Alexa Beverly sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Dia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.
Peran figurannya membawa wanita itu bertemu aktor papan atas, Raymond Devano yang baru saja meraih gelar sebagai Pria Terseksi di Dunia menurut sebuah majalah terkenal. Alexa tidak menyukai aktor tampan yang terkenal dengan sikap ramah dan baik hati itu dengan alasan Raymond merebut gelar milik idolanya.
Sayangnya, Alexa tidak sengaja mengetahui rahasia paling gelap seorang pewaris perusahaan raksasa Apistle Group yang bersembunyi dibalik nama Raymond Devano sambil mengenakan topeng dan sayap malaikat. Lebih gilanya lagi, pemuda dengan tatapan kejam dan dingin itu mengklaim bahwa Alexa adalah miliknya.
Bagaimana Alexa bisa lepas dari kungkungan iblis berkedok malaikat yang terobsesi padanya?
Gambar cover : made by AI (Bing)
Desain : Canva Pro
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Topik Panas Sepanjang Tahun
Mereka berakhir di sebuah pusat perbelanjaan. Alena memakan kentang gorengnya dalam diam, membiarkan wanita di sampingnya sibuk dengan buku gambar. Dua wanita itu sedang duduk di sebuah bangku panjang yang tersedia, menatap lalu lalang.
Tujuan Alena ingin pergi ke luar adalah untuk menjernihkan kepala dari dokumen demi dokumen yang tidak ada habisnya. Berbeda dengan Alexa yang ingin mencari ide untuk desain terbarunya. Meski pada awalnya ingin pergi ke pantai, Alena khawatir Alexa tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Tempat terbaik untuk mencari ide desain pakaian musim berikutnya adalah tempat umum. Biasanya lebih mudah bagi Alexa untuk berpikir setelah melihat segala jenis model pakaian yang dikenakan orang-orang.
"Jangan lupa minum," ucap Alena sembari menyodorkan gelas berisi kopi dingin yang dipesan Alexa sebelumnya.
Wanita bersurai hitam panjang itu menghentikan guratan pensilnya, mendongak beberapa saat agar urat-urat lehernya yang kaku menjadi lebih rileks. Alexa menegakkan punggung sebelum meraih minuman yang disodorkan dan menyesapnya perlahan.
"Memangnya Bibi Valisha memberi deadline kapan?" tanya Alena sedikit penasaran. Biasanya Alexa tidak terlihat terlalu stres seperti sekarang. Wanita itu hanya diberi tugas untuk menyumbang satu atau dua desain pakaiannya untuk koleksi terbaru brand fashion milik ibunya.
"Tidak ada deadline," jawab Alexa sembari membereskan buku gambarnya, memasukkan kembali benda itu ke dalam tas. "Mama ingin aku kembali bertanggung jawab untuk MagZine. Seperti biasa ... tidak ada jadwal kapan akan diterbitkan. Setelah semua desain selesai, MagZine baru akan dicetak."
Alena mengerutkan kening. "Terakhir kali MagZine terbit adalah dua tahun lalu, kan? Saat kau memutuskan untuk memasuki dunia hiburan. Waktu itu kau berjanji akan mengeluarkan desain yang lebih hebat dari sebelumnya dalam kurun waktu dua tahun. Kalau tidak--"
"Aku harus kembali ke Paris dan mengurus Magnofy di sana." Alexa memotong perkataan wanita di sisinya, menghela napas saat mengingat kembali perjanjian dengan ibunya.
"Itu sih, sama saja kau sedang dikejar deadline, kan? Apa desainnya belum siap?"
Alexa menggeleng lemah, bibirnya merengut. Ia sibuk dengan semua peran figuran yang berhasil didapat. Hampir setiap hari selalu saja ada lokasi yang harus Alexa datangi untuk syuting. Terlalu menikmati pekerjaannya sebagai aktris, Alexa lupa pada tanggung jawabnya terhadap Magnofy.
Sebenarnya sudah ada desain untuk majalah pakaian MagZine, hanya saja tidak ada satu pun yang menurut Alexa bagus untuk diletakkan di cover. Jadi, wanita itu mulai membuat lagi sesuatu yang cukup mewah dan berbeda untuk ditampilkan di cover depan.
Bagaimana pun dua tahun berlalu sejak MagZine terakhir dicetak. Alexa tidak bisa asal-asalan untuk sesuatu yang ditunggu dengan sabar oleh jutaan orang.
"Sepertinya aku akan menggunakan desain milik Mama untuk covernya kalau masih tidak menemukan sesuatu. Ah, dalam keadaan seperti ini aku benar-benar merindukan Mama."
"Semangat, ya!" Alena berujar seraya kembali memakan camilannya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menyemangati karena Alena tidak mengerti apa-apa tentang mendesain pakaian.
Salah satu bakat alami Alexa adalah kemampuannya menggambar sesuatu. Sejak kecil wanita itu sudah bisa membuat desain sederhana. Alena hanya berpikir bahwa itu wajar karena darah sang desainer jenius, Valisha, mengalir di tubuh Alexa.
Sama seperti Alena yang meski terkadang stres, lebih suka mengerjakan berbagai laporan perusahaan daripada hal lainnya. Secara alami bakat dan kemampuan mereka sama dengan pekerjaan orang tuanya.
Meski tentu saja Alexa memiliki impian yang berbeda dari hal yang ia kerjakan sekarang. Entah sejak kapan, Alexa ingin tampil dilayar kaca, menjadi aktris yang bisa akting di film dengan genre apa pun. Hanya Alena yang belum tahu ingin jadi apa. Ia tidak punya mimpi khusus. Jadi, yang bisa dilakukan Alena hanyalah mengerjakan tugasnya untuk perusahaan dengan sepenuh hati, sambil menikmati kehidupannya sebagai sendok emas.
"Eh, coba lihat!" Alexa menyenggol lengan wanita di sampingnya, menunjuk dengan dagu sebuah layar besar yang terpampang. Layar yang sedang menampilkan sebuah berita tentang kerja sama antara brand fashion Wistern dan Apistle Group.
"Wah, itu serius? Perusahaan sebesar Apistle Group akan bekerja sama dengan brand fashion Wistern? Bukankah kolaborasi ini akan membuat dunia bisnis terguncang?"
Alexa mengangguk setuju. Pasalnya siapa yang tidak tahu Apistle Group? Perusahaan terbesar nomor satu di dunia.
"Tunggu, deh, bukannya itu sama saja dengan si nomor satu bekerja sama dengan si nomor satu?"
Alena mengerutkan kening dengan kata-kata aneh Alexa, tapi segera menyadari bahwa yang dikatakan wanita itu benar. Saat ini, Wistern juga merupakan brand fashion terbesar di dunia.
"Media pasti menyukai berita ini," ucap Alena sembari menggeleng. "Sudah pasti pencapaian Wistern karena berhasil menggaet Apistle Group akan dibandingkan dengan Magnofy."
"Kalau kita mengajukan proposal kepada Waxton Group untuk bekerja sama dengan Magnofy lalu disetujui, bukankah ceritanya akan semakin panas dan seru?"
Alena berdecak kagum dengan ide brilian wanita yang duduk di sampingnya. Dalam dunia bisnis, Waxton Group merupakan perusahaan dengan penghasilan terbanyak nomor dua di dunia, tepat di bawah Apistle Group. Magnofy juga selalu menjadi nomor dua dan belum pernah mengambil alih posisi Wistern.
Kalau si nomor satu saling bekerja sama, kenapa mereka yang berada di nomor dua tidak melakukannya juga? Yah, meski disebut nepotisme karena Presdir Waxton Group dan Direktur Utama Magnofy adalah saudara kandung, yang penting kan, kerja sama!
"Wah ... pasti tahun ini akan jadi yang terpanas untuk pasar global, kan?" Alena terkekeh, membayangkan seperti apa panasnya persaingan para perusahaan raksasa itu.
"Ayo kompori Mama dan Paman Vincent!" seru Alexa, tiba-tiba semangatnya berkobar membayangkan kekacauan. Pasti akan jadi topik panas sepanjang sisa tahun ini.
"Aku akan berusaha keras meyakinkan Papa. Kebetulan Bibi Valisha juga akan pulang, kan?"
Dua wanita itu langsung terdiam. Perkataan Alena membuat mereka mengingat jadwal penting yang harusnya tidak mereka lupakan.
"Sial!" seru Alena dan Alexa bersamaan, langsung berdiri dan menyampirkan tas dengan gerakan tergesa. Hari ini Valisha pulang dan tugas dua wanita itu menjemput di bandara.
"Sekarang pukul berapa?" Alexa melirik arloji di pergelangan tangannya. "Gawat, jadwal pesawatnya sebentar lagi sampai."
Dua wanita itu berlari, tidak memedulikan bagaimana orang-orang yang mereka lewati mengerutkan kening. Terlalu fokus pada pekerjaan juga perasaan stres membuat mereka melupakan kepulangan Valisha.
Alexa sempat melihat pada ponselnya sambil setengah berlari, netranya melebar melihat belasan pesan dan panggilan tidak terjawab dari ibunya.
"Mama benar-benar akan menyita black card kesayanganku kalau sampai kita terlambat, Alena! Ayo lebih cepat!"
Untungnya mereka memang berada di lantai satu sehingga tidak terlalu jauh dari tempat parkir. Mereka juga tidak perlu menuruni tangga dengan langkah tergesa seperti di film-film.
"Langkahmu yang malah terlalu lambat, Alexa!"