Tiga sekolah besar dibangun pemerintah untuk menampung anak-anak yang memiliki talenta. Salah satu dari tiga sekolah itu, membuat sebuah kelas khusus untuk mereka yang mempunyai potensi terpendam dan dapat membantu negara, dan dengan berbagai cara mereka mencari dan memasukan anak-anak yang memiliki bakat khusus untuk masuk kesekolah mereka.
Seorang programer yang merahasiakan identitasnya, tiba-tiba didatangi tiga orang kepala sekolah ternama, agar bergabung dengan mereka. Setelah bergabung, dia juga dimasukan ke kelas zero dengan kode name 'RAVEN', sebagai seorang programer dengan rekannya Mius, agar bisa dilatih menjadi agen rahasia pemerintahan.
Satu per satu identitasnya mulai bermunculan, bersamaan dengan kebenaran akan dirinya yang ada di sekolah itu.
.
.
.
.
semua itu terjadi di-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Night 7: Selection
…
Aku segera menangkap tangan Su dan meraih tangannya Loch yang sudah siap bergerak untuk menghentikan mereka berdua dan juga aku melirik kearah Kei dan Arka agar mereka berdua juga tenang.
"Hah, kalian dihentikan oleh anak kelas satu." tutur Lum melihat aku mencegah Loch dan lainnya
"Sebagai kakak kelas kalian benaran ngak ada wibawanya, kalian memang benar-benar sam-" ucapan Lum seketika terhenti ketika mendengar suara shooter kamera
"Mana-mana, coba dilihat." ujarku sambil memperhatikan foto yang aku ambil
"Mana, kami lihat juga dong." ujar Su mendekat, begitu juga dengan Loch, Arka dan Kei
"Oh, wajar dia berani menggertak begitu, ternyata dia juga anak orang yang punya ya." tutur Kei
"Tapi aku penasaran kenapa dia bisa masuk kesini, coba lihat angkanya yang disini, pas-pasan, mungkin dia nyogok pakai koneksi juga." ujar Su balas menyindir
"Mungkin dia itu anak titipan, hehehe." balas Arka
"Jadi kita nggak usah ngeladenin dia, kan itu memang hobi dan kebiasaannya." sambung Loch cuek
"Ya, sebaiknya kita lanjutin aja acaranya, kita nggak mungkinkan nggak kan belajar, jika dia berulah lagi anggap aja nggak dengar apa-apa." tutur ku sambil memasukan ponselku ke saku
Lum yang berpikir kalau kami yang membicarakan dirinya mulai merasa kesal dan bersiap untuk menghampiri kami lagi.
"Ya sudah, kita lanjutin acara kita, anggap saja itu sebagai iklan yang lewat." ujar Loch
"Woi, apa yang kalian lakukan tadi?" tutur Lum berteriak ke kami berlima
"Di dalam kertas ini, ada nama-nama mereka yang mengajukan diri untuk gabung dengan OSIS dan juga sudah kami seleksi, jadi bagi yang sudah menyerahkan namanya tapi tidak kami pilih jangan kecewa, oke." tutur Arka
"Baiklah, kami akan panggil nama kalian dan segera ke podium untuk mereka yang kami panggil." lanjut Kei lalu memanggil satu persatu dari mereka
"Woi, sampah, kalian tidak dengar apa, aku bertanya apa yang kalian lakukan tadi?" bentak Lum sambil menerobos ke depan podium
Kami sudah tidak bisa mentolerir lagi sikapnya yang sudah mulai kelewatan batas itu. Aku dan Su mulai bertindak dan dengan cepat sudah berada disamping Lum dengan stun gun yang berada di punggung dan juga di dadanya Lum.
"Wah, sungguh disayangkan, padahal namamu ada disini, tapi karena sikapmu yang seperti itu, maaf kami terpaksa bilang... selamat tinggal." ujar Kei yang berjongkok di podium tetap dihadapan Lum lalu mencoret namanya di kertas bersamaan dengan aku dan Su yang menembakan stun gun kami ke tubuh Lum
Seperti yang dikira, Lum langsung jatuh pingsan tepat setelah kami berdua menembak dia dengan stun gun. Beberapa anggota OSIS yang lainnya berdatangan ke arah kami dan langsung mengangkut Lum yang tersungkur ke UKS.
Apa yang terjadi didepan mata mereka sungguh membuat otak mereka berhenti tak dapat mereka cerna dengan cermat sampai Loch mulai melanjutkan kegiatan itu menyadarkan mereka.
Kei dan Arka masih melanjutkan memanggil nama mereka yang sudah menyerahkan namanya ke OSIS sampai selesai.
"Itulah nama terakhir yang mengajukan nama mereka." tutur Kei yang selesai memanggil
"Dan satu hal lagi, ini adalah mereka yang langsung kami pilih dari apa yang telah kami dan dewan guru amati selama ini." ujar Loch
"Kelas dua, Lea Apnindia, Ruru Wijian, Ann Giofra, dan Bobi Murt, kelas satu, Ghea Thirtasari, Meaz Andrew dan juga Audrey Smirt, mereka bertujuh langsung kami pilih silahkan kesini." lanjut Loch
Mereka bertujuh tak serta merta langsung berjalan ke podium, mereka masih bengong terkejut dengan apa yang mereka dengar barusan. Apa yang mereka nilai sehingga kami langsung dipilih jadi anggota OSIS.
"Hei, kalian kenapa bengong, ayo kemari." tutur Su
Mereka bertujuh langsung tersentak saat Su memanggil mereka lagi.
Setelah Audre dan lainnya dipanggung, barulah alat-alat yang dari tadi mereka bawa digunakan untuk mereka yang dari tadi sudah menunggu dipanggung. Selesai itu Han Li Yan masuk dan menaiki podium siap untuk melantik dan mengukuhkan mereka sebagai anggota resmi dari OSIS.
"Seluruh anggota OSIS baik yang lama maupun yang baru saja dilantik, untuk tidak meninggalkan ruangan ini, dan bagi yang lainnya diharapkan segera kembali keruangan masing-masing." tutur Li Yan ke semua siswanya
...***...
Kegiatan sekolah sudah mulai berjalan lagi setelah kegiatan yang dilakukan di Gymnasium, Aula Heaven, evaluasi akademi dan juga pelantikan para anggota OSIS baru.
Seperti apa yang dikatakan oleh Han Li Yan saat evaluasi kemarin, kini terdapat seragam yang berbeda dari kebanyakan siswa yang ada di Sky Heaven, seragam itu tak lain adalah para siswa kelas zero yang berbalut seragam serba putih dengan beberapa pola dibeberapa sudut seragam mereka.
Hal itu memang membuat banyak perbedaan dari siswa-siswi yang lainnya, namun ini adalah aturan yang dibuat di Sky Heaven ini.
Perbedaan besar ini memang sungguh membuatku risih, biasanya aku menyembunyikan diriku, namun kini semuanya tampak sangat mencolok untuk tidak disembunyikan lagi.
Siswa-siswi reguler terus memandang kearah anak kelas zero dengan pandangan yang seolah mengatakan
'Oh, ternyata mereka.'
Aku masih memakai penampilan lamaku agar tak terlalu mencolok di lihat orang setelah tahu kalau aku salah satu orang yang penting disekolah ini.
Rambut hitam kusam dan kaca mata bulat, walaupun begitu karena seragam ini, aku masih saja diperhatikan disepanjang jalan walau bukan hanya aku saja yang seperti itu.
"Kamu memperhatikan nggak apa yang terjadi kemarin?"
"Maksudmu yang terjadi didekat panggung itu?"
"Iya, yang saat itu, sungguh tak bisa dipercaya."
"Benar tuh, aku saja sampai terbengong dibuatnya, apalagi gerakan mereka sungguh cepat, dalam sekejap sudah berada di dekat kakak kelas itu."
"Ah, aku jadi iri dengan siswi pindahan itu."
"Iri?" jawab yang lainnya
"Iya, sudah direkrut langsung oleh kepala sekolah, ditunjuk jadi kaisar kelima pula oleh presiden, dan juga dia anak kelas zero pula, jadi tambah enak hidupnya." jawabnya
"Ah, coba aku satu kelas dengan dia." lanjutnya
Para siswi itu terus bergosip membahas apa yang terjadi kemarin sekali-kali melirik kearah ruang OSIS dengan cara menghalangi jalan, memang sih jalan itu jarang untuk dilewati para murid.
"Ehemp, permisi" tutur ku lembut
"Eh, ah iya" jawab mereka, lalu membuka jalan
"Terima kasih" jawabku
Setelah mereka memberi jalan, aku segera melewatinya, berjalan ke tujuan awalku tadi. Mereka mulai berbisik ria lagi.
"Hei, itu seragam anak kelas zero kan, dia angkatan berapa, aku belum pernah lihat wajahnya"
"Mungkin dia itu kakak kelas, wajar kan kita yang anak kelas satu ngak kenal dia."
"Tapi kenapa dia menuju ruang OSIS?"
"Entah, tak tahu lah." jawab yang lainnya
Aku terus berjalan dan terus mendengar ocehan dari mereka, sampai sebuah suara memanggil ku.
"Junian..." teriak Audrey yang bersamaan dengan Meaz
......................