Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Tak Terencana
Ucapan Ghea barusan yang nampak terdengar terlalu kencang membuat beberapa pengunjung sampai menoleh ke arah mereka. Dinda sampai melirik kesal ke arah Ghea yang sangat tak tahu malu sekali saat berteriak seperti barusan. Ghea yang sudah menyadari aksinya barusan pun meminta maaf pada Dinda karena ia sama sekali tak ada maksud untuk mempermalukan Dinda, ia melakukan semua itu murni karena ia terkejut ketika mendengar cerita Dinda yang mengatakan kalau Alex berusia 25 tahun.
"Jadi Mbak Dinda suka sama Alex?"
"Kok kamu malah tiba-tiba nanya gitu?"
"Habisnya sikap Mbak Dinda ini yang bikin aku jadi berspekulasi. Kayaknya Mbak Dinda shock gitu saat tahu usia Alex lebih muda dari Mbak Dinda padahal kayaknya Mbak Dinda berpikir untuk membuka hati pada Alex.
Dinda melotot pada Ghea yang bicara frontal di depannya namun Ghea sama sekali tak merasa terintimidasi yang ada justru ia malah cengengesan yang makin membuat Dinda jadi naik darah. Setelah acara makan-makan selesai maka Dinda pun segera kembali ke apartemennya, alangkah terkejutnya ia ketika melihat sang bunda saat ini tengah berbincang dengan Alex di koridor depan unit apartemennya.
"Bunda."
"Ini dia yang sejak tadi Bunda tunggu."
Dinda segera menghampiri sang bunda dan mencium tangannya, Dinda membukakan pintu unit apartemennya untuk sang bunda dan kemudian Herlin masuk ke dalam unit apartemen itu namun Dinda belum masuk ke dalam melainkan memandangi Alex dengan tatapan curiga.
"Kenapa menatap saya begitu?"
"Apa yang sudah kamu katakan pada bunda?"
"Saya tidak mengatakan apa pun. Tadi kebetulan kami bertemu di lift dan terlibat percakapan hingga beliau merasa sungkan untuk menunggu di unit apartemen saya sampai kamu kembali dan memilih untuk menunggu saja di luar sampai kamu pulang jadinya saya menemani beliau."
"Kamu gak perlu repot-repot nemenin bunda saya."
"Kenapa memangnya? Saya senang kok."
Seketika Dinda menatap tajam Alex meneliti wajah pria itu dengan tatapan menyelidik.
"Kamu melakukan ini dengan sengaja kan? Kamu pasti tengah merencanakan sesuatu kan?"
****
Dinda masuk ke dalam unit apartemennya dan menemukan sang bunda tengah duduk di sofa sambil menunggunya yang tadi bicara dengan Alex di depan.
"Bunda mau minum apa?"
"Bunda bisa ambil sendiri kalau haus, gimana Kak kerjaan hari ini?"
Dinda seketika langsung tersenyum dan menceritakan pada sang bunda mengenai ia yang menjadi general manager di kantornya. Herlin nampak bahagia dan memeluk Dinda mengucapkan selamat atas pencapaian yang sudah Dinda lakukan.
"Kita harus merayakannya."
"Dinda sih baru mau bilang ke Bunda hari ini dan akan merayakannya nanti hari Sabtu ketika Dinda libur."
"Oh bagus itu, acaranya di rumah Bunda aja. Dan jangan lupa undang nak Alex."
Seketika senyum yang sejak tadi terukir di bibir Dinda luntur kala sang bunda menyebut nama Alex.
"Bunda kenapa meminta Alex untuk diundang?"
"Soalnya dia kan tetangga unit apartemen kamu dan Bunda lihat kalian juga dekat seperti yang Melvin katakan."
"Melvin? Apa yang Melvin bilang pada Ibu?"
"Melvin cuma bilang kalau kamu sekarang sudah punya seseorang yang bisa diandalkan selain Ghea dan dia seorang laki-laki jadi karena ucapan Melvin itu membuat Bunda tertarik datang ke sini untuk melihat langsung seperti apa rupanya laki-laki itu dan setelah lihat langsung Bunda langsung suka."
****
Dinda menjelaskan pada Herlin bahwa di antara dirinya dan Alex sama sekali tidak ada hubungan spesial dan Herlin mengatakan bahwa ia paham.
"Kamu bisa berteman dengan pria saja Bunda sudah senang, kalau pun nanti kamu jatuh cinta pada nak Alex pun Bunda akan lebih senang menerima dia menjadi calon menantu Bunda."
"Bunda apa-apaan sih? Dia itu masih sangat muda, 25 tahun umurnya."
"Oh ya? Tapi dia kayaknya dewasa banget, tata bahasanya bagus bisa berbaur dengan orang yang lebih dewasa kayaknya dia cocok sama kamu."
"Bunda apaan sih? Aku mau fokus sama karir aku dulu."
"Nggak salah kok kamu mau fokus sama karir kamu dulu, Bunda kan mengatakan kalau sekiranya kamu berubah pikiran dan ingin mencari sosok calon suami sepertinya nak Alex bisa jadi pertimbangan."
Setelah obrolan itu berakhir, Herlin pamit pulang meninggalkan Dinda yang masih termenung memikirkan apa yang tadi menjadi bahan obrolan di antara bundanya dan dirinya soal Alex.
"Melvin itu mulutnya terlalu sembrono. Kalau kayak gini kan kayaknya bunda malah berharap banget kalau aku bisa sama Alex."
Dinda memutuskan mandi dan berganti pakaian sebelum ia membuka pintu balkon dan berdiri di tepi balkon itu menikmati suasana malam ini ditemani semilir angin yang menerpa wajahnya.
****
Keesokan harinya saat hendak berangkat kerja, Dinda secara tak sengaja bertemu dengan Alex yang juga sepertinya hendak pergi karena mengenakan pakaian rapih.
"Mau berangkat kerja?" tanyanya.
"Kalo udah tahu kenapa harus tanya lagi?" jawab Dinda ketus.
Alex hanya tersenyum tipis dan mereka kini berdiri bersisian menunggu pintu lift terbuka dan tak lama kemudian akhirnya pintu lift pun terbuka dan mereka gegas masuk ke dalam.
"Akhir pekan ini kamu ada acara?" tanya Dinda memecah keheningan di antara mereka.
"Ada apa memangnya?" tanya Alex heran.
"Kalau kamu tidak ada acara, bunda mengundang kamu untuk datang ke acara syukuran kecil-kecilan di rumahnya."
"Oh begitu, aku pasti akan datang. Kita bisa ke sana bersama kan?"
Seketika Dinda menoleh ke arah Alex dengan raut wajah bingung, Alex kemudian menjelaskan bahwa ia tidak tahu di mana rumah bundanya Dinda maka akan jauh lebih baik kalau mereka jalan bersama saja.
"Aku bisa mengirimkan alamatnya."
"Pokoknya kita jalan bersama titik."
Dinda terperangah mendengar ucapan Alex barusan yang nadanya seperti sebuah perintah. Tidak lama kemudian pintu lift terbuka dan mereka sudah sampai di lantai basement di mana parkiran berada. Alex sempat menoleh ke arah Dinda sebelum pria itu memasuki mobilnya dan ia melambaikan tangannya.
****
Dinda sedang makan siang di sebuah restoran seorang diri karena Ghea saat ini sedang bertemu dengan pacarnya. Dinda masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Alex soal mereka yang bisa berangkat bersama dan hanya mengingat kata-kata pria itu saja sudah membuat Dinda mengulas senyum kecil namun buru-buru ia menepis hal itu.
"Ya ampun, aku ini kenapa?"
Dinda menggelengkan kepalanya, ia tak boleh terlalu terbawa perasaan seperti ini. Saat itu tiba-tiba saja muncul seorang pria yang waktu itu pernah bertemu dengannya di bandara secara tak sengaja.
"Halo Dinda."
Sontak saja Dinda yang mengenali suara itu menoleh dan ia mendapati sosok pria bernama Afif itu tengah berdiri di dekat mejanya bahkan pria itu langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Dinda.
"Dinda aku ...."
"Saya pergi."
Dinda baru saja bangkit dan hendak pergi namun tangannya langsung dicekal oleh Afif.
"Lepaskan aku!"
"Dinda, aku merindukanmu. Aku menyesali perbuatanku di masa lalu. Tolong berikan aku kesempatan kedua."