BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suami kurang ajar!
"Angkat!!" Perintah Bara dengan dingin.
"Nggak usah, nggak penting. Kan Pak Bara juga yang mau saya menjauhinya" Sahut Eca meski dia begitu ketakutan.
"Benarkah?" Bara masih setia membelitkan tangannya di pinggang Eca.
Ting tong...
Deg...
Jantung Eca rasanya jatuh dari tempatnya. Dia takut kalau yang menekan bel apartemennya adalah Efan. Sementara Ponsel Eca juga masih bergetar karena panggilan dari Efan.
"Angkatlah atau aku yang akan keluar"
"Jangan!!" Eca menahan tangan Bara yang ingin menjauh.
"Kamu lebih suka saya peluk ternyata" Bara menyeringai penuh kemenangan.
Dengan harapan besar jika Efan bukan orang yang ada di balik pintu apartemennya, Eca mulai mengangkat teleponnya.
"Halo?"
"Sayang, buka pintunya. Aku ada di luar"
Duaarr....
Eca ingin menangis saat ini juga. Kenapa dia bisa ada di posisi sulit seperti ini.
"Diluar?"
Bara yang bisa mendengar jelas suara Efan justru tersenyum licik. Dia sengaja menggerakkan tangannya naik ke atas hingga menyentuh dua aset bagian depan milik Eca.
"Iya, aku di depan apartemen kamu. Aku khawatir sama kamu. Takutnya kamu masih nggak enak badan. Kita ke dokter aja yuk?"
Mata Eca melotot menahan amarah karena Bara sudah terlalu jauh menyentuhnya. Eca menarik tangan Bara untuk menjauh dari sana, tapi Bara justru me**mas salah satunya.
"Ternyata kenyal, dan begitu padat sayang" Bisik Bara di telinga kiri Eca karena telinga kanannya sedang di gunakan untuk menerima telepon dari Efan.
"Lepas!!" Geram Eca dengan berbisik.
"Apa sayang, kamu ngomong apa?"
"Oh, e-nggak kok Fan nggak ngomong apa-apa"
"Ya udah ayo bukain pintunya!"
Bara semakin nakal, bukan hanya mer*mas. Dia juga memainkan jari telunjuknya di bagian tengah. Sepertinya dia telah mendapatkan sesuatu dia sana.
"M-maaf Fan. A-kau.."
Bara tersenyum puas karena Eca terlihat gugup dan menahan sesuatu. Bara yakin dia telah berhasil memancing h*srat Eca.
"Kamu kenapa sayang? Kenapa kamu gugup kaya gitu, kamu nggak papa kan?"
"Aku nggak ada di apartemen. Barusan Mbak Nola jemput aku. Kami lagi cari makan"
Eca mencoba mengendalikan dirinya. Dia tidak tau reaksi apa yang ia rasakan akibat ulah Bara itu. Yang jelas bari kali ini Eca merasakan sensasi aneh. Tubuhnya merinding, kepalanya panas dan perut bagian bawahnya terasa ada yang menggelitik. Lututnya pun seperti lemas dan tak bertulang.
Meski Eca belum melakukan penyatuan dengan Bara. Tapi Eca tetap merasa dirinya tak suci lagi.
Bara kembali tersenyum tipis saat mendengar alasan yang di buat Eca. Demi membuat Efan percaya dan tidak melihat dirinya ada di dalam apartemen itu, Eca rela berbohong lagi dan lagi.
"Kamu terlihat begitu mencintainya sayang. Saya cemburu" Eca tak mempedulikan bisikan Bara lagi.
Otaknya mencoba fokus dengan apa yang Efan katakan dan tubuhnya mencoba untuk tak terbuai dengan sentuhan Bara yang saat ini tangannya sudah berpindah ke dalan dress milik Eca.
Entah kapan bara menyingkap dressnya itu hangga kini kedua tangan Bara berhasil masuk dan mencakup kedua aset milik Eca meski masih di lapisi dengan b*ra.
"Ya udah kalau gitu aku pulang aja. Nanti kabari kau kalau kamu udah pulang ya"
"Iya"
Tut...
"LEPAS!! Sentak Eca sambil menjauh dari Bara dengan kekuatan penuh.
Ingin dia mengeluarkan suara kerasnya itu sejak tadi namun dia masih bicara dengan Efan jadi pasti Efan akan mendengar suaranya dari luar. Ingin memberontak dari tadi juga tangannya masih memegang ponsel.
Bara hanya menanggapi kemarahan Eca dengan senyum tipisnya.
"Jangan marah sayang, kita halal melakukan itu"
Eca memalingkan wajah, dia malas menanggapi Bara kalau sudah menggunakan hal itu sebagai alasan. Dia juga malas meladeni Bara. Dadanya sudah terllau bergemuruh untuk mendebat Bara.
"Lanjutkan masaknya. Saya mandi dulu"
"Terserah!!" Sahut Eca dengan ketus.
Mengusir Bara juga percuma, pria itu pasti tidak akan mau pergi dari apartemennya. Tapi Eca hanya berharap kalau nanti Bara akan segera pergi dari sana.
Setengah jam berlalu, masakan Eca sudah siap. Dari yang seharusnya dia memasak satu porsi, dia jadi harus menambahnya menjadi dua porsi untuk suami kurang ajarnya itu.
Eca hanya melirik sekilas saat pintu kamarnya terbuka. Apalagi pria itu hanya mengenakan handuk yang dililitkan pada pinggang sehingga menunjukkan perutnya yang berotot itu.
Tapi bukan itu sebenarnya yang membuat Eca melirik sinis, Bara seenaknya saja menggunakan handuk miliknya tanpa ijin terlebih dahulu. Ya walau Eca sadar kalau itu hanya handuk itu yang ada di kamar mandi dan lainnya Eca simpan di dalam lemarinya, tapi tetap saja Eca begitu kesal.
"Udah jadi sayang?" Tanpa rasa malu Bara menarik kursi dan duduk manis di samping Eca.
"Pak Bara bisakah anda tidak usah memanggil saya seperti itu?"
"Kenapa, ada yang salah? Kamu kan istriku!"
"Saya geli dengarnya Pak"
"Oh jadi kamu geli kalau saya panggil sayang, tapi kalau pria lain kamu senang, gitu?"
"B-bukan gitu" Eca lagi-lagi kalah berdebat dengan Bara.
Eca juga heran kenapa sekarang Bara jadi banyak bicara padahal sebelumnya pria itu begitu irit bicara kepadanya.
"Asal kamu tau, saya juga geli kalau kamu panggil saya Bapak padahal kita bukan di kantor. Panggil saya kaya biasanya kalau kita lagi di rumah!"
"Iya M-mas" Eca begitu susah mengucapkannya.
"Ya udah ayo makan!"
"Apa nggak sebaiknya ganti baju dulu Mas?" Bara membuat mata Eca tak bisa tertuju kearahnya sejak tadi.
"Kenapa memangnya? Kamu kan udah pernah lihat yang lebih dari ini. Jadi nggak papa dong, lagian saya juga nggak bawa baju ganti"
Pipi Eca langsung merona karena dia mengingat malam dimana dia melihat Bara sedang bermain solo.
"B-baju ganti? Kenapa harus pakai baju ganti? Bukannya habis ini Mas Bara pulang menemani Mbak Ola?"
Bara menggelengkan sambil tersenyum sinis menatap Eca.
"Jangan harap kamu bebas dariku sayang. Hari ini aku menginap di sini!"
Gleg...
Kini Eca yang merasa tenggorokannya kering sampai kesusahan membasahinya dengan ludahnya sendiri.
"Terus Mbak Ola gimana?"
"Nola pergi keluar kota, makanya aku ada di sini saat ini"
Wajah Eca langsung berubah pucat pasi. Ternyata usahanya malam itu untuk menghindari Bara hanyalah sia-sia belaka.
Meski Bara mengatakan kalau dia tidak akan menyentuhnya sampai Eca menyerahkan dirinya sendiri, tetap saja Eca merasa was-was. Dia seorang wanita yang tenaganya akan kalah dengan pria apalagi melihat tubuh Bara yang tinggi, gagah dan berotot.
Kalian juga tidak lupa kan, bagaimana Bara menyentuh Eca sesuka hatinya sejak tadi? Apa mungkin Bara tidak akan menghabisinya di ranjang malam ini?