Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Misteri Di Rumah Tua
Pak Jatmiko langsung melesat ke rumah tua itu. Karena penasaran, aku pun mengikutinya, sedangkan Udin, dia terpaku di tempatnya. Tidak beraksi apa apa ketika aku ajak bicara. Bodoh ah dengan dia.
Langkah kaki Pak Jatmiko berdebum di lantai yang penuh dengan debu di dalam rumah tua ini. Aku melihat ruang tamunya sangat luas, banyak perabotan rumah yang ditutup oleh kain kain putih supaya debu tidak langsung mengotori mereka. Tangga menuju lantai dua ada di ruang tengah, berbentuk melingkar dan bertepian kayu jati. Pak Jatmiko sudah berada di ujung tangga sana. Aku berlari menyusul nya.
Saat aku sudah berada di lantai atas, aku mendapati Pak Jatmiko berdiri di salah satu kamar. Mencari cari kunci kamar itu. Karena panik dan terburu buru. Dia menjadi kesulitan ketika memasukkan anak kunci ke lubangnya. Dan di kunci ke empat, dia berhasil membuka pintu kamar itu.
Kamar itu kosong. Penuh dengan debu, tirai jendela yang kami lihat dari bawah tadi sedikit terbuka. Aku memeriksa sekeliling, dan tidak menemukan bekas ada seseorang di sana. Lantai debu itu buktinya. Tidak ada jejak kaki selain jejak kami berdua. Tapi, pak Jatmiko tidak mau tahu, dia tetap mencari dan terus mencari di sekeliling kamar itu, berharap menemukan apapun yang dia cari.
Beberapa menit kemudian dia menyerah lalu duduk di atas tempat tidur yang tepat ada di tengah tengah ruangan itu. "Naya? Kamu dimana?" dia membisikkan kata kata tadi. Suaranya lemah seperti orang yang sudah lelah akan sesuatu. Lelah, mencari seseorang yang dia cintai yang telah lama menghilang.
"Pakah kita cari dia di ruangan yang lain?" aku mencoba menghibur Pak Jatmiko. Dia kaget melihatku berada di dekatnya. Sepertinya dia tidak menyadari kalau aku mengikutinya ke dalam rumah tua itu.
"Ah, benar. Ayo. Kita cari di tempat yang lain."
Sekitar dua jam kami meng explore rumah itu. Tapi, benar benar tidak ada tanda tanda adanya mahluk hidup yang tinggal di dalamnya. Kami pun menyerah, dan keluar dari rumah itu dan kembali duduk duduk di halaman rumah, di kursi yang di desain mirip batang pohon tumbang tadi. Udin sudah hilang dari peradaban.
"Kalau boleh tahu. Siapa itu Naya?" Pak Jatmiko hanya diam seribu bahasa. Lima menit kemudian aku berkata. "Setidaknya, anda bisa bercerita untuk mengurangi beban yang ada di pundak anda."
"Hahahaha." Pak Jatmiko akhirnya bersuara. "Kata kata mu terlalu bijak, Nak. Siapa namamu? Riyono Harianto? Ya, salam Kenal, maaf baru menanyakan namamu. Jadi, kamu ingin tahu apa saja, nak?"
"Rumah ini memang terlihat tua. Tapi, sepertinya tidak setua yang terlihat. Kenapa itu bisa terjadi?"
"Rumah, kalau di tinggalkan pemiliknya, rumah itu seolah olah kehilangan roh nya. Rumah akan cepat sekali terlihat tua dan rusak. Tadi Aku juga sempat terkejut melihat kondisi rumah ku ini. Rumah ini aku bangun sekitar lima tahun yang lalu. Tapi terpaksa aku tinggalkan karena jaraknya terlalu jauh dari tempat aku bekerja."
"Lalu, kalau boleh tahu. Siapa itu Naya?"
"Dia Istriku."
"Sekarang dia ada di mana?"
"Kalau aku tahu, aku tidak seheboh tadi ketika melihat bayangan yang mirip dengan sosok dia Nak. Baiklah, sepertinya kamu ingin sekali mengetahui sejarah rumah ini. Aku akan menceritakannya dari awal hingga akhir."
"Anda tidak keberatan?" tanyaku.
"Setidaknya, aku ingin mengeluarkan unek-unek yang ada di dalam kepalaku. Jadi begini."