Gibran Erlangga terpaksa menikahi Arumi Nadia Karima karena perjodohan orang tuanya yang memiliki hutang budi.
Dua tahun pernikahannya Gibran selalu perhatian dan memanjakan Arumi.
Arumi mengira dirinya wanita paling beruntung, hingga suatu hari kenyataan pahit harus ia terima.
Gibran ternyata selama ini menduakan cintanya. Perhatian yang ia berikan hanya untuk menutupi perselingkuhan.
Arumi sangat kecewa dan terluka. Cintanya selama ini ternyata diabaikan Gibran. Pria itu tega menduakan dirinya.
Arumi memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. Saat Arumi telah pergi barulah Gibran menyadari jika ia sangat mencintai istrinya itu.
Apakah Gibran dapat meyakinkan Arumi untuk dapat kembali pada dirinya?.
Jangan lupa tekan love sebelum melanjutkan membaca. Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Saatnya Pergi
Jangan mengukur kesetiaan dengan kamu harus terus bersama dengan orang itu sepanjang waktu.
Bukan kamu harus terus bersamanya walau kamu tidak dihargai. Itu bukan kesetiaan, itu penghancuran dirimu sendiri.Jangan menguji dirimu yang sudah sedih, lebih baik kamu berhenti.
Kadang-kadang, cara terbaik untuk membuatnya sadar adalah dengan tidak melakukan apapun lagi untuknya, menjauh darinya dan menutup mata dan telinga padanya. Mereka akan sadar, bahwa mereka telah kehilangan orang yang tulus dengan mereka yaitu dirimu.(sebagian di kutip dari Google)
............
Arumi mengambil tas koper-nya dan memasukan beberapa helai pakaian. Tadi di kantor Gibran udah melarangnya pergi. Tapi Arumi sudah tak peduli, ia butuh waktu untuk merenungi jalan apa yang akan ia ambil dalam rumah tangganya.
Arumi teringat tadi saat di kantor, hampir saja tangisnya pecah dalam pelukan Gibran.
"Apa kamu telah mengetahui sesuatu?" tanya Gibran.
"Kenapa Mas bertanya begitu? Apa Mas menyembunyikan sesuatu?"
"Maafkan aku, Arumi."
"Maaf untuk apa?"
"Mungkin aku telah melukai hatimu."
"Mungkin?"
"Aku tak tau, Arumi. Aku rasa kamu pasti telah mengetahui sesuatu."
"Apa Mas ingin mengatakan sesuatu itu?"
"Aku belum bisa. Aku tak mau kamu terluka karena aku sangat menyayangi kamu."
"Aku nggak percaya. Jika Mas menyayangiku, nggak mungkin berbohong. Aku menunggu kejujuran dari Mas."
Arumi melepaskan pelukan Gibran dan berjalan cepat meninggalkan pria itu. Sakit terasa dadanya. Pria yang selama ini ia anggap sempurna ternyata tak lebih dari pecundang.
Arumi menghentikan taksi di depan perusahaan orang tuanya. Dalam taksi tangisnya pecah. Arumi memegang dadanya yang terasa sesak.
Percuma cinta yang aku berikan selama ini jika tak pernah kau hargai. Kadang seseorang berhenti peduli, bukan karena sudah tidak peduli lagi, tapi karena dia sadar kepeduliannya tidak dihargai sama sekali.
Ketika pedulimu sudah tidak dihargai, tak ada alasan bagimu untuk terus menangisi. Ketika pedulimu sudah tak dianggap, tak ada alasan bagimu untuk tetap berharap."Orang yang tidak bisa menghargai orang lain, dia tidak akan pantas untuk dihargai.
Terkadang lebih baik menjauh daripada tidak dihargai bukan maksud membenci tapi agar sadar diri
Arumi meminta supir mengantarnya hingga le bandara. Ia ingin ke Bandung. Teman-teman satu sekolahnya akan mengadakan reuni. Rencana awalnya,Arumi ingin mengajak Gibran.
Semua hanya tinggal rencana. Arumi tidak ingin mengajak suaminya. Ia ingin menyendiri beberapa hari ini. Ponselnya telah dimatikan agar Gibran tak bisa menghubungi dirinya.
Sementara di kantor, Gibran termenung di kursi sambil berpikir apa yang membuat sikap Arumi berbeda sejak kemarin.
Tanpa sengaja mata Gibran tertuju ke file yang berisi foto-foto dirinya dan Joana.
"Astaga, apakah tadi Arumi melihat dan membuka file ini. Jika benar, kenapa sikap Arumi berubah dari kemarin,"gumam Gibran pada diri sendiri.
Gibran mematikan laptop dan segera meinggalkan ruang kerjanya. Gibran melajukan mobil dengan kecepatan lumayan tinggi.
Di tengah perjalanan Joana menghubunginya. Gibran awalnya tak peduli, tapi karena terus berdering Gibran mengangkatnya.
"Ada apa Joana."
"Kenapa sih dari kemarin kamu sulit dihubungi, apakah kamu sudah tak peduli lagi."
"Sudah dihubungi bagaimana? Bukankah malam kemarin kita mengobrol."
"Tapi sorenya. Setelah aku spam Chat, kamu bukannya membalas tapi hanya di read aja."
"Tunggu ...."
Gibran menepikan mobilnya,.ia tak ingin terjadi kecelakaan karena menyetir sambil bicara.
"Sore kamu menghubungi aku."
"Iya, Mas. Apakah kamu udah pikun. Atau hanya pura-pura lupa agar aku tak marah."
"Tapi aku nggak tau kamu ada Chat aku."
"Lalu siapa yang baca Chat dariku."
"Arumi ...."
Tanpa berpikir lagi, Gibran mematikan sambungan ponselnya dengan Joana. Ia mencoba menghubungi Arumi, tapi ponselnya istrinya itu sudah tidak aktif lagi.
Gibran kembali menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sampai di rumah ia langsung menuju kamar.
Tidak melihat Arumi, Gibran bertanya dengan pembantunya. Jawaban dari pembantu yang mengatakan jika Arumi pergi dengan membawa satu koper membuat Gibran kaget.
Apakah Arumi telah mengetahui semua ini? Apakah itu yang menyebabkan sikapnya berubah dari kemarin.
Gibran menghubungi supir yang mengantar Arumi, meminta agar membawa Arumi kembali. Tapi sang supir mengatakan jika ia telah pulang dari mengantar Arumi ke bandara. Saat ini sedang dalam perjalanan.
Gibran meminta supir itu cepat kembali. Ia yakin Arumi ke Jogja . Ia akan menyusul istrinya itu.
Apakah Arumi akan mengatakan pada Papa. dan Mama semua kebenaran ini.
Bersambung.
makin menarik alur ceritanya..😁😁😁
GIBRAN YG SALAH, GIBRAN YG MARAH 😡😡.
tapi cinta mu pada Arumi tak bisa di paksakan.
lebih baik sama Alana saja😉