Velicia dianggap berselingkuh dari Jericho setelah seseorang memfitnahnya. Jericho yang sangat membenci Andrew—pria yang diyakini berselingkuh dengan istrinya, memutuskan untuk menceraikan Velicia—di mana perempuan itu tengah mengandung bayi yang telah mereka nanti-nati selama tiga tahun pernikahan mereka, tanpa Jericho ketahui. Lantas, bagaimanakah hubungan mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telepon Dari Ayah
****
"Kapan kau akan berkunjung ke rumah bersama Velicia? Ibumu sudah menanyakannya lagi, Jericho."
Jericho hanya bisa mengusap wajahnya sekilas. Terakhir bertemu dengan perempuan itu, Jericho sudah berjanji tidak akan menemuinya lagi. Akan tetapi, hubungan keluarga memang sulit diselesaikan. Sekarang, Jericho harus kembali kebingungan.
"Aku memiliki pekerjaan yang banyak, Ayah. Aku juga kemungkinan besar akan lembur dalam beberapa hari ini."
"Kau, kan bisa mengantarnya ke rumah dan menjemputnya saat kau pulang. Atau kalau tidak, kalian menginap di sini selama beberapa hari. Bagaimana? Kau tidak kasihan pada ibumu?"
Jericho yang sudah enggan mengusahakan Velicia menemui ibunya berakhir dengan pasrah. Pria itu menghela napas sejenak, kemudian kembali mendekatkan telepon yang sempat ia jauhkan dari telinganya.
"Akan aku usahakan, Ayah. Mungkin dua hari yang akan datang karena aku benar-benar sibuk. Velicia juga memiliki kesibukannya sekarang. Untuk ibu, katakan padanya jika aku dan Velicia pasti akan datang menemuinya. Jangan khawatir."
Sambungan telepon itu akhirnya berakhir. Jericho cukup lega karena sang ayah yang meminta untuk segera menutup teleponnya. Jika tidak, Jericho bisa kewalahan mencari alasan untuk Velicia yang sekarang sangat sulit mereka temui.
"Haruskah aku berkata jujur saja pada mereka? Haruskah aku bilang pada mereka jika aku dan Velicia memilih untuk bercerai?" Jericho menarik rambutnya dengan frustasi. Selama ini, ia tidak pernah merasa sepusing ini.
"Sialan! Semuanya semakin terasa menyusahkan untukku."
****
Sharine berniat tinggal di rumah Velicia selama tiga hari sampai Andrew bisa berkunjung menggantikan dirinya di sana. Meskipun tidak menginap, setidaknya Andrew bisa memastikan keadaan Velicia nantinya.
Namun, tiba-tiba saja Sharine mendapatkan sebuah telepon dari seorang kolega yang memintanya untuk bertemu secara langsung dan menolak mendiskusikan pekerjaan melalui video call. Sharine merasa pusing sekarang. Padahal ia sempat merasa senang setelah Andrew menjanjikan rewards untuknya.
"Kenapa wajahmu terlihat cemas, Sharine? Apa yang sedang kau pikirkan? Apakah ada sesuatu yang terjadi di sana sejak kau datang menemuiku ke sini?" Velicia duduk di samping Sharine dengan segelas susu yang ia bawa.
"Ini pasti karena harapan yang kau sampaikan kepada Tuhan."
"Tunggu! Maksudmu apa? Aku tidak mengharapkan sesuatu yang bisa membuat seseorang kecewa seperti kau saat ini."
Sharine menghela napas. Menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan wajah yang ia tengadahkan pada langit sore di atas mereka. Sembari menunggu langit gelap, mereka duduk tak jauh dari teras sembari memperhatikan beberapa tetangga yang berlalu lalang. Sibuk denga kegiatannya masing-masing.
"Aku harus segera pulang malam ini juga. Besok, salah satu kolegaku meminta untuk bertemu secara langsung. Sialnya dia menolak membicarakan pekerjaan melalu internet. Sialan! Ini sangat membuatku kesal tidak karuan."
Velicia tersenyum sembari meraih gelas yang ada di hadapannya. Sharine sontak membenarkan posisinya kembali dengan raut wajah kesal yang kini ia berikan pada Velicia.
"Kau senang, kan aku tidak berada di sini?"
"Tidak juga. Itu, kan memang pekerjaanmu. Aku sudah mewanti-wanti sejak awal, tapi kau berkata semuanya akan aman. Lagi pula, aku tidak akan melakukan hal-hal yang di luar nalar, Sharine. Aku sudah dewasa. Aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk menjaga bayi di dalam kandunganku."
Sharine merotasikan bola matanya. Perasaan kesalnya belum juga berakhir, tetapi kedua matanya harus kembali dikejutkan oleh sebuah pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Sebuah nomor asing yang sengaja tak ia simpan, sebab rasa bencinya terlalu tinggi pada sosok tersebut.
"Siapa?" tanya Velicia saat menyadari tatapan Sharine yang tak biasa.
"Manusia bodoh. Berani sekali dia mengirimiku pesan kedua kalinya. Padahal aku sudah mengancamnya berulang kali."
Velicia tidak melanjutkan pembicaraannya. Perempuan itu berdiri dari kursi yang ia duduki, kemudian berjalan ke luar gerbang meninggalkan Sharine di sana. Sharine awalnya tidak ingin tahu ke mana Velicia pergi. Akan tetapi, saat kedua bola matanya memperhatikan gerak-gerik Velicia, rupanya perempuan itu berjalan mendekati seorang anak perempuan berusia tiga tahun yang sedang menggenggam tangan ibunya.
"Halo, kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu hari ini? Saat aku melihatmu, aku teringat bayiku di dalam perut. Jadi, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatimu, anak manis,"ujar Velicia dari kejauhan, tetapi Sharine masih bisa mendengarnya di balik gerbang transparan itu.
****
"Sharine, bisakah kau mengatakan pada Velicia jika aku membutuhkan pertolongannya? Ibuku kembali ingin menemuinya, tetapi aku sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Ini memang kesalahanku karena sampai detik ini belum memberanikan diri untuk membicarakan soal perceraian kami."
Sharine mendecih ketika membaca pesan panjang yang dikirimkan oleh Jericho padanya. Perempuan itu membacanya ketika Velicia masih sibuk mengobrol dengan salah satu tetangga di kursi besi yang ada di luar gerbang. Jadi, Sharine cukup bebas untuk mengumpat Jericho tanpa henti.
"Dia pikir, dia siapa? Berani sekali dia mengirimiku pesan seakan aku bisa dia beri perintah kapan saja. Menyebalkan!"
Tangannya berkutat di atas layar ponsel untuk segera menghapus pesan dari Jericho tersebut tanpa berniat untuk membalasnya. Bagi Sharine, hanya cukup sekali saja menolong Jericho. Sisanya, pria itu harus mencari cara sendiri. Sesuai dengan apa yang telah ia sebabkan kepada Velicia.
"Seharusnya aku memblokir nomor pria sialan ini. Benar-benar mengganggu kedamaian hidupku dengan Velicia."
****
"Bibi Anne, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Jericho saat berpapasan dengan bibi Anne di ruang tengah sepulang pria itu bekerja.
Sejak Seina bekerja di dalam rumahnya, Jericho merasa lebih sering bertemu dengan Seina dibanding bibi Anne. Meskipun begitu, Jericho tidak terlalu mempermasalahkan soal itu. Akan tetapi, mendapati Seina yang seakan terus-menerus berada di rumahnya membuat Jericho sedikit tidak nyaman.
"Tentang apa, Tuan?"
Jericho mengedarkan pandangannya ke lain arah. Untungnya ia tidak mendapati Seina di lantai dasar. Perempuan itu mendadak menghilang. Padahal setiap kali Jericho pulang dari kantor, Seina seakan sudah siap-siap menunggunya di dekat pintu utama.
"Aku tidak melihat Seina. Di mana dia?" tanya Jericho, akhirnya.
"Oh, Seina pulang ke rumah terlebih dahulu, Tuan. Sebentar lagi dia akan kembali ke sini. Saya meminta dia untuk membawakan salah satu barang yang sempat saya tinggalkan untuk rumah ini setelah saya berbelanja kemarin."
Jericho berdeham kecil. Sejujurnya, ia merasa tidak enak hati untuk mengatakan hal ini kepada bibi Anne secara langsung. Akan tetapi, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakannya kepada wanita setengah baya tersebut.
"Bibi Anne, saya rasa Seina tidak perlu menginap di rumah ini. Dia bisa pulang-pergi sepertimu. Tidak diwajibkan untuk tinggal di rumahku seakan aku harus terus ditemani."
"Ah, begitu. Apakah ada alasan tertentu, Tuan?"
"Hubungan saya dengan Velicia belum jelas, Bibi. Apakah kita akan bercerai atau justru kembali bersama. Saya tidak ingin semisal ayah saya datang, dia tidak sengaja bertemu dengan Seina. Ayah saya sangat tidak menyukai seorang perempuan lajang bekerja di dalam rumah seorang pria yang sudah memiliki istri. Saya minta maaf untuk hal ini, Bibi Anne."
****
yg pinter disini cuma Jeremy 👍😤
kau masuk dalam jerat wanita siluman itu 😏🤨
bahkan kau tak memikirkan perasaan orang tua mu yg ingin sekali bertemu Velicia disaat terakhir nya 😡😡
jika bertemu Valencia dalam keadaan yang lebih baik dan begitu bahagia 🙂