Di negeri magis Aelderia, Radena, seorang putri kerajaan yang berbakat sihir, merasa terbelenggu oleh takdirnya sebagai pewaris takhta. Hidupnya berubah ketika ia dihantui mimpi misterius tentang kehancuran dunia dan mendengar legenda tentang Astralis—sebuah senjata legendaris yang dipercaya mampu menyelamatkan atau menghancurkan dunia. Dalam pelariannya mencari kebenaran, ia bertemu Frieden, seorang petualang misterius yang ternyata terikat dalam takdir yang sama.
Perjalanan mereka membawa keduanya melewati hutan gelap, kuil tersembunyi, hingga pertempuran melawan sekte sihir gelap yang mengincar Astralis demi kekuatan tak terbayangkan. Namun, untuk mendapatkan senjata itu, Radena harus menghadapi rahasia besar tentang asal-usul sihir dan pengorbanan yang melahirkan dunia mereka.
Ketika kegelapan semakin mendekat, Radena dan Frieden harus memutuskan: berjuang bersama atau terpecah oleh rahasia yang membebani jiwa mereka. Di antara pilihan dan takdir, apakah Radena siap memb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dzira Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Jiwa yang Terbelah
Udara di sekitar kuil terasa semakin tegang. Dari bayangan hutan, muncul tiga sosok besar, masing-masing membawa aura gelap yang menyesakkan. Mereka adalah penjaga kuil—makhluk yang disebut Valkyr Obscura. Tubuh mereka tinggi dan berotot, dengan sayap kelam yang terbuat dari asap pekat, dan helm yang menutupi wajah mereka sepenuhnya.
Radena merasakan sihirnya bergetar, seolah merespons keberadaan makhluk-makhluk itu. Frieden mengangkat pedangnya, menatap mereka dengan hati-hati.
“Penjaga kuil?” tanya Frieden dengan nada setengah bercanda. “Kenapa mereka tidak bisa hanya memberi kita sambutan hangat saja?”
Radena mengabaikan komentar itu, fokus pada ancaman di depan mereka. “Mereka ada untuk melindungi rahasia kuil. Kita harus mengalahkan mereka jika ingin masuk.”
Frieden menyesap napas panjang, bersiap untuk bertarung. “Baiklah. Aku menjaga mereka tetap sibuk. Kau cari cara untuk melemahkan mereka.”
Pertarungan di Depan Kuil
Frieden melompat maju, pedangnya berkilauan di bawah cahaya samar. Ia menyerang salah satu penjaga dengan serangan cepat, tetapi pedang itu terpental seperti membentur baja.
“Jadi mereka sekeras itu, ya?” keluh Frieden sambil melompat mundur menghindari ayunan besar dari salah satu penjaga.
Radena, di sisi lain, memfokuskan energinya. Ia mengarahkan tongkatnya ke penjaga kedua, mencoba mantra yang lebih kuat.
“Fulgaris Tempesta!”
Petir muncul dari tongkatnya, menyerang makhluk itu tepat di dada. Penjaga itu terdorong mundur beberapa langkah, tetapi tidak terluka. Sebaliknya, ia berbalik dan mengarahkan serangan ke Radena, melayangkan pukulan besar yang hampir mengenainya.
“Ini buruk,” gumam Radena. “Mereka terlalu kuat.”
Frieden, yang terus bergerak cepat di sekitar penjaga pertama, meneriakkan sesuatu. “Kau harus menemukan kelemahan mereka, Putri! Aku tidak bisa melawan tiga makhluk ini sendirian selamanya!”
Radena mengingat teks dari buku Astralis. Ia memikirkan apa yang pernah ia baca tentang kuil ini.
“Makhluk pelindung... hanya bisa dikalahkan dengan sihir yang sesuai dengan jiwa kita,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Jiwa...”
Ia menatap Frieden, yang terus berjuang menghindari serangan penjaga itu.
“Frieden! Kita harus bekerja sama!” teriaknya.
“Apa menurutmu aku tidak sedang melakukannya?” balas Frieden, melompat menghindari serangan yang hampir mengenainya.
Radena memejamkan matanya, mencoba merasakan energi sihir di sekitarnya. Ia ingat kata-kata dari buku: dua jiwa yang terhubung oleh takdir.
Ia meraih tangan Frieden, membuatnya terkejut.
“Apa yang kau lakukan?” tanyanya.
“Kau percaya padaku?” tanya Radena, matanya penuh keyakinan.
Frieden menatapnya beberapa saat sebelum mengangguk. “Aku tidak punya pilihan lain, bukan?”
Radena menggenggam tongkatnya dengan erat, kemudian merapal mantra kuno yang baru saja muncul di pikirannya, seolah-olah sihir itu memanggilnya.
“Luminis Concordia!”
Kekuatan Jiwa yang Menyatu
Dari tongkat Radena, muncul cahaya putih yang menyilaukan. Cahaya itu menyelimuti Frieden juga, menghubungkan mereka dengan benang sihir yang tak terlihat. Penjaga kuil berhenti menyerang, tampaknya terganggu oleh energi baru itu.
“Apa yang terjadi?” tanya Frieden, merasa tubuhnya lebih ringan dan kuat.
Radena tidak menjawab, tetapi ia tahu mereka telah membangkitkan sesuatu yang luar biasa. Dengan energi itu, ia mengarahkan tongkatnya lagi, kali ini dengan Frieden berdiri di sisinya.
“Bersiaplah,” kata Radena.
“Selalu siap,” balas Frieden dengan senyum kecil.
Radena dan Frieden menyerang bersama, memanfaatkan kekuatan sihir mereka yang telah menyatu. Radena melantunkan mantra baru, sementara Frieden menggunakan pedangnya yang kini memancarkan cahaya sihir.
“Aquila Divina!”
Seekor burung elang besar yang terbuat dari cahaya muncul dari tongkat Radena, melesat ke arah para penjaga. Penjaga kuil berusaha melawan, tetapi cahaya itu terlalu kuat. Dalam satu serangan terakhir, ketiga penjaga itu lenyap menjadi asap hitam.
Radena dan Frieden berdiri terengah-engah di depan kuil, cahaya sihir di sekitar mereka perlahan memudar.
“Kita berhasil,” kata Frieden, tersenyum lelah.
Radena mengangguk, tetapi pikirannya masih berputar. Ia tahu kekuatan yang baru saja mereka gunakan bukan kekuatan biasa. Itu adalah sesuatu yang hanya bisa dicapai ketika dua jiwa benar-benar selaras.
Rahasia di Dalam Kuil
Setelah memastikan tidak ada bahaya lain, mereka melangkah masuk ke dalam kuil. Ruangan utama kuil itu dipenuhi ukiran-ukiran kuno, masing-masing menceritakan kisah tentang penciptaan sihir.
Di tengah ruangan, ada sebuah altar besar yang terbuat dari kristal biru. Di atasnya terletak sebuah benda berbentuk lingkaran, seperti cincin besar, dengan simbol-simbol yang sama seperti yang ada di buku Astralis.
“Ini pasti petunjuk pertama,” kata Radena sambil mendekati altar itu.
Frieden mengangguk, tetapi matanya tetap waspada, mengamati sekeliling. “Kita harus berhati-hati. Tempat ini tidak terasa aman.”
Radena menyentuh cincin itu, dan seketika, ruangan itu dipenuhi cahaya biru yang terang. Dari cincin itu muncul proyeksi peta dunia, dengan tiga titik yang bersinar terang.
“Tiga lokasi,” bisik Radena. “Ini pasti tempat di mana bagian lain dari Astralis tersembunyi.”
Frieden mengangguk, mencoba memahami peta itu. “Jadi kita punya tiga tujuan berikutnya. Tapi aku yakin perjalanan ini akan menjadi lebih sulit.”
Radena mengambil cincin itu dan menyimpannya di dalam tasnya. Ia menatap Frieden dengan tekad.
“Apapun yang terjadi, kita harus menemukannya sebelum sekte gelap itu,” katanya.
Frieden tersenyum kecil, tetapi ada keseriusan di matanya. “Aku ada di sisimu, Putri. Sampai akhir.”
Radena merasa dadanya hangat mendengar itu. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa ia tidak sendirian dalam perjalanan ini.
Namun, ia juga tahu bahwa ini baru permulaan.