanya penuh rintangan dan cobaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susi Ana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24.Harapan
Tawa Kakek Arlan membahana, memenuhi ruangan sederhana yang berdinding anyaman bambu. Apalagi ketika beliau melihat wajah putih nan cantik dari cucunya berwarna merah. Ah tidak, wajah itu berubah merah jambu alias pink. Helena malu mendapati kakeknya terus-menerus menggodanya. Sedangkan Lou semakin erat memegang pucuk selimutnya.
"To...tolong Kakek, pinjami aku pakaian. Jika aku hampir dua hari telanjang, aku bisa masuk angin."
Rajuk Lou dengan wajah memelas memohon pengertian dari kakek yang tak henti terbahak-bahak itu. Helena langsung mencubit kakeknya agar menghentikan tawanya.
"Akan ku ambilkan pakaian kak. Tunggu sebentar...."
Kata Helena setelah mencubit gemas paha kakeknya. Gadis belia itu langsung masuk ke kamar kakeknya untuk mencari pakaian yang pantas buat Lou. Sedangkan Kakek Arlan menghentikan tawanya. Cubitan keras cucunya terasa sakit sekali. Sambil duduk, beliau mengelus paha yang habis dicubit cucunya tadi.
"Dia adalah cucuku satu-satunya, Lou. Tadi siang, dia merajuk ingin pergi ke kota besar." Katanya kemudian sambil menatap sedih ke arah Lou.
"Maaf Kakek, aku sudah membuat repot Kakek. Jika Helena pergi, Kakek ikutlah bersama kami...."
Jawaban Lou yang terdengar enteng,membuat Kakek Arlan menatap tajam. Bukankah pemuda dihadapan nya ini sedang kehilangan ingatan nya? Bagaimana bisa mereka ikut dengannya ke kota?
"Apakah ingatan mu sudah kembali, Lou?" Tanyanya menyelidik.
"Belum Kakek. Aku nggak tahu tempat tinggalku. Dan siapa aku? Tapi, aku sanggup menghidupi Kakek dan adik Helena jika kita ke kota nanti, kek. Percayalah padaku."
Jawaban Lou penuh percaya diri. Seolah-olah dia sudah sembuh seratus persen. Padahal luka-luka di tubuhnya masih menganga dan kadang mengeluarkan darah. Jika tidak ditangani dengan benar, luka itu akan infeksi. Dan sembuhnya bisa lama.
"Nama belakang mu, Antaga. Mungkin keluarga besarmu bermarga itu Lou. Jika kamu masih belum ingat, Kakek akan membantumu mencari keluarga mu." Balas Kakek Arlan dengan serius.
"Helena juga, kak Lou. Akan membantu menemukan keluarga mu. Kata Dida, orang yang amnesia harus dekat dengan keluarga nya."
Helena menyahut dari depan pintu kamar kakeknya. Di tangannya, ada setelan celana dan kaos oblong milik kakeknya yang masih layak dipakai. Maklumlah, mereka hidup di pedalaman hutan. Jauh dari hiruk pikuk keramaian. Jadi, pakaian nya pun ala kadarnya.
"Dida?" Tanya Lou heran. Ada sedikit cemburu yang muncul dalam hatinya.
"Teman mainnya, Lou. Maklum, kami hidup di pedalaman. Jadi nggak terlalu banyak orang yang membaur bersama kami. Dida adalah putra kepala suku pedalaman hutan ini. Kadang dia pergi ke kota dan kembali membawa oleh-oleh untuknya."
Penjelasan Kakek Arlan membukakan hati Lou, betapa Dida mencintai Helena. Lou sudah nggak punya tempat di hati gadis belia itu. Mungkin mereka adalah pasangan muda-mudi yang serasi. Usia keduanya mungkin sama. Helena nggak mungkin jatuh cinta pada pemuda setua dirinya. Mungkin selisih usianya empat atau lima tahunan. Lou sangat tua baginya. Lou langsung diam.
"Nih, kak. Pakailah, moga pas di tubuh kakak Lou yang tinggi."
Helena menyerahkan pakaian itu. Dan Lou pun menerima nya sambil menarik selimutnya. Helena menatap sang Kakek. Dan Kakek pun mengerti.
"Biar Kakek yang membantunya. Helena keluar sebentar ya?"
Kata Helena sambil tersenyum ke arah Lou dan mencubit paha Kakek nya lagi. Tak ayal, terdengar jeritan kesakitan Kakek Arlan. Ganti Helena yang tertawa lepas sambil meninggalkan mereka berdua.
"Gadis nakal!! Awas ya!!"
"Maafkan dia, kek. Mungkin itulah tanda yang ditunjukkan nya sebagai kasih sayang pada Kakek. Hehehe."
Lou terkekeh melihat wajah Kakek Arlan bersungut-sungut menahan sakit lagi pada pahanya. Lou berusaha memakai sendiri pakaian itu. Walaupun harus menahan sakit dan nyeri pada sekujur tubuhnya. Kakek pun dengan gesit membantunya, saat Lou hampir terjatuh di sisi ranjang.
"Hati-hati, jangan sampai lukamu terbuka lagi!" Kata beliau sambil mencoba memakaikan kaos oblong pada tubuh Lou yang tinggi.
"Terima kasih Kakek, maaf saya sudah sangat merepotkan Kakek dan adik Helena."
Lou merasa malu dan bersalah. Lagi-lagi ingatan tentang ucapan Bahama sekilas terdengar di telinganya. Samar-samar Lou mendengar suara itu.
"Dasar Lou!! Tukang tidur!! Tukang repotin orang!! Jika kamu nggak mau terlambat, pulang pergi sendiri saja?! Jangan selalu merepotkan aku!! Selalu minta diantar-jemput seperti layaknya aku kekasihmu saja!!"
Omelan itu mendadak Lou mengingat nya. Lou terpaku diam sambil berdiri. Kakek Arlan menatapnya heran. Dan langsung menepuk pelan pundaknya.
"Ada apa?"
"Ng....sekilas tadi, ingatan tentangku muncul kek."
"Pelan-pelan saja, jangan dipaksa!"
"Baik, kek."
"Wah syukurlah, pakaian itu pas di badanmu kak Lou!"
Helena masuk sambil membawa secangkir ramuan lagi. Lou langsung mundur saat melihat ramuan berwarna hijau dan agak kehitaman di tangan gadis belia tersebut. Dia takut jika disuruh minum lagi. Pahitnya minta ampun.
"Ayo, minumlah ramuan ini. Cucuku sudah susah payah merebusnya. Ramuan ini berfungsi memulihkan tenagamu."
Kata Kakek Arlan sambil mengambil cangkir yang ditangan Helena dan memberikannya pada Lou. Sebenarnya, tangan Lou enggan menerima nya. Tapi tangan Kakek terkesan memaksanya.
"Se sebenarnya, obat aspirin tadi lebih lumayan daripada ramuan ini kek...." Kata Lou dengan wajah memelas, dia nggak mau lagi minum ramuan itu.
"Jangan belagu ya!? Ku tendang keluar saja dirimu, biar pingsan lagi?!"
Ancam Kakek Arlan yang nggak main-main dengan ancamannya itu. Helena pun melotot kaget, sedangkan Lou langsung nyengir. Takut jika ancaman itu benar-benar dilakukan.
"Kakek?!" Helena melotot dan mendekati kakeknya dengan jari yang mencubit agar kakeknya tidak melakukan yang diucapkannya. Jika tidak, jari cantiknya akan mendarat lagi ke paha tua itu.
"Hehehe cuma becanda, Kakek nggak serius. Nah, Helena...sudah malam. Lebih baik kau tidur. Biar Kakek yang berjaga."
Kakek Arlan mencoba merayu cucunya. Beliau sudah kena cubitan dua kali dan merasa sakit sekali. Beliau nggak mau terjadi cubitan yang ketiga. Apalagi cubitan cucunya mendarat di paha yang sama.
"Helena nggak ngantuk kok, Kakek saja yang istirahat. Biar aku yang menjaga kakak Lou." Balas Helena serius dan duduk di sisi ranjang, di mana Lou membaringkan badannya.
"Huh!! Lou yang keenakan di jaga sama cucu cantik ku!!" Balasan Kakek Arlan terdengar cemburu. Membuat Lou merasa geli, sedangkan Helena hanya tersenyum saja.
"Hihihi, jangan cemas kek. Aku nggak akan macam-macam kok. Bahkan aku senang dianggap sebagai kakaknya. Maklum, aku anak tunggal sih. Eh??"
Lou tiba-tiba bingung saat sekilas ia ingat masa lalunya dan kepalanya nggak merasa sakit lagi. Sifat bingungnya itu langsung membuat Helena mengerti, sedangkan kakeknya sudah menguap beberapa kali, berusaha membuka mata meskipun rasa kantuk menderanya.
"Aha?? Kakak sudah ingat siapa dirimu? Apakah sakit di kepalamu tidak muncul lagi? Kek!! Kakek!?"
Helena sangat gembira, dan langsung menubruk kakeknya yang sekejap hampir tidur. Beliau geragapan mendapati teriakan dari cucunya yang gencar memanggilnya. Beliau heran, bukankah tadi cucunya yang menyuruhnya untuk istirahat? Baru ditinggal istirahat sebentar, terjadi kehebohan lagi. Kakek pun bangun sambil mengucek-ucek matanya. Helena terlihat berbinar-binar menatap Kakek dan Lou bergantian. Mungkinkah ingatan Lou kembali secepat itu??