Di tengah hujan deras yang mengguyur jalanan kota, Kinanti menemukan seorang anak kecil yang tersesat. Dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan, anak itu tampak sangat membutuhkan bantuan. Tak lama kemudian, ayah dari anak itu muncul dan berterima kasih atas pertolongan yang ia berikan.
Meskipun pertemuan itu sederhana, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah awal dari sebuah kisah yang akan mengubah hidup mereka berdua. Sebuah pertemuan yang membawa cinta dan harapan baru, yang muncul di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rhtlun_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Pagi ini terasa sedikit berbeda di rumah besar keluarga Julian. Kinanti melakukan aktivitasnya seperti biasa, menyuapi Kenzo sarapan di meja makan. Anak kecil itu tampak ceria, menikmati makanannya sambil sesekali berceloteh tentang aktivitas yang ingin dilakukannya hari ini.
Namun, Kinanti merasakan ada yang janggal. Biasanya, pada jam seperti ini, Julian sudah bergabung dengan mereka di meja makan, namun hingga kini ia belum menampakkan diri. Nyonya Marta dan Tuan Adam juga belum pulang dari kemarin, sehingga suasana rumah terasa lebih sepi dari biasanya.
Bi Inah, yang sibuk di dapur, mendekati Kinanti dan berkata dengan nada lembut, "Nona Kinanti, mungkin sebaiknya Anda membangunkan Tuan Julian. Biasanya dia tidak pernah terlambat seperti ini."
Kinanti mengangguk. "Baik, Bi Inah. Saya akan membangunkannya." Ia menoleh ke arah Kenzo dan berkata, "Kenzo, Kakak akan membangunkan Daddy dulu, ya. Kamu tunggu di sini sebentar."
Kenzo mengangguk dengan penuh semangat, melanjutkan sarapannya. Kinanti pun melangkah keluar dari ruang makan, menaiki tangga menuju kamar Julian. Setelah sampai di depan pintu kamar Julian, ia mengetuk pintu perlahan.
"Tuan Julian, sarapan sudah siap." Panggilnya lembut, namun tidak ada jawaban dari dalam.
Kinanti merasa sedikit ragu, tetapi ia memutuskan untuk mencoba membuka pintu. Ternyata pintu itu tidak terkunci. Dengan hati-hati, ia mendorong pintu dan melangkah masuk. Di dalam, ia melihat Julian masih tertidur lelap di tempat tidurnya. Wajah Julian tampak tenang, seperti seorang pria yang benar-benar terlelap tanpa gangguan.
Kinanti mendekati tempat tidur dan, dengan lembut, menepuk-nepuk pipi Julian. "Tuan Julian, bangun... sarapan sudah siap." Katanya dengan suara pelan.
Julian perlahan membuka matanya, tampak sedikit bingung dengan kehadiran Kinanti di samping tempat tidurnya. Namun, dalam sekejap, ia tersadar dan secara refleks menarik tangan Kinanti. Gerakan itu membuat Kinanti kehilangan keseimbangan, dan tanpa sengaja ia terjatuh di atas tubuh Julian.
Sejenak, waktu terasa berhenti. Kinanti bisa merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. Wajahnya berhadapan langsung dengan Julian, jarak mereka begitu dekat. Dari sudut pandang seperti ini, Kinanti tidak bisa mengabaikan betapa tampannya Julian sekarang. Wajah Julian yang masih sedikit mengantuk dan rambutnya yang berantakan justru semakin menambah pesonanya.
Julian yang tersadar dari posisi mereka segera berkata, "Maaf, Kinanti... Aku tidak sengaja."
Kinanti yang wajahnya sudah memerah, segera bangkit dan merapikan diri. "Tidak apa-apa, Tuan Julian." Ujarnya dengan suara lirih, merasa malu atas kejadian barusan.
"Saya hanya ingin memberitahu kalau sarapan sudah siap. Silakan turun ke ruang makan."
Julian mengangguk sambil tersenyum tipis. "Baik, terima kasih, Kinanti. Aku akan segera turun."
Kinanti cepat-cepat keluar dari kamar Julian, masih merasakan jantungnya yang berdebar kencang. Ia mencoba menenangkan dirinya saat berjalan kembali ke ruang makan. Sesampainya di sana, Bi Inah menyambutnya dengan senyuman lembut.
"Bagaimana, Nona? Apakah Tuan Julian akan segera turun?"
Kinanti mengangguk sambil tersenyum malu. "Iya, Bi Inah. Tuan Julian akan segera ke sini."
Kenzo, yang sudah menyelesaikan sarapannya, menatap Kinanti dengan penuh semangat. "Daddy akan sarapan bersama kita?"
Kinanti mengangguk. "Iya, Kenzo. Daddy akan segera ke sini."
Tak lama kemudian, Julian muncul di ruang makan dengan penampilan yang rapi. Ia mengambil tempat duduknya di meja makan dan menyapa Kenzo dengan senyuman hangat. "Selamat pagi semuanya, maaf karena aku bangun terlambat."
"Selamat pagi, Daddy!" Kenzo menjawab ceria, senang melihat ayahnya bergabung.
Kinanti melayani mereka dengan penuh perhatian, meskipun hatinya masih berdebar-debar mengingat kejadian di kamar Julian tadi. Di dalam hatinya, ia bertanya-tanya apa arti dari perasaan yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Namun, ia segera mengalihkan pikirannya dan fokus pada tugasnya untuk memastikan bahwa Julian dan Kenzo menikmati sarapan mereka.
Sementara itu, Julian sesekali mencuri pandang ke arah Kinanti. Ia menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, perasaan hangat yang muncul setiap kali berada di dekat Kinanti. Namun, ia juga tahu bahwa ini adalah sesuatu yang perlu ia pahami lebih dalam sebelum mengambil langkah lebih jauh.
Setelah Kenzo menyelesaikan sarapannya, Kinanti segera bersiap-siap untuk mengantarkannya ke sekolah. Namun, sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, Julian menyela dengan suara lembut, "Kinanti, biar aku yang mengantar Kenzo ke sekolah hari ini. Sekalian kita bisa berangkat bersama."
Kinanti terkejut sejenak, namun segera mengangguk. "Baik, Tuan Julian."
Kenzo yang mendengar perkataan ayahnya langsung bersorak gembira, "Daddy yang antar? Wah, ini akan sangat menyenangkan!"
Bi Inah yang memperhatikan mereka hanya tersenyum. Melihat Julian lebih banyak meluangkan waktu untuk Kenzo adalah hal yang sangat membuatnya bahagia.
“Selamat jalan, hati-hati di jalan.” Ucap Bi Inah saat mereka bertiga berpamitan.
Dalam perjalanan menuju sekolah, suasana di dalam mobil terasa hangat. Kenzo terus berceloteh tentang rencana bermainnya di sekolah, sementara Julian dan Kinanti mendengarkan dengan senyum di wajah mereka.
Setelah tiba di sekolah, seorang teman Kenzo mendekati mereka dan dengan penasaran bertanya, "Kenzo, apakah ini Daddymu?"
Kenzo mengangguk dengan bangga. "Iya, ini Daddyku!"
Teman Kenzo dengan polos berkata, "Daddymu sangat keren!"
Julian tersenyum mendengar pujian dari anak kecil itu. "Terima kasih, Nak" Ucapnya lembut.
Setelah berpamitan, Kenzo masuk ke dalam sekolah dengan lambaian tangan dari Julian dan Kinanti. "Semangat belajar, Kenzo!" Ujar mereka serempak.
Julian dan Kinanti kembali ke dalam mobil. Awalnya perjalanan berlangsung dalam keheningan. Namun, langit yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi gelap, mendung tebal menggantung di atas mereka. Tak lama kemudian, Julian merasakan mobilnya bergetar tidak wajar. Ia pun menepikan mobilnya ke pinggir jalan.
"Sepertinya ban mobil kita bocor." Kata Julian dengan nada prihatin. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi David, asistennya untuk mengurus mobil ini.
Setelah berbicara beberapa saat, Julian kembali ke mobil dan berkata, "David akan datang menjemput kita, tapi kita harus menunggu sebentar."
"Baik, Tuan..." Kinanti hanya bisa mengangguk mendengar perkataan Julian.
Tiba-tiba, hujan deras mulai turun. Kinanti memandang ke luar jendela, lalu dengan spontan membuka pintu mobil dan keluar. Julian yang melihatnya pun langsung menyusul. "Kinanti, masuk ke dalam! Kamu bisa sakit karena kehujanan." Serunya cemas.
Namun, Kinanti hanya tersenyum tipis sambil menengadah ke langit. "Saya sangat suka hujan, Tuan Julian. Di bawah hujan seperti ini, saya bisa melupakan sejenak semua masalah."
Julian terdiam, memandang Kinanti yang terlihat begitu tenang di bawah guyuran hujan. Ada keindahan yang terpancar dari sosoknya, ini mengingatkannya pada pertemuan pertama mereka ketika Kinanti menolong Kenzo yang tersesat.
Tanpa disadari, Julian melangkah mendekat. Ia meraih pinggang Kinanti dengan lembut, lalu memeluknya. Kinanti terkejut, namun tidak mampu bergerak.
“Tuan…” Bisiknya lirih.
Julian menatap matanya dalam-dalam. Dalam sekejap, ia membungkuk dan mencium Kinanti dengan lembut di bawah derasnya hujan. Kinanti terdiam membeku, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Hatinya berdebar kencang, sementara pikirannya berusaha mencerna segala sesuatu.
Setelah ciuman itu berakhir, Julian berkata dengan suara yang penuh perasaan, “Aku tidak bisa menyangkalnya lagi, Kinanti. Aku telah jatuh cinta padamu. Aku mencintaimu.”
Kinanti terpana, tidak tahu harus berkata apa. “Tuan Julian… tapi Anda sudah memiliki Nona Hanah. Dia adalah calon istri Anda.”
Julian menggeleng tegas. "Tidak, Kinanti. Aku tidak pernah mencintai Hanah. Aku tidak pernah menyetujui perjodohan itu, dan aku tidak akan pernah melakukannya."
Tatapan Julian begitu tulus, membuat hati Kinanti bimbang. Ia merasa dirinya harus berkata sesuatu, namun lidahnya kelu. “Apakah… apakah kamu juga memiliki perasaan yang sama untukku?” Tanya Julian, matanya penuh harap.
Kinanti hanya diam, menunduk dengan wajah merah. Melihat itu, Julian merasa bersalah. "Maafkan aku jika aku telah lancang. Aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman."
Namun, sebelum Julian beranjak menjauh, Kinanti memegang lengannya dengan lembut. “Tuan Julian… saya juga mencintai Anda.”
Julian tertegun sejenak, lalu sebuah senyuman bahagia merekah di wajahnya. Ia memeluk Kinanti lebih erat di bawah guyuran hujan, merasa seolah dunia hanya milik mereka berdua saat itu.