Menikah adalah hal yang membahagiakan. Tapi tidak saat aku menikah. Menikah membawaku kedalam jurang kesakitan. Dilukai berkali-kali. Menyaksikan suamiku berganti pasangan setiap hari adalah hal yang lumrah untuk ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Diam membeku dalam keterkejutan. Sejak kapan Tomi dan pasukannya ada dibelakangnya dan mendengar serta melihat apa yang terjadi tadi? Naina terus saja larut dalam keterkejutan.
" Nona, Tuan meminta anda untuk segera datang kepadanya. Tuan ada di lobby utama. Pengawal akan mengantar anda kesana. " Tomi berucap sopan kepada Naina. Berbanding terbalik saat menatap dua wanita yang sedari tadi sibuk memaki Istri Tuannya itu.
Tidak ada lagi yang bisa Naina katakan. Ia memilih untuk mengikuti apa yang dikatakan Tomi.
" Ini untuk gaun yang dipakai oleh Nona kami. " Tomi menyerahkan kartu pembayaran untuk membeli gaun yang dipakai Naina.
" Ini? ba baiklah. " Penjaga salon yang melihat black card dari tangan Tomi hanya bisa merasa gugup sembari mengingat bagaimana ia melayani Nona tadi. Semoga saja dia tidak melakukan kesalahan batinnya.
" Dan untuk para Nona ini. Ingatlah wajah Nona kami dengan baik. Dan ingat. Jangan melakukan hal yang sama seperti ini. Semoga kalian beruntung. " Tomi meninggalkan senyum tipis yang bermakna ancaman. Kedua wanita itu hanya bisa menggigil ngeri. Jelas sekali terlihat, Lelaki yang nampak gagah berkharisma ini bukanlah orang yang bisa diremehkan. Jika orang yang sesempurna dia hanyalah seorang bawahan, tidak bisa dibayangkan bagaimana dengan Tuan yang dia maksut.
" Baiklah. Tuan, kami sungguh minta maaf. Kami tidak akan mengulanginya lagi.
Tomi berlalu tanpa membalas tanggapan kedua wanita itu. Tomi lebih suka menyelesaikan masalah dengan damai jika masalahnya tidak diketahui oleh Tuannya.
Naina berjalan menuju mobil Arsen yang terparkir di depan lobby. Dengan susah payah, Naina berjalan sembari menjinjing gaun yang menjuntai ke lantai. Sepatu berhak tinggi yang terpaksa ia gunakan membuat Naina harus terus berjalan dengan sangat ekstra hati-hati.
" Silahkan Nona. " Ucap salah satu penjaga yang biasanya terus berada di dekat Arsen. Membukakan pintu untuk Naina sembari membungkuk sopan.
Naina berjalan mendekat. Naina mengerutkan dahinya saat melihat Arsen yang berada didalam mobil. " Kau yakin aku duduk di sini? " Naina memastikan dulu sebelum terlanjur duduk. Maklum saja, jangankan untuk berada disamping Arsen. Melihatnya saja, Naina harus terus mengisi daya sabar dihatinya.
" Tentu saja. " Naina tidak bisa lagi dan tidak mau lagi memastikan kembali. Sudahlah, lebih baik berdoa saja agar manusia berhati serigala itu tidak menunjukkan sifatnya sekarang batinnya.
Kurang ajar! banyak sekali wanita yang begitu ingin bersamaku didalam mobil pribadiku. Tapi perempuan ini begitu tidak rela duduk di sampingku. Arsen yang terus mencuri pandang merasa kesal saat melihat ekspresi Naina yang nampak jelas keberatan berada di sampingnya.
Aku harus menjaga jarak darinya. Kalau saja tersentuh sedikit, sudah pasti kepalaku melayang dibuatnya. Naina mengambil posisi duduk sedekat mungkin dengan pintu mobil. Berharap tak menimbulkan kekesalan, Naina bahkan mengatur nafasnya agar tak terlalu terdengar hembusan nafasnya.
*Wanita ini benar-benar membuat suasana hatiku menjadi buruk. Apa maksutnya menjaga jarak dariku?
Cih! wajahnya selalu saja terlihat marah*. Naina melihat wajah Arsen karena tak sengaja mengalihkan pandangan.
Sesampainya di tempat tujuan. Arsen lebih dulu keluar dari mobil lalu di susul oleh Naina. Naina yang terlihat repot dengan gaun dan sepatunya, membuat Arsen yang tadinya malas untuk memperhatikan, akhirnya tanpa sadar dia terus melihat Naina.
Naina terdiam sesaat setelah pandangan matanya bertemu dengan Arsen. Kenapa melihatku begitu? apa aku tanpa sadar membuatnya kesal? cih! sayang sekali. Wajah setampan itu selalu terlihat kesal. Naina membatin sembari berjalan ke arah Arsen yang sudah berdiri tak jauh darinya.
" Tuan, " Panggil Tomi sembari menunjukkan jalan untuk segera memasuki ruangan. Arsen yang sedari tadi hanyut dalam kekaguman karena, baru kali ini dia melihat Naina terlihat begitu cantik. Arsen tersadar.
" Baiklah. Ayo. " Arsen meregangkan lengannya dengan maksut agar Naina melingkarkan tangannya disana.
Naina mengerutkan dahinya penuh tanya melihat tatapan dan apa yang di maksut Arsen.
Apa maksutnya? kata Ayo berarti mari kita pergi kan? apa ada makna lain dari kata ayo?
" Kau mau membuatku mati kesal ya?! " Tatapan mata Arsen yang terlihat marah. Bagaimana tidak? sedari tadi dia sudah meregangkan lengannya, tapi tak juga disambut oleh Naina. Arsen mulai menebak-nebak. Apakah Naina merasa jijik? menebak-nebak justru malah membuatnya menjadi marah.
" Maaf Tuan. Kalau begitu mari kita masuk. " Naina yang sudah tidak mengerti maksut Arsen akhirnya memutuskan untuk masuk. Dari pada hanya pusing memikirkan apa yang Arsen inginkan, bukankah lebih baik masuk kedalam dan menjaga jarak dari Arsen? Maklum saja, bagi Naina, Arsen bagaikan kaktus. Kalau terlalu dekat akan lebih mudah tertusuk durinya.
" Kau sudah tidak sayang nyawamu ya?! " Naina menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Arsen. Memutar tubuhnya agar berada di arah yang menghadapkan tubuhnya kepada Arsen.
Apa maksut mu Tuan pemarah? memang apa salahku? " Maaf Tuan, apa sebenarnya yang harus aku lakukan?
Tomi terus saja menggelengkan kepala keheranan. Yang satunya terlalu polos, yang satunya lagi jiga tidak tanggap jika Naina tidak pernah berpacaran apalagi menghadiri pesta dengan lawan jenis. " Nona, lingkarkan lengan anda di lengan Tuan muda.
*Eh? jadi maksutnya itu? kenapa tidak terus terang saja? dasar raja amarah!
Cih! dasar bodoh*!
Naina melingkarkan lengannya di lengan Arsen. Entah mengapa, ada perasaan yang aneh dihatinya. Seperti, Naina pernah melakukan ini dengan Arsen sebelumnya.
Arsen melangkahkan kaki pelan mengimbangi langkah Naina yang masih saja belum terbiasa dengan sepatu berhak tinggi serta gaun yang menjuntai ke lantai. Ada seulas senyum dibibir Arsen. Rasanya, hal sederhana ini membuat hatinya sedikit menghangat. Sentuhan tangan Naina hembusan nafas Naina, wangi aroma tubuh Naina yang tercium seolah menyatu bersama udara di sekeliling Arsen.
Tomi tersenyum melihat Tuannya yang terlihat begitu berbeda. Ini adalah untuk yang pertama kali Arsen mau memikirkan wanita. Terbukti saat Arsen tidak keberatan mengimbangi langkah Naina. Jika saja itu wanita lain, sudah pasti Arsen akan menendangnya agar mempercepat langkah kakinya.
" Dengar, kau tidak boleh menceritakan hal buruk tentangku kepada kakekku. Kau mengerti? " Arsen berucap dengan suara yang terdengar lirih namun sangat jelas untuk dilihat.
" Baik Tuan. Dasar aneh! membicarakan mu? yang benar saja? menyebut mamamu saja aku sangat tidak mau.
" Naina? " Suara seorang pria yang terlihat gagah meski telah termakan usia.
" Iya. " Naina menoleh ke arah sumber suara dan tersenyum menyambutnya.
" Akhirnya kita bertemu lagi. " Ujarnya sembari meraih tangan Naina.
Lagi? kapan aku bertemu dengan kakek ini?. Naina tersenyum sembari mengangguk sopan.
" Kau pasti sudah melupakanku. Maaf aku belum sempat menemui mu bahkan aku tidak hadir saat kalian menikah.
" Itu, tidak apa-apa kakek. " Naina yang bingung dan tidak tahu dengan siapa dia berbicara hanya bisa menjawab sebisa mungkin.
" Aku adalah kakeknya Arsen dan sekarang aku juga kakek mu.
............................