Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan kebencian
4 hari setelah pernikahan, ternyata Andrian masih saja disibukkan dengan segala hal berkaitan dengan Tania. Tania inilah, Tania itulah, yang awal mulanya Yaya menyukai sosok Tania, kini justru berubah menjadi kesal. Entah apa maksud Marissa yang terus-terus saja menghubungi Andrian. Padahal ia seorang wanita, seharusnya ia bisa memahami wanita lain yang kini sudah menjadi istri dari Andrian. Tapi Marissa selalu saja memanfaatkan kata sahabat untuk meminta pertolongan pada suaminya.
"Kamu mau pergi lagi, Mas? Apa di kota ini nggak ada orang lain yang bisa dia mintai tolong selain kamu?" kesal Yaya.
Andrian tersenyum lembut. "Kan Mas sudah pernah cerita kalau di sini, di kota ini, Marissa nggak punya siapa-siapa selain Mas dan keluarga. Dia merupakan anak yang lahir dari keluarga broken home. Ayah dan ibunya tidak ada yang memedulikannya sejak mereka menikah lagi dengan orang lain. Marissa juga sudah bercerai suaminya karena selingkuh, jadi dia benar-benar tidak memiliki siapapun di sini selain kita, Sayang. Kamu bayangkan, gimana jadi Marissa, nggak enak, Sayang. Kasian. Mana dia punya anak kecil berumur 3 tahun. Dia harus bekerja sekaligus menghidupi putri semata wayangnya, kasian. Makanya Mas membantu dia. Sayang sih enak, terlahir dari keluarga yang lengkap dan harmonis, jadi nggak tau bagaimana susahnya jadi perempuan yang terlahir secara broken home. Bahkan kini setelah dewasa pun masih harus membesarkan anak seorang diri."
"Mas ingin membandingkan aku sama dia? Mas, asal Mas tau, dulu mama dan aku hidup lebih susah daripada ini. Tapi nggak ada tuh Mama merepotkan orang lain. Mama berjuang banting tulang seorang diri untuk menghidupi aku. Belum lagi saat itu aku sakit-sakitan. Mama baru bertemu dengan papa saat aku sudah berusia 10 tahun. Mama juga sudah ditinggalkan ayahnya saat dia masih dalam kandungan. Almarhumah nenek selalu menyalahkan Mama atas kematian kakek. Bahkan saat mama hamil aku, nenek mengusir Mama akibat fitnah dari suami barunya. Jadi ... penderitaan yang bagaimana lagi yang aku nggak pernah rasakan? Bahkan makan nasi dengan air putih dan garam pun sudah pernah aku rasakan. Belum lagi saat itu aku sedang sakit parah. Tapi ... nggak ada tuh Mama merepotkan orang lain. Mama rela banting tulang jadi buruh cuci demi bertahan hidup tanpa merepotkan orang lain. Tapi apa yang Mbak Marissa lakukan? Sedikit-sedikit telepon, sedikit-sedikit telepon, kita ini baru menikah lho, tapi waktu Mas lebih banyak untuk dia. Apa ini nggak keterlaluan namanya?" protes Yaya yang kadung kesal.
"Sayang, bukan maksud Mas membandingkan. Hanya saja ... "
"Hanya saja apa?"
"Kamu itu baru 4 hari jadi istri, tapi sudah berani melawan suami. Di sini aja kamu berani, apalagi nanti saat kalian tinggal berdua." Tiba-tiba saja Nurlela masuk ke kamar Andrian.
Ya, kini keduanya sudah berada di rumah keluarga Andrian. Mama Andrian sendiri yang memaksa agar mereka tinggal di sana terlebih dahulu.
"Ma, bukan maksud Yaya melawan suami. Tapi Yaya hanya menuntut hak Yaya. Mas Rian selalu saja sibuk dengan Marissa dan Tania sampai mengabaikan aku. Apa salah kalau aku meminta suamiku tidak terlalu sibuk dengan mereka?" ucap Yaya pelan.
Sebenarnya Yaya sendiri bingung, kenapa sikap mertuanya sangat berbeda dari sebelum hingga sesudah ia dan Andrian menikah. Dulu ibu mertuanya bahkan bersikap begitu perhatian. Begitu pula dengan adik iparnya. Tapi setelah akad terucap, kenapa sikap mereka begitu berbeda dengan dirinya.
"Kamu iri dengan Marissa dan Tania? Bukankah kamu sudah tau siapa mereka? Dan kau masih iri?"
"Aku tidak iri, Ma. Hanya saja, Mas Rian sekarang sudah memiliki istri, sudah seharusnya ia membatasi kedekatannya dengan Mbak Marissa."
"Beginilah sifat seorang anak haram, nggak tau malu dan nggak tau diri."
Degh ...
Mata Yaya seketika membulat mendengar kata-kata sang ibu mertua.
"Apa maksud Mama?"
"Masih mau bertanya? Seandainya aku tau kalau kau itu seorang anak haram yang bahkan mungkin ayahnya saja tidak jelas siapa, mana mungkin aku merestui kau menikah dengan putraku. Pasti kalian sengaja 'kan menipu kami? Kalian tidak pernah mengatakan kalau kau itu hanya anak haram dokter Danang. Bahkan dari kata-katamu sebelumnya, kau itu tak lain dipungut dan dibesarkan dokter Danang. Aku tidak menyangka, ibumu yang terlihat solehah tak ubahnya pelacur yang hamil di luar nikah," ucap Nurlela menggebu.
Ya, memang sebelumnya Nurlela menyetujui hubungan Andrian dan Yaya karena mengetahui kalau Yaya merupakan putri dari dokter Danang. Ia tentu saja senang karena akhirnya bisa berbesan dengan seorang dokter. Apalagi kini Danang sudah menjabat sebagai Kepala KSM Dokter Umum yang menurut Nurlela bukan jabatan kaleng-kaleng.
Namun kekaguman itu sirna saat Danang mengatakan tidak bisa menjadi wali atas pernikahan Yaya dan Andrian sebab Yaya bukanlah anak kandungnya. Yang lebih mengejutkan, Danang menuliskan nasab Yaya untuk dibaca Andrian saat akan berlangsung. Melihat nasab Yaya jatuh pada nama ibunya sendiri membuat Nurlela segera menyadari kalau Yaya sebenarnya anak di luar nikah ibunya. Nurlela pun seketika membenci Yaya.
Seandainya ia mengetahui lebih awal tentang nasab itu, sudah tentu ia takkan mau merestui hubungan keduanya. Selain itu, karena Yaya bukanlah anak kandung Danang, sudah tentu ia tidak memiliki hak atas harta benda Danang. Hal itulah yang membuat Nurlela kian membenci Yaya.
"Ma, tolong jangan menghina ibuku!" desis Yaya yang jelas saja tidak terima atas perkataan ibu mertuanya.
"Kenapa? Kau tidak terima? Bukankah itu faktanya?" sinis Nurlela.
"Ma, sudah!" sergah Andrian tak ingin istri dan ibu mertuanya terus bertengkar.
"Kau juga Rian, kenapa kau tidak mencari tahu terlebih dahulu tentang bibit, bebet, dan bobot perempuan ini? Sungguh menyebalkan," desis Nurlela yang kemudian segera membalikkan badannya, keluar dari kamar.
"Apa yang mama katakan benar, Rian. Bagaimana kalau keluarga kita diolok-olok karena kau menikah dengan dia yang ternyata anak haram? Keluarga kita itu keluarga baik-baik. Memalukan," sinis Ellena yang entah sejak kapan ikut mendengarkan pertengkaran mereka.
Yaya tergugu dan terisak pilu. Ia tidak menyangka kalau masalah asal usulnya akan kembali diulik setelah dewasa. Ia pikir, semua orang akan menerima masa lalunya, tapi ternyata justru keluarga laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu mempermasalahkannya. Ternyata tidak semua orang bisa menerima asal usulnya.
Apa salahnya yang terlahir dari hubungan tidak sah? Seandainya bisa, ia pun takkan mau. Ia ingin lahir dari hubungan yang sah. Namun takdir berkata lain dan takdir tidak bisa diubah. Ia hanya bisa berusaha memperbaiki dan menjaga diri agar peristiwa serupa tidak terjadi pada dirinya.
"Maafkan mama, ya!" ucap Andrian yang merasa tidak tega melihat Yaya yang menangis. Ia lantas memeluk Yaya dan mengusap punggungnya yang bergetar.
"Apa salah anak yang terlahir di luar pernikahan? Apa karena kami lahir bukan dari hubungan yang sah lantas kami boleh dihina dan dilarang berbahagia?" lirih Yaya.
Andrian diam. Ia sengaja membiarkan Yaya meluapkan isi hatinya.
"Seandainya bisa memilih, aku lebih memilih Papa menjadi ayahku yang sebenarnya. Tapi sayang, semua sudah terjadi. Aku takkan bisa mengubah takdir yang sudah terjadi," ucapnya lagi.
"Sudah, jangan menangis lagi. Nanti aku akan bicara dengan Mama."
Andrian meregangkan pelukannya. Lalu ia mengusap bulir-bulir yang membasahi pipi Yaya. Yaya menatap Andrian yang ikut menatapnya. Lalu perlahan, Andrian mendekatkan wajahnya dan mulai mencumbu bibir Yaya.
Keduanya pun saling bercumbu. Cumbuan itu semakin membakar gelora keduanya. Namun saat Andrian hendak mendorong Yaya ke ranjang, tiba-tiba ponsel di saku celananya berdering nyaring. Andrian pun segera mengangkat panggilan itu. Padahal nafas keduanya masih tersengal-sengal, tapi seakan panggilan itu memang begitu penting, ia pun segera mengangkatnya sambil berjalan cepat keluar mengabaikan Yaya yang lagi-lagi kecewa dengan sikap suaminya itu.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰 ...
emang klu perempuan sama laki dekatan lngsung dibilang ada hubungan..Nethink aja nih