Tentang kisah seorang gadis belia yang tiba-tiba hadir di keluarga Chandra. Gadis yang terluka pada masa kecilnya, hingga membuatnya trauma berkepanjangan. Sebagai seorang kakak Chaandra selalu berusaha untuk melindungi adiknya. Selalu siap sedia mendekap tubuh ringkih adiknya yang setiap kali dihantui kelamnya masa lalu .
Benih-benih cinta mulai muncul tanpa disengaja.
Akankah Chandra kelak menikahi adiknya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chinchillasaurus27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cukup Tau
Gaby's POV
"Yakin Kakak mau kerja?"
"Iya."
"Baru dijahit loh."
"Luka kecil doang. Ayo berangkat."
Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam mobilnya Chandra.
"Dek nanti naik angkot aja apa nungguin kakak?" tanya Chandra yang sekarang lagi nyetir.
"Naik angkot aja deh." jawabku.
Sebenarnya terpaksa sih, tapi mau gimana lagi. Nungguin Chandra pulang kantor kelamaan, kak Ken juga udah masuk kerja gak bisa jemput tepat waktu karena jatah cutinya udah selesai.
Nebeng Jevin? No!
Aku gak mau ya kalo gak kepepet banget. Inget harus jaga harga diri.
Sesampainya di sekolah....
"Woyy Gaby!"
Aku auto noleh ke sumber suara. Si Lily memanggilku, dia sekarang berlari menghampiriku yang lagi jalan di koridor sekolah.
"Baru dateng?" tanya Lily sambil mengalungkan lengannya di tengkukku.
"I-iyaa."
"Eh yuk bolos aja. Gue ajak lo ketempat yang bagus. Yuk yuk!"
Si Lily narik-narik tanganku. Aku ogah ikut dia, tapi mau gimana lagi dia terus menggelandang tanganku ini.
"Mau kemana?" tanya Jevin yang tiba-tiba muncul dihadapan kita.
"Shit! Ngagetin lo sialan." umpat Lily.
"Gaby nya jangan diajarin yang gak bener." Jevin langsung ngelepasin tanganku yang masih berada di tangan Lily.
"Yaelah. Ini Gaby sekali-kali gue ajak seneng, masa gak boleh? Gaby nya aja mau, iyakan?"
Aku menggeleng ke arah Jevin, si Lily auto memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Kalo mau seneng-seneng sama temen-temen lo aja sana. Huss."
"Si Gaby emang bukan temen gue ha?" Si Lily menyeringai, menampilkan deretan giginya.
Sontak Jevin hanya diem, dia gak mau ngeladenin omongannya Lily itu.
"Pergi aja yuk." ajak Jevin.
Aku pun mengangguk.
"Tunggu ya! Si Gaby pasti bentar lagi jadi temen gue!" teriak Lily yang suaranya menggema di koridor sekolah. Terdengar suara terbahak-bahak juga darinya.
Sekarang waktunya jam pelajaran ketiga. Tapi kayaknya jam kosong lagi deh, soalnya gurunya gak dateng-dateng.
Aku cuma mainin ponsel di kelas. Scroll-scroll status wa kontakku. Habisnya gabut banget. Si Jevin lagi gak ada di kelas, dia tadi keluar katanya ada rapat ketua kelas.
Tiba-tiba Hafi dengan heboh menghampiriku.
"By ayok anterin gue pipis." kata Hafi sambil megangin kemaluannya. Dia kelihatannya kebelet banget.
Seketika aku cuma melongo sambil ngelihatin dia.
Nganterin pipis?
Gak salah? Ngapain ngajakin aku, kan anak-anak lain yang cowok banyak.
"Ayok buruan!" ucap Hafi yang sekarang menggelandang tanganku menuju ke toilet.
Sesampainya di depan toilet cowok. "Cepetan, jangan lama-lama." ucapku sebelum Hafi masuk ke toilet.
"Okey."
20 menit kemudian.
Si Hafi kayaknya bukan pipis deh, soalnya lama banget. Aku sampek pegel nungguinnya. Rasanya pengen aku jemput ke dalem. Tapi kan gak boleh.
Udah setengah jam, akhirnya aku memutuskan buat nyusulin Hafi aja. Bodoamatlah ini toilet cowok .
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam toilet cowok. Aku cari di sebelah mana Hafi yang katanya pipis itu. Aku clingak-clinguk pintu mana yang tertutup, pokoknya mau aku gedor-gedor.
Saat aku lagi cari-cari dimana Hafi tiba-tiba aku denger sesuatu dari balik tembok. Aku coba tempelin telingaku ke tembok ini.
"Gaby!"
Aku terkejut karena tiba-tiba Lily menepuk punggungku dari belakang.
Lah si Lily ngapain di toliet cowok?
"Akhirnya lo mau juga. Yukk!" ucap Lily, lalu dia menarik tanganku.
Lah aku mau diajak kemana nih? Sumpah aku gak ngerti sama maksud omongan Lily tadi.
Lily menggelandangku terus melewati banyak pintu-pintu tua, hingga tibalah kita di sebuah tempat.
Ini dimana?
Tempat ini benar-benar asing, belum pernah aku kunjungi sama sekali.
Kayaknya ini udah di luar sekolah deh. Ini bukan di dalam ruangan lagi melainkan kebon orang, banyak semak-semak disini. Ada kursi-kursi juga yang dibiarin terbengkalai.
Aku lihat beberapa anak lagi merokok disini. Gak cowok gak cewek mereka pada ngerokok. Ada suara ketawa-tawa juga dibalik semak-semak.
"Ini ya tempat bagus yang lo maksud tadi?" tanyaku pada Lily.
Dia membalas pertanyaanku dengan anggukan yang penuh semangat.
"Gue mau balik." kataku, berniat melangkah pergi dari tempat ini.
Langsung dong ditahan sama Lily. "Ett bentar dong, lo aja belum mampir. Duduk sana dulu sama anak-anak." Lily menarikku menuju gerombolan teman-temannya yang tengah duduk di kursi terbengkalai.
"Widihh siapa nih?" tanya anak cowok yang lagi nyender di tembok sambil ngerokok. Aku baca nametag nya, Luis.
"Woy gaess, si Lily bawa cewek cantik nih!" teriak cowok ini pada anak-anak yang lainnya. Sontak anak-anak lain pada menoleh ke arahku.
"Apaansih, jangan gitu ntar dia malu." ucap sambil Lily menyenggol lengan anak cowok ini.
Lily kembali melangkahkan kakinya, kini dia duduk bersama Jesi dan Mawar. Lily lalu menyuruhku buat duduk di sebelahnya. Yaudah aku duduk di tempat yang Lily maksud.
"Kok lo bawa dia?" Mawar menatap sinis kepadaku.
"Iya nih, jangan-jangan ntar dia ngadu ke Pak Sullian." ucap Jessi.
"Santai aja lah. Lo gak bakal ngelaporin kita ke Sullian kan By?"
"Enggak." jawabku.
"Baguss." ucap Lily lagi. Dia kemudian mengeluarkan satu puntung rokok dari kantong seragamnya, lalu menghidupkan rokoknya itu.
Aku kaget ternyata Lily juga ngerokok. Aku gak nyangka.
"Santuy By. Disini kawasan bebas rokok." ucapnya.
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain.
"Si Jena mana?" tanya Lily sambil menyesap rokoknya.
"Ada tuh, masih silaturahmi." jawab Jesi yang sekarang lagi mainin ponselnya.
Silaturahmi? Maksudnya apa?
Tiba-tiba aku melihat seorang anak cowok keluar dari balik semak-semak. Anak cowok itu keluar sambil menaikkan resleting celananya. Dibelakangnya ada Jena yang juga keluar dari semak-semak. Seragamnya berantakan banget.
"Cantolin tali bra gue dong." suruh Jena pada Jesi.
Jesi kemudian memasukkan tangannya ke dalam seragamnya Jena dari bawah. "Udah." ucapnya.
"Gilaak sih Max gragas banget mainnya." ucap Jena sambil mengusap bibirnya pakek punggung tangannya.
Bentar-bentar, si Jena habis ngapain sih?
Si Jena lalu membalik tubuhnya menghadap ke arahku. Dia sekarang lagi ngelihatin aku dari ujung kepala hingga kaki. "Siapa yang bawa bocah polos ini kesini?"
"Si Lily." jawab Mawar yang sekarang lagi ngerokok juga. Si Jena cuma ngangguk-ngangguk.
Jena lalu menyodorkan sebuah bungkus rokok beserta koreknya kepadaku.
"Gu-gue gak ngerokok. Maaf."
"Iya gue tau, tapi cobain deh. Ini enak, lo bakalan ketagihan."
Aku menggeleng dengan yakin kepada Jena.
Jena menghela napas sekilas kemudian mengantongi benda itu kembali.
Tiba-tiba datanglah seorang anak cowok dan langsung duduk di sebelahku. Anak cowok ini lalu mengalungkan lengannya ditengkukku. Aku langsung pindahin dong tangannya itu, risih banget gilaaaa.
"Yaudah biar lebih akrab kita kenalan dulu. Kan kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Udah kenal baru kita sayang-sayangan." ucap anak ini sambil menampilkan kedua lesung pipinya. Alisnya sengaja dinaik-turunin juga.
"Kenalin gue Jeffry, anak IPS b."
"Gaby, IPS a."
"Ohh Gaby. Anak mana?"
"Pondok Asri."
"Punya wa? Gue minta nomer lo dong."
Si Jeffry lalu mengeluarkan ponselnya. Tiba-tiba dari kejauhan Hafi memanggil namaku.
'Alhamdulilah Hafi lo nyelametin hidup gue!'
Aku langsung berdiri dan pergi meninggalkan tempat ini. Aku gak peduliin si Jeffry ini.
"Ganteng-ganteng kalo genit bikin ilfeel doang. Mubazir kegantengan lo!" batinku.
"Lo dari mana aja sih?"tanyaku pada Hafi. Aku kesel nih.
"Ya maap, gue gak bisa eek dari kemarin diprank mulu By." jawab Hafi sambil memelas.
Aku pun hanya mendengus sebal.
"Gue beliin minum deh, please jan ngambek." bujuk Hafi.
Kita berdua mampir di kantin sebentar beli minuman. Kita juga gak langsung kembali ke kelas, kita duduk dulu di bangku kantin.
"Eh kok lo tadi bisa masuk kesana? Siapa yang ngasih tau?" tanya Hafi.
"Gue diajak Lisa."
"Jangan kesana lagi By. Itu tempat biasa buat bolos. Tapi kalo anak di kelas kita gak ada yang berani pergi kesana. Dulu pernah sih kesana, tapi ketahuan sama Jevin. Jevin ngamuk parah makanya kita-kita ini jadi kapok."
"Emang gak pernah digrebek ya?"
"Guru-guru pada belum tau."
"Ooh. Kenapa gak ada yang ngelaporin?"
"LO MAU NGELAPORIN???" Hafi langsung ngegas.
"Enggak, suer deh!" kataku sambil mengangkat telunjuk sama jari tengahku ke udara.
"Kita bukannya gak berani ngelaporin. Males aja, kita gak mau ikut campur. Biar jadi urusan mereka aja." ucap Hafi lalu meneguk habis minuman rasa jeruknya.
"Yuk balik yuk!" ajak Hafi.
"Ayookkk."
Saat aku sama Hafi lagi jalan menuju kelas. Tiba-tiba kita berdua berpapasan dengan Jevub di jalan. Lagi-lagi dia sama Krista.
Huh males banget deh gue.
"Woiii Pak, sok sibuk banget sih lo!" sapa Hafi pada Jevin.
"Manggil Pak sekali lagi gue kick dari kelas gue!"
"Heleh giliran ada Krista gak mau dipanggil Pak cieee." ledek Hafi.
"Apaan bawa-bawa gue segala." ucap Krista tidak terima.
"Tauk tuh, marahin aja Ta." Jevin menimpali.
Hmm aku cuma diem ngelihatin interaksi mereka. Mereka sadar gak sih kalo ada aku juga disini. Masa iya aku gak diajak ngobrol sama sekali. Dikira aku cuma hiasan kali ya.
"Hafi, aku duluan ya." ucapku lalu pergi meninggalkan mereka yang masih asik bercanda.
Jevin gitu ya kalo lagi sama Krista dia lupa sama aku. Bahkan buat nyapa aja enggak. Giliran Krista nya udah gak ada baru sok-sokan manis ke aku. Ahh.. Dasar!
Cukup tau ya!
"Awas aja kalo ngajak gue ngobrol. Gue kacangin lo!"
.
.
.
.
.
Chandra's POV
"Pak Chandra berkas ini butuh tanda tangan bapak. Silahkan tanda tangan disebelah sini."
"Lohh kok kamu udah masuk?" tanya gue pada Bu Joy. Kan kemarin kakinya masih terkilir.
Dia tersenyum ke gue.
"Udah sembuh kok Pak."
Gue kemudian menandatangani berkas yang ada di hadapan gue. Selesai gue tanda tangani, Bu Joy lalu menyimpan berkasnya ke ruang penyimpanan.
Gue lihat Bu Joy. Dia itu sebenernya belum sembuh, jalannya aja masih pincang. Tapi kenapa dia maksa sekali buat masuk kerja ya?
Eh gue baru inget berkas tadi kan harus ditaruh di rak atas. Gue langsung menyusul Bu Joy ke ruang penyimpanan.
"Biar saya aja." ucap gue lalu mengambil berkas yang ada di tangan Bu Joy.
Gue ambil tangga yang ada dipojokkan, lalu gue naik keatasnya buat naruh berkas ini.
"Kamu kalo gak bisa, minta bantuan saya aja. Jangan sungkan-sungkan lah Bu."
Dia cuma mengangguk.
Saat gue mau keluar dari ruang penyimpanan. Bu Joy tiba-tiba manggil gue.
"Pak!"
"Iya." jawab gue sambil menoleh ke arah dia. Dia kelihatan agak ragu gitu.
"Mmm.. Nanti jam makan siang sama saya aja ya?"
Dia ngomongnya agak malu-malu gitu. Dia gak berani natap mata gue waktu ngomong.
"Emm oke boleh." jawab gue menanggapi permintaannya.
Waktu jam makan siang pun telah tiba.
"Bu Joy ayo." ajak gue pada Bu Joy yang masih duduk di kursi kerjanya.
Dia gak beranjak, dia malah menunduk mengambil sesuatu yang ada di dalam paperbag nya. Dia mengeluarkan sebuah tempat makan tupperware.
Bu Joy kemudian berdiri.
"Ini buat bapak. Saya lihat kemarin di story wa Pak Samuel, bapak ulang tahun ya. Ini ibu saya yang buat." ucap Bu Joy sambil menyodorkan tempat makan berbentuk kotak itu. Gue lalu menerimanya.
"Ini memangnya apa?"
"Silahkan bapak buka aja. Kalo saya ulang tahun ibu saya selalu buatin itu."
"Yaudah saya buka dulu di meja saya ya. Makasih Bu Joy. Sampein juga buat ibunya."
Gue lalu melangkahkan kaki menuju meja kerja gue.
Gue duduk di kursi gue, lalu siap-siap buat buka tutup tupperware ini. Kira-kira apa ya?
"Waaah."
Nasi kuning beserta lauknya. Baunya enak banget bikin ngiler. Kelihatannya juga enak.
Eh tapi-tapi gue kan gak boleh makan ayam sama telor. Nasi kuning ini lauknya ayam goreng sama telor bacem. Ada mie nya juga sih, tapi mie kan terbuat dari telor juga. Gimana dong?
Mau gue makan tapi gue takut jahitan gue ntar gatel. Mau gak gue makan tapi sungkan sama Bu Joy. Kasihan udah dibuatin masa gue gak makan sih. Pasti dia kecewa.
Bentar gue mau mikir dulu.
Akhirnya gue bawa pulang aja deh kasihin ke Deby. Gue pilih gak makan aja demi jahitan gue. Maafin gue ya Bu Joy :(
Buru-buru gue masukin tempat makan ini ke dalam tas. Gue lihat Bu Joy lagi makan juga, dia posisinya memunggungi gue jadi aman deh dia gak lihat.
Nah sekarang nasib perut gue gimana?
Masa iya gue ke kantin buat beli makan siang. Ntar kalo Bu Joy ngelihat gimana? Ketahuan dong gue bohongnya.
Hmmm gimana nih gue bingung :(
Udah deh gue gak makan aja. Anggep aja hari ini puasa.
Bu Joy tiba-tiba menoleh ke arah gue.
"Emmhh enak banget Bu Joy. Makasih ya. Tempat makannya saya cuci dulu, saya kembalikan besok ya?" ucap gue sambil pura-pura mengunyah sesuatu lalu pura-pura nelen juga. Biar kelihatan kalo abis makan.
"Iya Pak Chandra." jawab Bu Joy sembari tersenyum.
~to be continue.. ..
.