Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1 : Nikah instan
Novel ini sequel dari novel author sebelumnya " SEMERBAK WANGI AZALEA."
Happy reading semua....❤️❤️❤️❤️
...****************...
" Bagaimana jurnal nya mas?" Tanya Zara ketika kedua saudara kembar itu memasuki halaman fakultas kedokteran.
" Sudah siap. Kau tau? Aku sampai begadang mengerjakannya." Kata Zayn sesekali menguap.
" Aku bisa melihatnya." Ucap Zara merogoh tasnya dan mengeluarkan sesuatu seperti pasta gigi dan memberikannya pada Zayn." Ini."
" Apa ini?" Zayn bertanya meski tak urung juga dia mengambilnya.
" Pakai di bawah matamu."
" Hei,, kau pikir aku banci, tidak." Zayn mengembalikan apa yang Zara berikan tadi. Karena yang dia pikirkan, Zara memberikannya semacam cream kecantikan wanita yang biasa di pakai adiknya dan umi Aza.
" Ya Allah mas.. Itu hanya eye cream. Olesi di bawah matamu. Coba kau lihat di cermin, matamu sudah seperti panda tua, gemoy tidak mengerikan iya." Kata Zara lalu berlalu meninggalkan Zayn, apalagi ada Syifa yang sudah melambaikan tangan memanggilnya.
" Aku duluan, eye cream nya jangan di buang ya, itu mahal loh." Ucapnya sebelum berlari ke arah Syifa.
Zayn menggelengkan kepala dengan sikap Zara yang tak pernah dewasa menurutnya.
*
*
Jam menunjuk di angka dua belas lewat tiga puluh menit. Dan seperti hari hari sebelumnya, Zara dan Syifa akan ke masjid sekitaran fakultas menunaikan kewajibannya sebagai umat islam yang taat.
Sepulang dari masjid, kedua nya harus berpisah karena Zara mendapat tugas dari salah satu dosennya untuk membawa beberapa berkas medis ke rumah sakit.
Langkahnya terlihat ringan ketika kakinya menginjak lantai keramik rumah sakit Brawijaya. Ya, sang dosen menyuruhnya ke Brawijaya Hospital memberikan beberapa berkas pada salah satu dokter senior di departemen pulmonologi.
Zara masuk ke lift dan menekan angka tiga, namun bersamaan dengan itu seorang pria yang sangat dia kenal ikut menyusul nya sebelum pintu lift tertutup rapat.
Zara membatu, pria tampan itu berdiri tidak jauh darinya, wangi maskulin menguar memenuhi ruangan sempit itu.
" Assalamualaikum dokter." Sapanya.
Pria tadi menoleh ke arah Zara. " Waalaikumsalam."
Hanya itu, lalu pria yang berprofesi dokter tersebut kembali fokus pada ponselnya.
Jujur Zara tidak ingin menegur, Hanya saja dia takut jika di anggap mahasiswi yang tak punya adab dan sopan santun.
" Mau ke lantai berapa dok?" Tanya Zara kembali.
" Lantai tiga." Jawabnya singkat padat dan jelas.
Zara menekan angka tiga sama persis seperti lantai yang yang akan dia tuju.
Zara tidak lagi berbicara, karena ponselnya berada di dalam tas, dan tangan kirinya sibuk dengan beberapa berkas, akhirnya untuk mengurangi rasa gugupnya, dia hanya memainkan ujung jilbab panjang yang dia kenakan.
Beruntung hanya sampai lantai tiga, jadi Zara tidak harus berlama-lama di dalam lift bersama pria yang dia panggil dokter tersebut.
Mereka berpisah, Zara ke arah yang berlawanan dengan dokter yang bersama nya beberapa saat lalu. Sesekali Zara menoleh dan melihat pria tersebut yang sedang berlari lari kecil seperti orang yang sedang terburu buru.
Namun Zara tidak begitu memperdulikan. Sekarang dia harus fokus pada beberapa lembaran yang sebentar lagi akan di terima pemiliknya. Dan seperti yang biasa terjadi, akan ada kuis atau beberapa pertanyaan ketika seorang mahasiswa kedokteran sepertinya bertemu dengan dokter senior ataupun Professor.
Zara menghembuskan nafasnya kuat sebelum mengetuk pintu bercat putih tersebut.
" Masuk."
Zara melangkah ke dalam ruangan, di hadapannya seorang dokter paruh baya dengan kacamata tebal sedang duduk seperti menunggu kedatangannya.
" Selamat siang dok, saya di tugaskan dokter Albert untuk memberikan berkas ini pada anda."
" Taruh di meja. Semester berapa?"
" Semester akhir dok."
" Bagus, aku ada pertanyaan untukmu."
Sesuai dugaan Zara. Itulah kenapa teman temannya takut jika mendapat kan tugas seperti ini. Karena bukan hanya menjadi kurir biasa saja, ada beberapa prosedur yang harus mereka lewati sebelum berhasil kembali dengan selamat.
Dokter tersebut sudah mulai memberikan pertanyaan, dan dia merasa terganggu karena ponsel Zara terus berbunyi di dalam tas.
" Kau mengganggu konsentrasi ku. Angkat telpon mu!"
" Baik dok."
Dengan tangan gemetar, Zara membuka tas dan mengambil ponselnya. Di sana tertera nama opa Lukman, tentu dia harus segera menjawab.
" Assalamualaikum opa."
" Waalaikumsalam, kamu di mana nak? Di kampus?"
" Tidak opa, Zara lagi di rumah sakit."
" Kamu sakit?"
" Tidak, Zara ada sedikit urusan."
" Alhamdulillah, rumah sakit mana?"
" Brawijaya."
" Syukurlah, kamu segera ke kamar nomor lima, ruang perawatan VIP, opa menunggumu sekarang juga."
" Tapi opa, bisa satu jam lagi?"
" Itu terlalu lama nak."
" Kalau sekarang Zara tidak bisa opa." Kata Zara setengah berbisik.
" Kamu sedang ujian?"
" Ya bisa di bilang seperti itu."
" Berikan ponselnya pada dokter penguji mu."
" Itu tidak sopan opa."
" Cepat berikan!"
" Baiklah, tunggu sebentar."
Perlahan Zara menghampiri dokter Surya. " Dok maaf, opa saya mau bicara."
" Aku tidak punya urusan dengan opa mu, memangnya siapa dia?"
" Bukan siapa siapa dok, hanya saja, opa saya sepertinya sangat ingin berbicara dengan anda."
" Dokter Surya, ini aku dokter Lukman." Kata Opa setelah Zara mengaktifkan pengeras suara ponselnya.
" Dokter Lukman?" Dokter Surya mulai berpikir, sepertinya dia mengingat nama itu.
" Cepat sekali kau lupa dengan ku, makanya sekali kali kau nikmati hidupmu, jangan bekerja terus menerus dan menyiksa mahasiswa mahasiswa tak berdosa itu. Awas saja kalau kau sampai membuat cucuku menderita."
Dokter Surya melongo, tatapannya bergantian, antara melihat ponsel di atas meja dengan Zara yang berdiri sembari menunduk.
" Jadi gadis cantik ini cucumu?"
" Iya kau betul sekali, jangan katakan kalau kau sudah menyiksanya."
" Belum, aku belum sempat melakukannya. Apa dia sudah punya pacar?" Tanya Dokter Surya keluar dari jalur.
" Kau tau dia anak siapa kan? Apa kau pikir Abi nya akan membiarkan nya berpacaran?"
" Benar juga, bagaimana kalau ta'aruf, kau kenal Bayu kan? Dia anak bungsu ku."
" Ya aku kenal. Tapi nanti saja kita bahas, aku membutuhkan cucu ku sekarang juga."
" Baiklah aku akan menyuruhnya segera menemui mu."
Panggilan berakhir dan Zara di biarkan terbebas dari ujian mendadak departemen pulmonologi yang tentu akan membuatnya pusing tujuh keliling.
Tok tok tok.
Zara berdiri di depan pintu ruangan sembari mengetuk pintu.
Tidak lama seorang wanita muda datang dan membuka pintu untuk Zara.
" Silahkan masuk." Ucapnya sopan.
Zara mengedarkan pandangannya ke sekitar, dan dia cukup kaget karena di sana bukan hanya opa dan oma nya, tapi ada abi dan uminya juga.
" Sini nak." Panggil umi Aza.
Zara mendekati keluarganya dan mencium tangan mereka satu persatu, sementara tak jauh dari keluarga Brawijaya seorang pria sedang menatap ke arah Zara dengan tatapan yang tidak bisa di tebak, pria itu juga sedang bersama dengan kedua orang tuanya.
" Zara, perkenalkan, mereka keluarga Pradipta." Ucap Abi Adam.
Zara pun langsung menghampiri mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada keluarganya. Terkecuali pada laki laki dewasa yang tentu tidak bisa dia sentuh karena larangan dalam agamanya.
Namun, kening Zara mengernyit kala dia menangkupkan tangan di depan seorang pria yang baru beberapa saat lalu bersama dengannya di dalam lift.
" Dokter Ezar?" Batin Zara tetap melanjutkan menyapa dosennya tersebut meski tanpa bersentuhan.
Zara kembali bergabung bersama keluarganya. Pembicaraan berliku antara opa dan keluarga Pradipta mulai membuat Zara bingung. Namun, lambat laun dia mulai paham apa duduk permasalahannya.
" Kalian akan menikah hari ini."
...****************...
stadium akhir 😩
kasian ghina
zara ank msih bayi knp la langsg lanjut pendidikn ny. fokus di rs, urus ank2 dn urus suami dulu knp. sayang x momen ny bnyak melewat kn tumbuh kembang si kembar. toh zara gk kekurangn materi tujuh turunan😁