NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 30: Tawaran dari Revan

Alfariel terbangun dengan mata sembab sisa semalam yang penuh emosi masih tergambar jelas di wajahnya. Cahaya pagi yang menerobos tirai kamar tidak mampu mengusir perasaan sesak di dadanya. Dia melirik ponsel yang tergeletak di nakas samping tempat tidur, benda pertama yang dia cari begitu kesadarannya kembali. Dengan gerakan lambat, dia mengambil ponsel itu dan membuka chat terakhir dari Aletta.

Kata-kata Aletta yang penuh ketegasan terpampang di layar. Alfariel membacanya sekilas. Entah mengapa, dia tidak punya keberanian untuk membalas pesan itu. Dia hanya memejamkan mata sejenak, membiarkan pesan itu mengendap di pikirannya, berusaha menenangkan diri dari perasaan bersalah yang terus menghantuinya.

Ponselnya tiba-tiba berdering, memecah keheningan pagi. Nama Abyan muncul di layar, membuat Alfariel tersentak dari lamunannya. Dia segera menggeser layar untuk menjawab panggilan itu.

“Halo, By,” suara Alfariel terdengar serak, mencerminkan kelelahan yang belum sepenuhnya hilang.

“Al, lo baik-baik aja? Kemarin gue coba hubungi lo, tapi nggak ada jawaban,” suara Abyan terdengar khawatir di seberang sana.

“Maaf, By. Gue lagi nggak bisa angkat telepon kemarin malam,” jawab Alfariel singkat.

“Gue ngerti, nggak apa-apa. Tapi gue ada kabar penting, Al. Gengnya Kak Revan minta ketemu sama anak-anak Black Secret. Pertemuannya di base camp kita jam 10 pagi nanti. Lo sebagai ketua harus setujuin ini dulu sebelum gue kasih kabar ke mereka,” jelas Abyan.

Alfariel menghela napas panjang, berusaha mencerna informasi itu. “Oke, gue setuju. Sampaikan ke Kak Revan kalau kita bakal datang.”

"Siap! Nanti gue juga bakal ngasih tahu anak-anak buat bersiap-siap. Oh iya, gue jemput lo aja ke rumah ya, biar kita langsung bareng ke base camp," ujar Abyan.

“Oke, gue tunggu di rumah. Thanks, By,” balas Alfariel.

Setelah panggilan berakhir, Alfariel meletakkan ponselnya kembali di atas nakas. Dia kembali termenung, mencoba menyusun pikirannya yang masih kacau. Pertemuan dengan gengnya Revan adalah hal yang penting, tetapi dia tidak bisa mengabaikan pergulatan emosinya yang belum selesai. Pesan dari Aletta terus menghantui benaknya, memaksanya untuk mempertimbangkan setiap keputusan yang akan dia ambil.

Alfariel bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Air dingin yang membasuh wajahnya seolah membawa sedikit kejernihan pada pikirannya. Satu hal yang pasti, dia tahu hari ini bukan hanya tentang pertemuan geng. Ada sesuatu yang lebih besar yang harus dia perjuangkan.

Dengan langkah berat, dia kembali ke kamarnya dan mulai bersiap. Pikirannya melayang ke arah Aletta. Dia tahu, jika benar ingin berubah, semuanya harus dimulai dari dirinya sendiri. Tidak ada lagi alasan untuk menunda.

Pukul 9:30, Abyan tiba di depan rumah Alfariel dengan sepeda motornya. Alfariel yang sudah siap keluar dari rumah, membawa ransel kecil di punggungnya.

“Lo kelihatan capek banget, Al. Lo yakin nggak apa-apa?” tanya Abyan begitu Alfariel naik ke motor.

“Gue nggak apa-apa, By. Thanks udah khawatirin gue,” jawab Alfariel sambil memasang helm.

Abyan tidak bertanya lebih jauh, tetapi dia bisa merasakan ada yang berbeda dari sahabatnya itu. Dalam perjalanan menuju base camp, mereka berdua lebih banyak diam, hanya suara motor yang mengisi keheningan.

***

Suasana di base camp sudah cukup ramai. Anggota geng Black Secret tampak berkumpul di meja panjang. Sementara itu, dari kejauhan terdengar suara nyanyian yang begitu familiar.

Bagas bernyanyi dengan suara yang lantang, meskipun terdengar sedikit sumbang,

“Kau bermasalah jiwa aku pun rada gila,

Jodoh akal-akalan neraka kita bersama,

Kau langganan menangis lakimu muntah-muntah,

Begitu terus sampai iblis tobat dan sedekah.”

Zidan yang duduk di pojok sambil memainkan ponsel tampak tidak tahan lagi. Dia menutup telinganya dengan telapak tangannya. "Aduh, ini telinga gue kena apaan sih pagi-pagi begini?" keluhnya, wajahnya tampak mengerut seakan kesal.

Fariz dan Gibran yang duduk tidak jauh dari Zidan hanya tersenyum kecil sambil menahan tawa. Mereka tahu betul Zidan sudah di ujung kesabarannya menghadapi suara itu.

"Tapi sebelumnya sejuta sayang untukmu cin—”

"Kak, please, udahan ya. Gendang telinga gue serasa mau pecah denger suara ajaib lo!" Zidan menyandarkan kepalanya di meja, menatap Bagas dengan tatapan penuh harap.

Bagas justru tersenyum lebar, bukannya merasa bersalah. "Kenapa? Bagus ya? Sampai gue disuruh berhenti. Baper sama suara gue kan lo?"

Tanpa menunggu jawaban, Bagas mendekati Zidan sambil membawa buku tulis yang digulung, jelas-jelas menganggapnya sebagai mikrofon. "Lo jangan terharu denger suara gue dong. Gue jadi ikutan baper juga nih," ucapnya sambil mengusap sudut matanya pura-pura berair. Kemudian, dia menepuk-nepuk bahu Zidan dengan gaya sok dramatis.

Zidan mendengus. "Kak Bagas, serius deh, lo mending nyanyi buat ngusir burung di sawah aja. Itu suara knalpot rusak lo kayaknya cocok banget deh"

Tawa langsung meledak dari seluruh anggota geng, mereka tidak bisa menahan diri mendengar lelucon Zidan yang berhasil membuat suasana semakin hidup.

Alfariel dan Abyan tiba di base camp tepat saat suasana sedang riuh oleh tawa anggota geng. Keduanya saling bertukar pandang.

“Apa gue salah masuk tempat?” bisik Abyan pura-pura kebingungan.

“Nggak, ini tempat yang benar. Cuma anak-anak Black Secret emang kadang suka kebanyakan micin,” balas Alfariel sambil tersenyum tipis.

Begitu mereka mendekat, Fariz melambaikan tangan. “Eh, Al, By! Akhirnya kalian datang juga.”

Alfariel langsung menyalami satu per satu anggota geng Black Secret dan gengnya Revan. Senyum tipis menghiasi wajahnya, meskipun ada sedikit ketegangan yang dia sembunyikan. Ketika giliran bersalaman dengan Revan, atmosfer di antara mereka berubah sedikit kaku. Sorot mata Alfariel menyiratkan kenangan akan pertemuan terakhir mereka yang berakhir dengan perselisihan panas akibat kekalahan tanding basket.

“Kak Revan,” sapa Alfariel singkat, suaranya terdengar datar namun tetap sopan. Dia berusaha keras menjaga nada bicaranya agar tidak mengungkapkan apa yang ada di hatinya.

Revan menyambut uluran tangan itu dengan tegas, bahkan memberikan sedikit tekanan pada genggaman mereka. “Alfariel,” ucapnya tersenyum tipis. Ada nada tulus dalam suaranya meskipun matanya tetap tajam. “Gue senang lo akhirnya datang. Gue tahu mungkin lo masih nggak nyaman soal terakhir kali kita ketemu, tapi percaya deh, kali ini gue nggak ada niat buruk.”

Alfariel mengangguk pelan. Dia masih menyimpan sedikit rasa was-was. “Gue cuma penasaran, kenapa lo ngumpulin geng Black Secret dan geng lo di base camp gue?” tanyanya langsung memotong basa-basi.

Revan tersenyum kecil sebelum menjawab. “Santai, Al. Nanti gue jelasin semuanya. Oh ya, kenalin anggota geng gue dulu biar makin akrab.”

Revan menoleh ke belakang, menunjuk empat pemuda yang duduk santai. “Ini Bagas, Raka, Angga, sama Satria."

“Btw, Kak, nama geng lo apa?” tanyan Abyan dengan nada antusias.

Revan mengangkat alis seolah bangga lalu menjawab singkat, “STMJ.”

“STMJ?” Fariz yang duduk di dekat Zidan langsung melontarkan pertanyaan dengan dahi berkerut. “Apaan tuh STMJ?”

Alfariel mengernyitkan dahi. “STMJ? Maksudnya susu telur madu jahe?”

Bagas yang merasa tersinggung dengan nada skeptis mereka, langsung menyela dengan wajah penuh keyakinan. “Bukan gitu, Al! STMJ itu singkatan dari Super Tampan, Menggemaskan, dan Jenius.”

Pernyataannya justru memancing gelombang tawa dari geng Black Secret. Tawa paling keras datang dari Zidan yang seperti biasa tidak bisa menahan komentar pedasnya. “Seriusan, Kak? Namanya alay banget sumpah!”

Bagas pura-pura tersinggung. “Eh, lo jangan sembarangan ngomong. Nama geng kita punya filosofi mendalam tau!” katanya sambil menepuk dadanya dengan gaya sok berwibawa.

Angga pura-pura merengut. “Lo semua nih nggak ngerti seni branding. Nama itu penting, tau!”

Satria ikut menambahkan dengan gaya sok bijak. “Bener, nama adalah doa. Kalau nama geng kita keren, otomatis kita juga makin keren.”

Zidan mencibir. “Iya, doa lo dikabulin setengah doang kayaknya. Super tampan kagak, menggemaskan apalagi.”

Revan yang sejak tadi berusaha menjaga wibawanya akhirnya memotong. “Udah-udah, cukup. Kita di sini buat bahas hal serius.”

Semua orang mulai tenang, meskipun beberapa dari mereka masih menahan tawa. Revan menarik napas panjang sebelum memulai. “Gue di sini karena ada hal penting yang harus gue bicarakan. Dua minggu lalu, tim basket SMA Global lawan SMA Mentari. Lo tahu kan, tim gue kalah?”

Fariz mengangguk. “Iya, gue denger beritanya. Pertandingannya katanya panas banget.”

“Bukan cuma panas, tapi penuh kecurangan,” ucap Revan dengan nada serius. “Gue curiga ada suap dari SMA Mentari ke wasit.”

“Serius, Kak?” tanya Abyan, matanya membesar.

Revan mengangguk. “Wasit kelihatan nggak fair. Pelatih gue juga curiga, tapi kita nggak punya bukti.”

“Kenapa lo nggak lapor aja ke panitia?” tanya Zidan.

“Gue curiga, panitianya juga ada yang main belakang,” ujar Revan sambil menghela napas panjang. Wajahnya menunjukkan ekspresi frustrasi yang sulit disembunyikan. “Masalahnya, kita nggak punya bukti konkret. Kalau kita nekat ngelapor tanpa bukti, laporan kita pasti cuma dianggap angin lalu.”

Dia berhenti sejenak, menatap Alfariel dan geng Black Secret dengan sorot mata penuh harap. “Itulah kenapa gue butuh bantuan kalian. Gue tahu kalian punya jaringan yang luas dan kemampuan buat ngumpulin informasi. Kalau ada yang bisa bantu gue bongkar ini, gue yakin itu kalian.”

Gibran kali ini terlihat serius. “Jadi lo pengen kita nyari bukti? Kalau gitu kita harus cari tahu dulu siapa aja yang terlibat dan gimana caranya mereka main curang.”

Abyan mengangguk, mencoba mencerna informasi itu. “Tapi, Kak, ini nggak bakal gampang. Kalau benar ada suap, mereka pasti nutupin jejaknya rapat-rapat.”

Revan menepuk meja dengan mantap. “Gue nggak bilang ini bakal gampang. Tapi kalau kita nggak mulai sekarang, keadilan nggak akan pernah tegak. Lo mau selamanya dibohongin sama sistem yang korup?”

Alfariel menghela napas panjang. Dia tahu betul ini adalah situasi sulit. Namun, di balik keraguannya, ada rasa tanggung jawab yang mulai tumbuh. Dia menatap Revan dengan tegas. “Gue ngerti. Kita bakal bantu lo, Kak. Tapi kita butuh rencana yang matang. Kalau nggak, semuanya bakal sia-sia.”

Revan tersenyum tipis, terlihat sedikit lega. “Makanya gue percaya sama kalian. Gue yakin kita bisa selesain ini bareng-bareng.”

Fariz tiba-tiba menyelutuk. “Tunggu deh, Kak. Kalau wasitnya udah dibayar, kita suap balik aja. Biar fair.”

Semua orang menoleh ke Fariz dengan tatapan bingung.

“Genius banget ide lo,” sindir Zidan sambil menepuk jidat. “Lo mau kita balapan suap?"

Tawa langsung pecah lagi, sedangkan Fariz hanya meringis malu.

Gibran yang mulai kehilangan kesabaran, mengangkat tangan. “Fokus, Guys! Kita di sini nggak buat ngebahas nyuap balik atau cara curang lainnya. Tujuan kita cuma satu, ngumpulin bukti dan ngungkap semua kecurangan ini dengan cara yang bersih.”

Alfariel menghela napas. Setelah beberapa detik berpikir, dia mengangguk. “Oke, gue setuju. Tapi kita harus hati-hati. Jangan gegabah.”

Senyum lega muncul di wajah Revan. “Thanks, Al. Gue tahu gue bisa andelin lo.”

Satu per satu anggota Black Secret mengangkat tangan, memberikan dukungan. Bahkan Zidan yang biasanya suka bercanda ikut setuju.

“Kalau gitu, kita kumpul besok pagi di CFD,” kata Revan. “Gue bakal kasih tahu rencana detailnya di sana.”

“Eh, Van, kalau kita ketemu di CFD, boleh nggak gue bawa ukulele? Biar ada hiburan,” tanya Bagas.

Zidan langsung memotong. “Ukulele boleh, asal yang nyanyi jangan lo. Gue trauma denger suara lo, Kak.”

Tawa kembali pecah, menutup pertemuan mereka dengan penuh semangat dan canda tawa. Semua tahu, misi ini akan penuh tantangan, tetapi setidaknya mereka bisa memulainya dengan kebersamaan yang kuat.

***

Bersambung ….

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!