Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.
Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.
#A Series
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12: Pertaruhan di Lapangan
Hari ini suasana sekolah masih ramai meskipun jam pelajaran telah usai. Banyak siswa yang memilih tinggal lebih lama untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Duk-duk-duk.
Di tengah lapangan basket, Abyan memamerkan keahliannya men-dribble bola. Dia melakukan dribble bola oranye itu dengan cekatan, sehingga membuat anggota timnya terpukau. Seperti biasa, tim basket sedang menjalani latihan rutin setelah jam sekolah.
"Go Abyan, go Abyan, go!" sorak Fariz yang terdengar heboh sendiri.
Fariz mengikuti gerakan cheerleaders yang juga sedang berlatih. Gerakan hebohnya mengundang hampir seluruh perhatian di lapangan basket. Zidan menepuk dahinya sambil menggelengkan kepala, sepertinya temannya itu butuh obat penenang sekarang.
Zidan menutup mulut Fariz dengan tangan kirinya. "Diem lo! Berisik aja dari tadi. Suara lo malah mengganggu konsentrasi mereka."
Fariz mengelap mulutnya. "Tangan lo rasanya asin, Zi. Habis ngapain lo?"
"Gue tadi habis dari kamar mandi. You know-lah, gue ngapain di kamar mandi," jawab Zidan sambil tangannya merangkul bahu Fariz.
Ekspresi Fariz berubah drastis. Dahinya berkerut dan matanya menyipit penuh kecurigaan. "Jadi lo selama ini diem-diem nonton bokep di kamar mandi terus, terus, terus lo ... "
Seketika mata Zidan melotot mendengar dua kata legendaris, bokep, tolong itu digaris bawahi. "APA? Lo gila, ya? Itu lo kali yang suka nonton begituan. Gue mah alim, pinter, suka menabung."
Fariz tidak mau kalah. “Kalau gue nggak level, Bro. Level gue tuh yang nonton langsung.”
Zidan menggeleng keras, suaranya meninggi. “TUH, KAN! Ngaku lo suka yang aneh-aneh. HP lo pasti isinya penuh video aneh. Tobat, Riz! Tobat!”
"Babi lo!" umpat Fariz dengan suara lumayan keras.
"Kok babi?" tanya Zidan yang tidak paham dengan maksud umpatan temannya.
"Kalau anjing udah mainstream, mencoba hal baru gitu." Fariz bertos ria dengan Zidan, keduanya lalu tertawa bersama. Benar-benar terlihat serasi. Eh?
"Oke, Bro!" ucap Zidan. Pandangannya beralih ke depan, melihat segerumbulan cewek yang mengarahkan telunjuknya ke depan, tepat menunjuk pada Zidan dan Fariz.
"Ciye ... mesranya kalian berdua ... " teriak salah satu cewek yang berada di seberang sana. Siswa-siswi SMA Global yang mendengar teriakan cewek tersebut menjadi ikut menoleh ke orang yang dimaksud.
"Uhuy, asyik-asyik jos," sahut cowok di ujung sana yang juga menyoraki mereka.
Zidan menjadi ternganga, sedangkan Fariz melirik ke sebelah. "Iuw! sejak kapan lo ngerangkul gue?" Fariz menepis tangan Zidan lalu melompat berdiri.
"Amit-amit, gue nggak mungkin dengan senang hati ngerangkul lo! Setan apa barusan yang ngerasuki tubuh gue?" Zidan menjadi bergidik ngeri. Dia merasa jijik setelah merangkul Fariz begitu lama dan sialnya lagi sampai disoraki seluruh audience. Aduh, malunya. Wajar bagi cewek tapi aneh bagi cowok.
"Gue harus cepet-cepet pulang dan mandi bunga tujuh rupa nih," ujar Fariz. Tangannya membersihkan seragam bagian belakang bekas tangan Zidan yang nangkring di bahunya.
Dari kejauhan, Gibran berjalan sambil tangan kanannya menenteng buku. Membenarkan letak kacamatanya yang turun lalu menyapa teman satu gengnya dengan lambaian tangan. Zidan yang merespons Gibran. Jangan tanyakan Fariz sedang apa dia. Laki-laki itu sibuk mengelap seragamnya sambil terus mengomel.
Gibran duduk di antara mereka berdua. Menoleh ke Zidan lalu ke Fariz. "Ada apa kalian?" tiba-tiba tangan Gibran merangkul bahu Zidan dan Fariz.
"GIBRAN!" teriak kesal Zidan dan Fariz dengan kompak. Mungkin mereka trauma dengan rangkulan yang tadi.
***
Beberapa menit telah berlalu, tim basket masih setia berada di lapangan basket. Abyan dengan sisa tenaga yang dimilikinya men-shoot bola ke arah ring, tetapi usaha Abyan gagal. Bola basket terpantul mengenai bagian tepi ring.
"Semangat dong, By!" ucap Alfariel menghampiri Abyan. Dia menepuk-nepuk pelan punggung Abyan bermaksud memberikan semangat kepada temannya itu.
"Eum ... " gumam Abyan mengiyakan.
"Ayo semangat-semangat semuanya! Jangan pada loyo gitu," ucap Alfariel menyemangati anggota timnya. Alfariel sebagai ketua tim basket SMA Global memberikan arahan kepada anggota tim yang lain. "Gilang sama Rasya jangan bercandaan mulu! Latihannya nggak kelar-kelar kalau kalian latihannya pada nggak serius. Kalian kira ini cuma main-main apa? Kalian mau tim basket kita kalah dalam pertandingan nanti? Enggak, kan?"
Gilang mengacungkan jempolnya tanda setuju. Dia berusaha semampunya untuk lebih serius lagi dalam latihan hari ini. Yang lainnya pun juga sama.
Rasya memulai duluan, men-dribble bola lalu dioper ke Gilang. Gilang berlari mendekat ke arah ring. "Alfariel," panggilnya sambil mengoper bola ke laki-laki yang sudah stay di dekat ring.
"Yes," suara histeris dari Alfariel mendominasi.
"Oke, Bro!" Abyan tos tangan dengan Alfariel. Yang lainnya menghampiri mereka berdua, bersorak untuk satu poin yang dicetak Alfariel.
"Woi, baru masuk satu aja udah bangga banget." Segerombolan laki-laki dengan tampang awut-awutan datang dengan tiba-tiba merusak momen bahagia mereka.
Dia itu Revan, senior kelas XII IPS C. Revan datang bersama gengnya yang beranggotakan lima orang yang tidak kalah famous dari geng Black Secret. Bahkan jika dibandingkan, keduanya berada pada tingkat yang sama.
"Ada apa lo ke sini? Mau cari ribut lagi?" Alfariel maju satu langkah, menampilakan wajah garang lengkap tatapan mata yang tidak bersahabat.
"Gue tantang lo! Kita tanding basket, kalau gue menang lo harus bubarin geng sampah lo itu. Kalau lo yang menang ..." jeda Revan sembari melangkah perlahan mendekati Alfariel. "Geng kita yang akan bubar. Gimana lo setuju nggak?"
"Sebenarnya urusan lo sama geng kita apa sih? Nggak usah ngiri juga kali," sahut Gibran dari kejauhan.
"Gue nggak suka aja ada geng yang lebih famous ngalahin geng gue. Contohnya geng kerupuk basi kalian." Revan merebut bola basket dari tangan Abyan.
"Oke, gue setuju. Tapi gue nggak mau ngelibatin tim basket gue dalam pertandingan ini. Cuma geng gue," tunjuk Alfariel ke arah dirinya sendiri lalu beralih ke Revan. "Sama geng punya lo."
Alfariel menoleh, "Latihan hari ini selesai, besok lusa kita lanjutkan lagi. Hati-hati guys! Semoga sampai rumah dengan selamat," ucap Alfariel sambil tos tangan satu-persatu dengan anggota timnya.
"Lo juga semoga berhasil, Kapten," ujar Ryan lalu memberikan salam perpisahan andalan tim basketnya.
Setelah itu, geng Black Secret berkumpul, berbaris rapi di depan Revan dan teman-temannya. Saat mereka akan suit, Alfariel melayangkan tatapan permusuhan. Batu, kertas, gunting. Ah, sial! Revan yang menang. Dengan malas, Alfariel melempar bola basket yang dibawanya ke arah Revan.
Pertandingan pun dimulai, lapangan basket menjadi lebih sumpek dari sebelumnya, kebanyakan siwa-siswi Global berkumpul untuk menonton pertandingan basket antara dua geng ter-famous di sekolah mereka. Anak cewek yang mendominasi, mereka ingin melihat serta menyemangati cassanova tampan SMA Global.
"Eh, ayo cepet! Alfariel tanding sama Kak Revan tuh. Bakal booming satu sekolah." Tangan Agisha ditarik secara paksa oleh salah satu temannya.
Agisha mencebik, "Apaan sih? Gue males. Setiap hari juga ketemu orangnya, sampek mules gue lihatnya."
"Ini langka, Gish. Satu abad sekali baru ada."
"Udah matilah mereka kalau seabad lamanya."
Temannya itu tidak mau menyerah tetap menarik-narik tangan Agisha, berharap Agisha mau menemaninya menonton pertandingan basket yang dia maksud.
Di lapangan basket terdengar riuh suara sorak-menyorak antara pendukung tim Alfariel dan tim Revan. Satu poin sudah tercetak untuk tim Revan. Alfariel kesal, ini tidak adil!
"Riz, lempar sini, lempar sini!" teriak Zidan yang mengangkat kedua tangannya bersedia menangkap umpan bola dari Fariz.
Fariz melempar. Sayangnya bukan Zidan yang menangkap, Revan mendapatkan bola itu lebih cepat.
"Kok rasanya pengen berkata kasar gitu ya," ucap Fariz dengan wajah yang memerah.
Tidak berhenti di situ, Gibran menghadang Revan saat berlari menuju ring. Dengan sigap, dia merebut bola basket lalu men-dribble ke arah ring lawan. Bola dalam penguasaan Gibran, gerakannya begitu gesit, tim lawan sampai tidak bisa merebut bola basket dari Gibran. Laki-laki itu men-shoot bola ke arah ring.
"Yeay ... " Pendukung tim Alfariel berteriak.
Satu poin untuk tim Alfariel. Gibran terlihat senang, mengadahkan wajahnya ke atas sambil mengangkat kedua tangannya. "Akhirnya."
Pertandingan belum selesai, waktu tersisa tinggal sepuluh menit lagi. Suasana pun menjadi semakin panas, 1-1 untuk poin sekarang. Poin mereka seri. Alfariel harus mendapatkan satu poin lagi agar tim mereka bisa menang dari tim Revan. Dia yang memulai permainan, kali ini lebih waspada. Alfariel yakin kalau tim Revan tidak tinggal diam setelah poin mereka dinyatakan seri.
Alfariel mengoper ke Abyan. Dengan cepat, Abyan menangkap. Sekarang bola dalam penguasaan tim Alfariel, membuat tim Revan menggerutu kesal. Alfariel berlari mendahului Abyan. "By." Alfariel mengkode Abyan dengan lambaian tangan supaya Abyan mengoper bola ke arahnya.
Tidak menunggu lama, Abyan langsung melempar bola itu ke arah Alfariel.
Setelah menangkap bola umpanan dari Abyan, Alfariel melakukan jump shoot. "Wo .... yes! yes!" teriak Alfariel histeris.
Anggota geng Black Secret yang lainnya juga sama. Berteriak histeris atas kemenangan mereka.
Alfariel melirik Revan yang berdiri di sampingnya. "Gue nggak mau geng gue bubar, gue juga nggak mau membubarkan geng punya lo. Tapi kesepakatan tetaplah kesepakatan, gue punya satu permintaan yang harus tim lo lakukan. Mungkin lain kali, nggak sekarang," ujar Alfariel panjang.
Lawan bicaranya menghembuskan napas pelan, menggumam lirih untuk merespons ucapan Alfariel.
***
Bersambung .....