🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Kamu Berubah
"Kevin?" Daliya menghampiri lelaki itu dengan heran. "Kok kamu ada di sini?"
"Iya, kan aku mau nganterin kamu," Kevin tersenyum lebar. "Udah lama kan kita nggak berangkat bareng? Terakhir kali kayanya waktu kita kuliah dulu,"
"Tapi kan, tempat kerja kamu sama kantor aku nggak searah!" Daliya terheran-heran. "Memangnya kamu nggak repot harus putar balik?"
"Tenang aja," Kevin tersenyum penuh arti. "Aku lagi ada urusan di sekitar sana,"
"Oh, oke...," Meskipun ragu, Daliya akhirnya masuk ke dalam mobil. "Pacarmu nggak marah kalau kamu nganterin aku kaya gini?"
"Kenapa harus marah? Silvi kan sudah tahu kalau kita sahabatan,"
Daliya memutar bola matanya kesal. Mendengar nama silvi disebutkan pagi-pagi begini membuat mood-nya memburuk. Jadi dia memilih untuk diam saja dan mengalihkan pandangan ke luar jendela.
"By the way, thank you ya untuk bantuannya waktu itu. Berkat kamu Bunda sama Silvi jadi deket,"
"Hm...," Daliya bergumam sambil menopang dagu.
"Silvi itu baik banget, dia bahkan beliin tas branded buat ulang tahun Bunda. Tahu nggak? Dia pesen PO di Paris dari sebulan yang lalu loh," Kevin bercerita dengan menggebu-gebu.
"Hm...,"
Nggak pengen tahu juga sih, batin Daliya kesal.
"Aku kenal Silvi waktu dia ikut pemotretan iklan. Kebetulan aku jadi salah satu fotografer di sana. Silvi langsung mengenali aku, padahal aku sendiri sudah lupa sama dia. Setelah kita ngobrol banyak, ternyata kita berdua cocok," Kevin masih terus bercerita.
"Hm...," Lagi-lagi, Daliya hanya menjawab singkat. Sama sekali tak tertarik dengan kisah cinta mereka berdua.
"Liya?" Kevin menoleh ke arah Daliya dengan heran. "Kok kamu diam aja sih? Sakit?"
"Hah? Nggak kok,"
"Kenapa dari tadi respon kamu cuma ham-hem-ham-hem?"
"Ya, terus aku harus ngomong apa coba?"
"Ya setidaknya ngomong apa kek,"
"Aku lagi nggak mood Vin," Daliya mengangkat bahu.
Kevin berdecak kesal. "Kamu kok jadi berubah sih?"
Daliya menghela napas panjang. "Berubah gimana sih, Vin? Aku masih Daliya yang sama kok,"
"Kamu berubah. Banget. Kalau dulu kamu itu apa-apa ngabarin aku. Dulu kamu itu setiap malem nelpon, minimal kirim chat. Tapi sekarang boro-boro, aku di sebelah kamu aja nggak dipeduliin," Kevin memberengut. "Sejak kamu jadian sama cowok itu, kamu jadi kaya gini,"
"Astaga, Vin... Kamu itu berlebihan banget deh. Coba kamu itu agak mikir lah. Sekarang kan kamu sudah punya pacar. Kalau aku telepon kamu malem-malem, apa nggak ngamuk pacar kamu itu?" Daliya mencoba menjelaskan dengan nada tenang. "Aku itu cuma mau menghargai hubungan kamu sama pacar kamu. Aku pun juga nggak suka kalau pacarku masih berhubungan dekat sama sahabat ceweknya,"
"Ya tapi kan, setidaknya kamu deketin lah si Silvi. Ajak dia main kemana kek, belanja bareng atau sebagainya. Nggak nyuekin kaya gini. Takutnya kan Silvi jadi canggung sama kamu,"
"Hah? Aku disuruh deketin Silvi? Ogah!" tolak Daliya mentah-mentah.
"Tuh, kan? Memangnya apa sih salah Silvi sampai kamu se-nggak suka itu sama dia?"
"Banyak," Jawab Daliya cepat. "Tapi meskipun aku ceritain semuanya ke kamu, kamu pasti tetep nggak percaya,"
"Ya udah sih, anggap saja itu masa lalu. Sekarang kita harus fokus ke masa depan kan?"
Daliya menatap Kevin dengan kesal. "Vin, aku nggak masalah ya kamu mau pacaran sama siapa aja. Tapi kalau kamu sampai memaksa aku buat deket sama orang yang nggak aku suka, aku nggak mau!" Daliya menyandarkan punggungnya pada kursi mobil sambil melipat tangan di depan dadda. "Kalau aku suruh kamu buat deket sama Ren, kamu pasti juga nggak mau kan?"
"Liya, Kamu itu belum kenal sama cowok itu! Gimana kalau dia cuma mau manfaatin kamu doang?" Kevin berbicara sambil terus melajukan mobilnya. "Aku tuh bicara begini untuk kebaikan kamu!"
"Pertanyaan yang sama buat kamu," balas Daliya tak terima. "Gimana kalau Silvi juga cuma manfaatin kamu doang? Dia itu musuh bebuyutan aku selama kuliah. Siapa tahu dia deketin kamu karena ada dendam sama aku kan?"
Kevin menoleh sekilas ke arah Daliya dengan tatapan tidak percaya. "Kamu terlalu berpikiran buruk sama Silvi,"
"Begitu juga kamu," Daliya menjentikkan jarinya. "Kamu juga terlalu berpikiran buruk tentang Ren,"
Kevin dan Daliya sama-sama menghela napas panjang. Perdebatan ini tidak akan ada habisnya.
"Sejak kapan kamu jadi keras kepala begini sih?" celetuk Kevin sembari menggelengkan kepalanya. "Dulu kamu itu nggak pernah loh membantah omongan aku,"
"Ya karena dulu aku terlalu bego," jawab Daliya kesal.
Karena aku dulu terlalu mencintai kamu, jadi aku selalu mengiyakan omongan kamu. Nggak peduli itu salah atau benar, batin Daliya. Mengingat kenangannya bersama Kevin membuatnya bertambah kesal. Kenapa dirinya yang dulu bisa sebucin itu sih?
Mobil Kevin kemudian berhenti di depan gedung Lumiere Mode. Tanpa basa-basi mengucapkan terimakasih, Daliya segera turun dari sana dengan wajah cemberut. Ia melangkah cepat menuju pintu utama gedung, tapi langkahnya segera terhenti saat menyadari kalau Kevin juga ikut berjalan di belakangnya.
"Kamu ngapain ngikutin aku?" sergah Daliya kesal. "Bukannya kamu bilang ada kesibukan lain?"
"Kesibukan aku ya disini," Kevin menjawab sambil terus berjalan mendahului Daliya. "Awalnya aku mau ngasih kejutan sama kamu. Tapi kamu nyebelin banget hari ini, jadi aku males ngomong,"
Daliya terbelalak. Ia meraih tangan Kevin dan memaksa lelaki itu menatapnya. "Heh? Maksud kamu apa? Kenapa kamu ada kesibukan di kantorku?"
Kevin menghela napas panjang, ia sudah bersiap menjelaskan, tapi sebuah suara menghentikannya.
"Kevin? Lo baru dateng juga?"
Daliya dan Kevin sama-sama menoleh ke asal suara. Tampak seorang laki-laki berjalan dari arah parkiran sambil melambaikan tangan. Di sebelah laki-laki itu berdiri seorang laki-laki tampan yang tak lain dan tak bukan adalah Ren.
Daliya sontak langsung melepaskan tangannya dari Kevin. Ia merasa bulu tengkuknya langsung berdiri saat melihat tatapan tajam Ren padanya.
"Oh ya, Ren, Lo pasti belum kenal sama Kevin ya. Kenalin, dia Kevin, juniorku yang sangat berbakat di bidang fotografi. Kevin, kenalin ini Ren, dia direktur marketing di sini," Laki-laki di sebelah Ren tampak saling mengenalkan mereka berdua. Kevin dan Ren tak merespon ucapan itu, mereka malah saling beradu tatap dalam diam. Meski begitu, Daliya bisa merasakan aroma permusuhan yang kuat di antara mereka.
"Ren? Vin? Kalian nggak mau jabat tangan dulu? Kalian kan akan bekerjasama pada proyek kali ini," Laki-laki di sebelah Kevin bertanya dengan heran.
"Oh, iya," Ren terlebih dulu mengulurkan tangannya pada Kevin. "Senang berkenalan dengan Anda," mulutnya memang bicara begitu, tapi raut wajah Ren sama sekali tak bersahabat.
"Ya, saya juga," Kevin menyambut uluran tangan itu, dengan ekspresi yang sama.
"Okey, karena kita udah saling kenal, jadi kita langsung masuk saja?" Laki-laki di sebelah Ren masih terus berusaha mencairkan suasana, tanpa menyadari sinyal-sinyal berbahaya dari mereka. Daliya sendiri hanya bisa terdiam sambil melihat mereka takut-takut.
"Oke, ayo," Ren menghempaskan tangan Kevin dengan kuat, membuat Kevin meringis kesakitan. Lalu tanpa berkata apapun, Ren segera melangkah mendahului mereka. Saat dirinya melewati Daliya, Ren sempat menoleh dan menatap wanita itu tajam.
"Asisten Daliya, kenapa masih berdiri di sini? Kamu tidak mau menyiapkan tempat rapat?"
Daliya tersentak. Tak menyangka kalau Ren akan mengajaknya bicara. Dengan gugup, Daliya segera menundukkan kepalanya.
"Ma—maaf Pak!"
Lalu dengan langkah cepat, Daliya berjalan masuk ke dalam gedung.
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..
daftar di aplikasi dating online nyari anggota ✔️