Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Teman Dekat
Waktu yang tepat ketika masalah pertandingan basket akan dilakukan nanti sore, kini bel masuk pun berbunyi nyaring.
Kringg ... kringg ...
Adhara dan Langit sudah berada di kelasnya, sedangkan Davin, Edgar, Gleen, dan Rangga baru saja masuk ke kelas.
"Bintang itu bakal pergi ninggalin lo," ujar Gleen berbisik pada Langit.
Bintang? bintang itu siapa? apa ada yang namanya bintang di sini? ah, kok gue jadi kepo sih! nggak dih, gue nggak urusan. batin Adhara.
Langit hanya diam saja tak menanggapi, karena ia sendiri sudah tahu siapa yang akan meninggalkan dalam tempo yang singkat ini.
Seorang guru pun memasuki kelas IPS 1 yaitu kelas Langit dan Dhara. "Selamat pagi anak-anak, untuk hari ini kalian semua di tugaskan untuk membantu pengawas ulangan yang sedang di lakukan oleh adik kelas kalian." ujar Bu Intan.
Seluruh anak-anak menampakkan wajah mereka yang sumringah dan cengingisan. "Lah, terus KBM kita gimana, Bu?" tanya Edgar polos padahal dia senang jika kelasnya tidak ada jam pelajaran. Hahaha.
"Karena pengawas yang biasanya bertugas sedang sakit, jadi mau tak mau kelas kalian adalah kelas paling unggulan di sekolah ini." jelas Bu Intan.
"Ini udah jam 8 sih, Bu, langsung sekarang atau gimana?" tanya Riffa, pacarnya Edgar.
Dhara dan Langit saling menatap satu sama lain. "Lo ikut sama gue aja," ucap Langit pada Dhara.
"Baik, silakan kalian menuju ruang 10, di sana kalian menjadi pengawas ulangan untuk adik kelas kalian." tutur beliau.
"Kita kan sepuluh anak di kelas ini, Bu, masa iya jadi pengawas semua masuk ke ruang 10 apa nggak pengap?" Pertanyaan Riffa bingung.
Bu Intan menarik napasnya dalam, mencoba terus bersabar menanggapi murid unggulan yang selalu banyak pertanyaan. Tetapi, mereka memang benar benar pintar.
"Ada 2 ruangan. Untuk ruang 10 jelas di awasi oleh Langit, Adhara, dan Edgar Cs." kata beliau.
Siswa yang lain saling bertatapan bingung, lalu bagaimana dengan yang tersisa di kelas?
"Terus sisanya gimana, Bu?" tanya salah satu siswi.
"Kalian mengawasi di ruang 11." jawab Bu Intan.
"Baik bu,"
•••••••
Di ruang 10 kini Langit dan Adhara mulai mengawasi adik kelasnya yang akan mengerjakan ulangan.
"Assalamualaikum," ucap salam Langit.
"Waalaikumsalam, Kak," seru anak-anak kelas 10.
Adhara disambut ramah oleh anak-anak di ruang itu. "Kak, soal sama lembar jawab belum dibagi." Unjuk tangan dari salah satu siswi.
"Iya, ditunggu ya ..." ramah Edgar tersenyum.
Davin dan Rangga memegang soal dan lembar jawab yang masih disegel. Davin memegang soal, sedangkan Rangga memegang lembar jawab.
Kemudian mereka berdua memberikan soal dan lembar jawab tersebut pada Langit dan Adhara.
"Ini lembar jawabnya," ujar Rangga menyodorkan pada Adhara.
Adhara pun tersenyum, "Oke."
"Yang ini soalnya," ucap Davin memberikan kepada Langit.
Adhara dan Langit segera membagikan apa yang telah di berikan oleh Rangga dan Davin.
Pertama, Langit membagikan soal ke siswi-siswi adik kelasnya. "Yang semangat mengerjakannya, biar nilainya bagus." tutur Langit membuat adik kelasnya senang.
"Makasih ya, Kak," seru gadis polos menerima lembar soal.
"Iya, sama-sama."
"Ini lembar jawabnya ya, Dek." ucap Adhara sangat murah senyum.
"Kak, murid baru, ya?" tanya seorang siswa yang menerima lembar jawab tersebut.
"Iya ... semangat ya mengerjakannya." Dukungan Adhara sangat berpengaruh positif pada seluruh anak-anak di ruang itu.
"Iya, makasih ya, Kak," jawab siswa itu.
•••••••••
Selesai bertugas membagikan lembar jawab dan lembar soal kini giliran Davin dan Rangga yang berjalan mengawasi setiap anak yang sedang mengerjakan soal.
"Tanda tangan dulu, Dek." ujar Edgar menyodorkan kertas daftar hadir.
"Oh, oke, Kak." jawab seorang siswi.
Setelah satu jam anak kelas IPS 1 mengawasi adik kelas mereka, akhirnya pun siswa siswi tersebut mengumpulkan lembar jawab mereka di meja pengawas.
"Gimana ngerjainnya, gampang nggak?" ledek Edgar pada siswi yang beranjak mengumpulkan.
Sang siswi itu tersenyum malu. "Sulit, Kak, hehe." jawab siswi polos itu.
"Nggak apa-apa, semangat dong! jangan ngeluh, oke?" Edgar menyemangati salah satu adik kelasnya.
"Kak, boleh salaman nggak?" tanya siswi itu canggung.
Anak IPS 1 saling menatap satu sama lain. "Oh, boleh." jawab Edgar.
Akhirnya Edgar bersalaman dengan adik kelasnya itu. Namun, tiba-tiba pintu dibuka oleh Riffa. Dan ... ia melihat Edgar bersalaman dengan anak kelas 10.
"Gar, tuh." Kode Gleen menggunakan mata yang berkedip.
Awalnya Edgar hanya menengok sekilas kode dari Gleen. Namun, tengokan yang kedua tatapan Edgar terpaku pada seorang cewek yang tengah berdiri di pintu.
"Rif? kamu ... udah selesai ngawasin?" tanya Edgar dengan wajahnya mulai panik.
Riffa menatap Edgar dan siswi tadi dengan tatapan sulit di artikan.
"Bagus kayak gitu," ucap Riffa nadanya seperti marah.
Semua di ruangan tersebut menatap Edgar dan Riffa. Sementara siswi itu menghampiri
Riffa dan meminta maaf.
"Maaf, Kak, bukan maksud aku dekatin Kak Edgar tapi—"
"Buat apa minta maaf?" nada Riffa tak bersahabat.
Semua orang pun ikut tegang. "Ya, aku minta maaf karena—"
"Karena apa? saya nggak marah sama kamu," Tatapan Riffa kembali menginterogasi Edgar.
"Ini semua salah aku kok, Kak, aku pengen bersalaman sama Kak Edgar." Penjelasan siswi itu sudah ketakutan.
"Kamu kenapa? saya maklumi kamu ingin bersalaman dengan Edgar." jelas Riffa.
Siswi tersebut terkejut, "Beneran kakak nggak marah sama aku?" lirihnya heran.
"Gar," panggil Riffa tak menanggapi siswi itu.
Edgar langsung ketar ketir panik, namun ia harus bersikap profesional. "Iya?" gugupnya mendekati Riffa.
"Ditungguin sama ibu-ibu pedagang batagor tuh, beli bukannya bayar malah ngutang. Malu-maluin banget," ketus Riffa membuat suasana jadi tawa.
Hahahaha!!
"Hah? eh, bentar? bukannya aku udah bayar, ya?" Edgar mengingat ingat.
Adhara dan Langit juga tertawa melihat Edgar dengan Riffa. "Mereka itu aneh, ya?" kekeh Dhara. "Nggak cuma aneh, sering bikin adik kelas takut gara-gara mereka juga." ujar Langit sambil menatap wajah Adhara yang masih memperhatikan Riffa.
"Hah? masa sih? kok gue baru tau." Adhara terkekeh heran.
Senyuman pun terbentuk di bibirnya Langit begitu melihat sang bintang kesayangannya itu tertawa heran.
"Serius, mereka emang karakternya gitu. Beda cerita sama Davin dan Rangga." Ucapan lelaki itu seolah tahu apa yang tengah membuat Adhara penasaran tentang identitas dua cowok dingin tersebut.
"Lo kok seakan akan tau isi pikiran gue?" pertanyaan mulai membuat Adhara fokus pada Langit.
Langit malah duduk di kursi pengawas, "Inget semalem, identitas gue itu siapa." celetuk Langit setengah meledek gadis itu.
"Halahh ... palingan juga kebetulan aja, ternyata yang gue demenin itu temen kelas gue sendiri." cibir Adhara.
Langit memperhatikan raut wajah Adhara, "Oh iya, gue baru sadar kalo lo itu kayak ibu-ibu pasar." ledek lelaki itu puas.
"Dih, nggak secuek yang gue pikir." balasan Adhara sambil merapikan lembar jawab yang sudah di kumpulkan.
Langit hanya terkekeh mendengar ocehan Adhara. "Udah-udah, lo berdua kayak kurang kerjaan banget ribut mulu di sini." kata Gleen berdiri untuk mengakhiri ulangan hari itu.
"Yaudah, bukan gue juga yang salah," jawab Riffa membela diri.
"Siapa juga yang nyalahin." sahut Edgar bete.
Akhirnya seluruh anak IPS 1 tersebut berdiri dan mengucapkan beberapa motivasi serta tak lupa dengan kata terima kasih.
"Oke, untuk adik kelas kita semuanya. Hari ini kalian pulang lebih awal, ya? karena ini hari terakhir kalian ulangan kan?" tutur Edgar.
"Iya, Kak ..." seru para siswa siswi itu kompak.
"Belajarlah segiat mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik. Dan ingat sebuah proses tidak semudah menilai karakter masing-masing orang." Motivasi diucapkan oleh Langit.
"Perbuatan curang tidak akan membuat kita semua sukses." Motivasi dari Riffa.
"Jangan pernah takut salah, salah bukan berarti tidak akan lulus. Berawal dari kesalahan menjadi sebuah pengetahuan yang benar." Ucapan itu terlontarkan dari seorang Adhara.
"Semua orang memiliki porsi masalahnya masing-masing. Jangan bandingkan porsimu dengan orang lain. Beda cerita, beda cara mengatasinya." kata motivasi dari Gleen.
"Masalahnya biar jadi urusannya, kita hanya tokoh figuran sebatas teman yang membantu setengah masalah kehidupannya." Motivasi dari Davin.
"Kasar berawal dari masalah, jadilah dirimu sendiri tanpa tergoda dan mengikuti orang-orang yang sesat dalam beradab dan berperilaku." kata itu adalah kata berharga dari Rangga.
"Baik, sekian dari kami bila ada salah kata atau perbuatan yang kurang berkenan kami meminta maaf yang sebesar-besarnya. Demikian yang bisa kami kerjakan hari ini, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." tutur Adhara di ikuti oleh Langit dan Edgar Cs.
"Terima kasih, Kak!" serempak siswa siswi kelas 10 senang mendapati pengawas kakak kelas yang baik seperti mereka.
"Iya sama-sama." kompak anak IPS 1 yang tengah berjalan keluar ruangan.