NovelToon NovelToon
Terjebak Nikah Dengan Dosen Killer

Terjebak Nikah Dengan Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Agnes tak pernah menyangka, sebuah foto yang disalahartikan memaksanya menikah dengan Fajar—dosen pembimbing terkenal galak dan tak kenal kompromi. Pernikahan dadakan itu menjadi mimpi buruk bagi Agnes yang masih muda dan tak siap menghadapi label "ibu rumah tangga."

Berbekal rasa takut dan ketidaksukaan, Agnes sengaja mencari masalah demi mendengar kata "talak" dari suaminya. Namun, rencananya tak berjalan mulus. Fajar, yang ia kira akan keras, justru perlahan menunjukkan sisi lembut dan penuh perhatian.

Bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Apakah cinta bisa tumbuh di tengah pernikahan yang diawali paksaan? Temukan jawabannya di cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Agnes buru-buru menguatkan senyumnya, berusaha tampak tidak bersalah di depan Nenek Grace. "Ah, Nenek... aku cuma mau simpan kenangan lucu ini. Siapa tahu nanti Pak Fajar mau nostalgia, kan?" katanya sambil mengedipkan mata polos.

Nenek Grace menyipitkan mata, memandangi Agnes dengan penuh selidik. "Nostalgia, ya?" ujarnya pelan, seolah tak sepenuhnya percaya. Namun, senyumnya segera melunak, dan ia menyerahkan foto itu ke tangan Agnes. "Baiklah, asal jangan dipakai untuk hal-hal aneh, ya."

Agnes menahan tawa sambil menerima foto itu dengan senyum penuh kemenangan. "Makasih, Nek!" Ia memasukkan foto itu ke dalam saku bajunya, tak bisa menutupi ekspresi puasnya.

Saat ia hendak pamit keluar, langkahnya terhenti mendengar suara pintu kamar terbuka. Agnes langsung memutar tubuh, dan matanya membelalak saat melihat Fajar berdiri di ambang pintu.

Mata Fajar menyipit, memandang curiga. "Kalian belum tidur? Katanya Nenek sakit kepala?" tanyanya sambil melangkah masuk.

Agnes refleks mengambil foto dari sakunya dan menyembunyikannya di belakang punggung. "E-eh, Iya! Kita masih ngobrol-ngobrol ringan sebelum tidur," jawabnya gugup, menghindari tatapan tajam suaminya.

"Nenek, harus banyak istirahat, Nes. Apalagi sudah malam, jangan ngobrol terus," ucap Fajar dengan nada penuh perhatian.

Nenek Grace tertawa kecil, menikmati interaksi cucu dan cucu menantunya. "Kami cuma berbagi cerita lama. Tadi Agnes juga minta foto masa kecilmu waktu kamu pakai baju pengantin ibumu."

Wajah Fajar langsung berubah tegang. "Nenek serius? Foto itu masih ada?" tanyanya dengan nada panik.

Agnes berusaha menyembunyikan senyum geli. "Iya, Pak. Lucu banget, lho. Siapa sangka dosen killer kayak Bapak dulu pernah pakai baju pengantin?" godanya sambil melangkah mundur perlahan.

Fajar menyipitkan mata, mendekat dengan langkah pelan tapi pasti. "Agnes, kembalikan foto itu sekarang."

Agnes menggeleng cepat sambil menempel ke dinding. "Nggak mau! Ini kartu truf aku kalau Bapak mulai ngeselin!"

"Truf, ya?" Fajar mengangkat alis, senyumnya tipis namun penuh ancaman. "Kamu yakin mau main seperti itu denganku?"

Melihat ekspresi Fajar yang semakin mendekat, Agnes merasa jantungnya berdetak kencang. Tapi ia tidak mau kalah. "Pak, jangan sampai aku unggah foto ini di grup kelas, ya. Bisa jadi motivasi buat anak-anak muda biar tahu kalau dosen mereka punya sisi lucu."

Fajar terkekeh pelan, tapi matanya tetap tajam. "Kalau kamu sampai unggah itu, aku pastikan kamu nggak bisa tidur nyenyak di rumah ini."

Agnes tertawa kecil, meskipun pipinya memerah mendengar ancaman samar Fajar. Ia lalu mengacungkan foto itu dengan percaya diri. "Pak Fajar, kalau mau foto ini kembali, harus ada imbalannya."

Fajar menatapnya lekat, kemudian menyeringai. "Baiklah. Aku akan kasih kamu waktu dua menit untuk lari. Kalau aku menangkapmu, foto itu jadi milikku tanpa syarat."

Agnes tertegun sesaat sebelum akhirnya menyadari maksud Fajar. "A-apa? Ini bukan main kejar-kejaran, Pak!"

"Mulai sekarang," ujar Fajar santai, melangkah mendekat.

Agnes langsung melompat ke pintu. "Nenek, tolong aku!" serunya sambil berlari keluar kamar.

Nenek Grace hanya terkekeh, geleng-geleng kepala melihat tingkah pasangan muda itu. "Dasar anak muda," gumamnya sambil menutup album foto.

***

Esok harinya, Agnes memandang Fajar dengan senyum geli. Malam sebelumnya, usaha Fajar untuk menangkapnya berakhir dengan lelaki itu terpaksa tidur di kamar lain. Tentu saja, foto Fajar yang menggemaskan itu masih berada di tangannya, dan seperti yang direncanakan, Agnes berniat menjadikannya sebagai alat ancaman untuk Fajar.

"Pak Fajar, hari ini kan ada jadwal di kelas, ya? Aku izin ya..." ucap Agnes sambil mengunyah roti tawar, mencoba terdengar santai meski ada secuil rasa penasaran di dalam dadanya.

Fajar menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dibaca, lalu berkata tegas, "Tidak bisa, Nes. Kemarin kamu sudah tidak masuk, dan aku juga memintamu untuk membuat makalah, tapi sampai sekarang kamu belum ada pergerakan untuk mengerjakannya. Apa kamu sesantai itu?"

Agnes mendengus kecil, merasa sedikit terpojok. "Tapi hari ini aku harus ke Perpustakaan Nasional untuk mencari buku buat referensi ajukan judul skripsi ke Bu Marta."

"Itu bukan urusanku, Nes," jawab Fajar dingin, suaranya tetap tenang namun tegas.

"Dih... jadi suami kok nggak ada pengertian sama sekali," sindir Agnes dengan nada manja, meski sebenarnya ada rasa frustrasi yang ia coba sembunyikan.

Fajar mengangkat alis, seolah tak terpengaruh. "Jadi sekarang kamu mengakui aku sebagai suamimu?" tanyanya, suaranya datar namun ada selipan tawa kecil di ujung kalimatnya.

Agnes terdiam sejenak, terkejut dengan kata-kata Fajar yang tiba-tiba. Ia memutar otak, berusaha menjelaskan, "Bukan, bukan seperti itu maksudku... tetap ya, tujuanku. Aku dan Bapak itu seperti roti ini." Agnes dengan malas menyobek roti tawar berselai kacang yang kini terbelah menjadi dua bagian.

Fajar menarik napas dalam-dalam, matanya menatap Agnes dengan lembut namun penuh penekanan. "Nes, kamu bisa tidak membedakan hubungan antara kita? Se-profesional mungkin." Ia berhenti sejenak, menatap Agnes dengan serius, "Aku juga tidak melarangmu pergi, tapi aku tidak bisa mengampuni mahasiswaku yang tidak hadir dalam matakuliahku. Itu sudah menjadi prinsipku, Nes."

Agnes merasa dadanya serasa tertindih batu. Ia tahu betul prinsip Fajar sejak pertama kali ia menjadi dosen pengganti. Tidak ada toleransi untuk ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas. Terakhir kali, satu mahasiswa yang menyepelekan hal itu langsung mendapatkan nilai F, yang artinya harus mengulang kembali di semester berikutnya. Rasa takut itu kembali datang, menggulungnya dalam cemas.

"Tapi Pak..." suara Agnes terdengar lebih kecil, lemah, tak berdaya.

"Keputusanku sudah bulat, Nes," jawab Fajar tegas, wajahnya tak menunjukkan sedikit pun keraguan.

Agnes terdiam, menggigit bibirnya, menatap roti yang kini terbelah dua di tangannya. Rasa kecewa merayap begitu dalam, membekas di hati. Namun di balik semua itu, ada satu kenyataan yang tak bisa ia lepaskan—foto Fajar masih ada padanya. Satu senyum sinis perlahan muncul di bibirnya. Namun, sebelum Agnes mengeluarkan ancaman suara Fajar terdengar kembali.

"Lagi pula setelah kelas selesai, kamu nggak ada jadwal lagi kan? Kamu bisa pergi setelah itu," imbuh Fajar, mencoba melunakkan suasana, meski nadanya tetap tegas.

"Oke kalau gitu, Bapak temani aku ke Perpustakaan," jawab Agnes, mencoba menyembunyikan rasa kecewanya dengan tawaran yang tak terduga.

Fajar mengernyit, menatap Agnes dengan bingung. "Kenapa aku harus menemanimu?"

Agnes tersenyum nakal. "Bapak lupa? Waktu itu di perpustakaan, Bapak bikin janji sama aku," katanya, mengingatkan Fajar dengan sedikit geli.

Fajar menatap Agnes lebih dalam, seolah baru menyadari bahwa istrinya ini benar-benar tidak bisa melepaskan dirinya, terutama jika menyangkut akademik. Namun, di sisi lain, mengapa jika soal pernikahan, Agnes tampak ingin melepaskannya begitu saja? Rasanya, seandainya Agnes mau memperjuangkan pernikahan mereka seperti ia memperjuangkan pendidikan, mungkin Fajar tak akan terus-menerus terjebak dalam kebimbangan.

"Aku sibuk," jawab Fajar.

"Bapak yakin gak mau?" Agnes menyalahkan ponselnya lalu menunjukkan foto Fajar yang sudah ia simpan di galerinya.

"Agnes!"

"Apah suamiku..." jawab Agnes dengan nada menggoda.

Saat itu juga Fajar berdiri dari tempat duduknya, perlahan-lahan mendekati Agnes, "Sepertinya ada yang butuh vitamin pagi ini?"

"Vitamin apa maksud Bapak? Jangan macam-macam ya," ucap Agnes dengan suara bergetar apalagi saat ini Fajar sudah berjarak beberapa jengkal darinya.

"Vitamin C, Nes."

"Hah, apa? Mak-"

Belum selesai menuntaskan kalimatnya terdengar bunyi, "CUP"

1
Hayurapuji
hallo semua, pembaca cerita fajar dan Agnes, yuks beri like dan komentarnya agar autor semakin semangat updatenya. terimakasih sebelumnya 🤗🤗
Hayurapuji
emmmmmm
Ismi Kawai
bagus banget, bikin betah bacanya!!!
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
Ismi Kawai
semangat shay ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!