✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Ben masih menatapku dengan curiga, tapi aku tidak menghiraukan nya seolah tidak tahu arti tatapan Ben. Aku memoles ulang cat mobil yang lama dengan cat baru, jika hanya pekerjaan seperti ini saja tentu aku bisa karena sudah biasa melihat cara Ben bekerja.
"Kau membuat masalah dengan siapa?" tanya Ben menghampiriku.
"Ben, aku bukan pembuat onar. Kau tahu benar jika aku adalah pria yang baik," pujiku pada diri sendiri. Ben berdecih pelan mendengar kata-kata narsistik ku.
"Dengar, Grey. Jika kau mengatakannya sekarang, aku akan mempersiapkan langkah yang tepat." desak Ben membuatku geli.
"Apa sekarang kau sudah menjadi wanita, Ben? Kau ini semakin cerewet saja, sebaiknya kau yang harus cepat menikah dah terikat dengan satu wanita seumur hidupmu." kesalku.
"Grey..."
"Aku tidak melakukan apapun Benjamin Morales!" seruku.
"Oke, tenang. Aku kan hanya bertanya," kata Ben.
"Kau bukan hanya bertanya, tapi kau menghancurkan mood ku." dengusku duduk di sofa.
"Ya, aku minta maaf. Lebih baik kau duduk saja dan jangan melakukan apapun," kata Ben mengambil alih apa yang tadi aku kerjakan.
Ingatanku kembali pada gadis yang baru saja aku temui. Sudah sering aku bertemu dengan gadis cantik dan seksi, tapi aku tidak pernah mengingatnya setelah berpisah dengannya. Tapi gadis di taman ini berbeda, dia memiliki daya tarik yang membuatku memikirkannya.
Dia memang buta, tapi aku yakin dia mempunyai kelebihan dibalik kekurangannya. Wajahnya yang tenang dan cantik, matanya berbinar, suaranya yang lembut. Ahhh, untuk pertama kalinya aku tidak bisa melupakan seorang gadis yang bahkan aku tidak tahu siapa namanya.
"Jangan sampai dia gila, karena saat dia waras saja sangat merepotkan." kata Ben pelan sambil melirikku. Tapi karena suasana hatiku sedang senang, aku tidak marah padanya.
"Ben, minggu depan mobilmu aku pakai." kataku. Ben langsung menghentikan pekerjaan nya.
"Mobilku? Tidak bisa!" tolak Ben dengan tegas. Aku menatapnya dan kembali mengulangi kata-kataku.
"Minggu depan, mobilmu aku pakai!" kataku tak kalah tegas. Ben hanya bisa menghela nafas pasrah, karena Ben tahu jika keinginan tidak bisa ditolak.
"Ya, tentu. Pakailah mobilku, bukankah apapun yang menjadi milikku adalah milikmu." sindir Ben. Aku malah tersenyum mendengar itu, entah mengapa sindiran Ben terdengar lucu di telingaku.
"Jangan menggerutu, Ben. Kau terdengar seperti wanita jika menggerutu," kataku sambil tersenyum.
...
Malam ini aku dan Ben pergi ke sebuah club yang berada di pusat kota, jangan berpikir jika aku akan mencari wanita dan bersenang-senang seperti Don Juan. Karena aku bukan tipe pria seperti itu, aku adalah pria terhormat yang tidak akan tidur dengan sembarang wanita, apalagi wanita yang aku temui di club malam.
"Lihatlah mereka sangat seksi, bukan?" Ben mengarahkan pandangannya kelantai dansa. Dimana para wanita dengan pakaian seksi menari dan memperlihatkan lekuk tubuhnya.
"Pergilah," kataku sambil menyesap whisky dalam sloki yang ada di tanganku.
"Apa kau tidak tertarik?" teriak Ben karena musik yang dimainkan DJ sangat keras.
"Sama sekali tidak," jawabku sambil menggeleng.
"Sepertinya kau perlu memeriksakan diri ke dokter, Grey. Sangat tidak masuk akal jika pria normal tidak tertarik dengan wanita seksi, kecuali kau memang..." Ben menatapku dengan sinis. Aku tahu maksud kalimat Ben, meskipun tidak dilanjutkan.
"Sialan! Aku pria normal, dan aku menyukai wanita. Tapi bukan wanita seperti itu, mereka bukan tipeku." aku tersenyum mengingat gadis yang aku temui di taman. Hahhh, rasanya aku ingin segera bertemu dengannya.
"Memang wanita seperti apa yang kau sukai?" tanya Ben penasaran. Ya, tentu saja Ben penasaran. Karena selama 29 tahun hidupku, aku tidak pernah berkencan dengan gadis manapun. Menurutku, berurusan dengan para gadis itu sangat-sangat merepotkan.
"Seperti dia," ingatanku kembali melayang pada gadis cantik itu.
"Dia siapa? Kau bertemu dimana? Siapa namanya? Apa aku juga mengenalnya?" tanya Ben seperti seorang wartawan yang mengajukan banyak pertanyaan pada sang bintang.
"Kau benar-benar seperti wanita, Ben. Bersenang-senanglah, aku akan pulang." aku beranjak dari meja Bar dan meninggalkan Ben.
"Grey!" teriak Ben berlari ke arahku.
"Ada apa?"
"Kau belum menjawab pertanyaan ku,"
"Kembalilah ke dalam, karena aku tidak ingin menjawabnya," aku masuk dalam mobil, disusul dengan Ben. Sepertinya Ben benar-benar penasaran dengan 'dia' yang aku sendiri tidak tahu namanya.
"Kau tidak berkencan?" Aku mulai menyalakan mesin mobil.
"Aku bisa berkencan kapanpun. Ayo ceritakan tentang dia," kata Ben sambil memasang sabuk pengaman.
"Kau sangat ingin tahu rupanya,"
"Ya, aku penasaran siapa wanita yang berjasa menarik perhatianmu. Apakah dia sangat cantik?"
"Lebih dari cantik,"
"Luar biasa, dimana kau bertemu dengannya?"
"Taman,"
"Kapan?"
"Tadi siang,"
"Siapa namanya?"
"Itu dia, aku tidak tahu siapa namanya."
"Are you kidding me?"
"Aku memang belum tahu siapa namanya," kataku sambil fokus mengemudi.
"Aku tidak percaya ini," Ben menggelengkan kepalanya.
"Tapi aku akan segera tahu siapa namanya." kataku sambil melirik Ben.
"Bagaimana caranya? Kau punya nomor ponselnya?" tanya Ben, aku menggeleng. "Sudah ku duga, jika namanya saja tidak tahu bagaimana mungkin punya nomer ponselnya." kata Ben menyindirku.
"Jangan meremehkan ku, meskipun aku tidak pernah berkencan, tapi aku yakin bisa mendapatkan gadis cantik itu." Aku sangat yakin jika bisa mendapatkannya.
"Wait, jangan bilang kau jatuh cinta padanya?" tebak Ben, aku mengangkat bahuku.
"Come on, Bro. Ini untuk pertama kalinya kau tertarik dan menceritakan wanita denganku. Apakah kau tidak tahu jika kau jatuh cinta pada pandangan pertama?" tanya Ben.
Aku yang memang belum pernah jatuh cinta tidak tahu harus menjawab apa. Tapi aku akui jika gadis itu selalu memenuhi pikiranku, dan wajahnya seolah menari-nari di pelupuk mataku, aku tersenyum saat mengingatnya. Apakah seperti ini yang dinamakan cinta?.
"Mungkin," jawabanku membuat Ben terlihat frustasi, bahkan sampai mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Huhhh.... Ternyata Tuhan itu sangat adil. Dibalik kesempurnaan hidupmu, tetap ada satu kekurangan." Ben melirikku sinis. "Kau terlalu naif tentang cinta, bahkan aku yakin jika kau tidak tahu bagaimana perasaan mu saat ini," sambung Ben. Aku secara tidak sadar mengangguk.
"Besok aku akan mencarinya di taman," kataku untuk memastikan apa yang aku rasakan.
"Kau yakin dia besok pergi ke taman?" sepertinya Ben tidak yakin jika besok aku bisa bertemu dengan dia di taman.
"Kenapa tidak?"
"Ya, kalau begitu pergilah ke taman dan temui dia."
"Bukankah itu yang tadi aku katakan?"
"Sepertinya aku salah mengikutimu," kata Ben pelan tapi aku masih bisa mendengar.
"Kenapaa kita kesini?" Ben terkejut ketika aku membelokkan mobilnya kesebuah restoran.
"Aku lapar, Ben. Ayo kita makan malam," aku keluar dari mobil lebih dulu.
"Kau berkata seperti itu seolah-olah kau yang membayar makanan nya." sindir Ben.
"Jangan terlalu perhitungan denganku dan berhenti menyindirku." lama-lama aku kesal mendengar sindiran Ben. Meskipun apa yang dikatakan Ben memang benar, tapi itu membuatku tidak nyaman.
*
*
*
*
*
TBC
Kritik dan saran terbuka lebar yaaa.
Author tidak anti kritik dan saran.
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..