Selama 10 tahun lamanya, pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tapi, tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni Dean, mantan kekasih serta calon tunangannya dimasa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#16•
#16
Adhis menutup pintu kamarnya perlahan, tak lupa ia menguncinya dari dalam, kemudian Adhis kembali menyeret Raka menjauhi pintu, agar tak ada yang mendengar pembicaraan mereka.
“Kenapa Mas datang?” tanpa basa basi, Adhis segera menanyakan hal yang membuat ia tak nyaman, yakni kehadiran Raka.
“Menemuimu, apalagi?” jawab RakaRaka, tanpa merasa berdosa, dan seperti tak terjadi apa-apa.
“Bukankah aku sudah bilang, aku gak akan datang? Kenapa Mas malah kemari? Bukankah bagus kalau aku tak ikut hadir?”
“Baiklah, Mas gak akan maksa kamu hadir, Mas pun tak akan kesana.” Jawaban Raka sungguh di luar dugaan, Adhis mengira Raka akan tetap membujuk dirinya agar ikut hadir.
“Kalau begitu, Mas silahkan pergi dari sini. Aku akan menenangkan diri, mulai sekarang Mas tak perlu lagi sembunyi-sembunyi untuk menemui anak dan istrimu. Abaikan saja aku.”
Adhis mengusap air matanya, hatinya remuk ketika meminta Raka mengabaikan dirinya. Yah, tapi kini ia harus mulai membiasakan diri, mungkin beberapa waktu kedepan ia akan sering diabaikan oleh suaminya sendiri.
“Kamu masih cemburu?” tanya Raka. Ia bahkan lupa, Adgis pernah mengungkapkan kecemburuannya.
“Oh, maaf, aku lupa, aku tak berhak cemburu, kan? Karena dia juga adalah istrimu. Bahkan bisa memberimu anak, lantas siapalah aku yang tak sempurna ini.”
Sendu kedua mata Raka menatap Adhis, dengan jari telunjuknya ia menyelipkan anak rambut Adhis ke balik telinga. “Kamu tetap istriku, aku sudah bilang kan, jika kamu akan tetap jadi yang utama.” Entah harus bahagia atau justru muak, tapi janji itu semakin mengurangi respek Adhis terhadap suaminya.
“Jangan pernah mengucap janji, pada hal yang tak bisa kamu tepati,” jawab Adhis dingin.
“Kalau begitu, Ayo kita ke rumah orang tuaku, akan ku buktikan kamu tetap yang utama dalam hidup dan hatiku,” pinta Raka dengan wajah memelas.
“Tidak sekarang, Mas. Aku belum siap bertemu lagi dengan keluargamu.”
Raka menyelipkan jemari tangannya pada jemari tangan Adhis, kemudian dikecupnya tangan mulus tersebut. “Kalau begitu izinkan Mas disini, menamanimu.”
“Aku ingin sendiri.” Lagi-lagi jawaban Adhis mengisyaratkan pada Raka untuk pergi.
“Tapi, aku ingin di dekatmu.” Kembali Raka memohon.
"Dan, Maaf, keinginan kita tak sama."
Adhis memalingkan wajah, membuat Raka mulai berprasangka, “apa karena ada pria itu?”
Kedua mata Adhis terbelalak, ingin rasanya ia menertawakan kalimat Raka. “Laki-laki apa?”
“Jangan kamu pikir aku tak tahu,” ucap Raka dengan nada kesal, hatinya panas karena melihat istrinya terlihat akrab dengan keluarga dari mantan kekasihnya. sementara bersama keluarga besar Adhitama, Adhis selalu menghindar dan menarik diri.
Adhis melipat kedua lengannya di dada. “Memang apa yang Mas ketahui?” tantang Adhis.
“Laki-laki itu, mantan kekasihmu, kan? Kamu sengaja datang kesini tanpaku, agar bisa bernostalgia dengan dia, kan?”
“Astaghfirullah, Mas, aku tidak serendah itu. Aku murni datang kesini karena ingin menenangkan diri, aku sama sekali tak tahu jika Daddy Andre dan keluarganya akan berkunjung.”
“Kamu tidak sedang memanipulasi kebenaran, kan?” tanya Raka, masih dengan kecurigaan ekstra.
“Kebenaran apa yang aku manipulasi? kenapa tiba-tiba aku yang dipojokkan? Padahal jelas-jelas Mas yang sudah menyembunyikan pernikahan kedua!!”
“Tapi aku sudah mengaku.”
“Iya, karena aku sudah memergokinya, jika belum, mungkin aku hanya akan jadi wanita yang bisa Mas bodohi selamanya.”
Raka terdiam, melihat air mata Adhis ia terluka, hati yang sekian lama coba ia jaga, akhirnya pecah berkeping-keping. Terluka karena rasa kecewa yang terlalu besar terhadap dirinya.
Tok
Tok
Tok
“Adhis … Raka … “
Suara ketukan pintu, membuat pertikaian tersebut berhenti.
“Iya, Bund.”
“Bu Dewi, telepon Bunda nih? Beliau tanya, kalian hadir atau tidak?” ucap Bunda Sherin dari depan pintu.
“iya, Bund, kami akan datang.” Reflek Adhis menjawab. Karena di rumah orang tuanya pun, Adhis akan tetap Raka curigai.
“Ya sudah, cepatlah, malah berduaan di kamar,” cetus Bunda Sherin.
...
maaf ya gaeess, NT emang semakin menggemaskan akhir2 ini, sampek siang hari othor up eps ini, episode yang othor up pagi tadi belum tayang, padahal udah lolos review... 🥴🥴
yo wis lah, semoga kalian masih bersabar ya 🤧
Pecinta textbook pasti 😀
apapun keputusan kak author kamu terima aja ya raka