Blokeng adalah seorang pemuda berusia 23 tahun dengan penampilan yang garang dan sikap keras. Dikenal sebagai preman di lingkungannya, ia sering terlibat dalam berbagai masalah dan konflik. Meskipun hidup dalam kondisi miskin, Blokeng berusaha keras untuk menunjukkan citra sebagai sosok kaya dengan berpakaian mahal dan bersikap percaya diri. Namun, di balik topengnya yang sombong, terdapat hati yang lembut, terutama saat berhadapan dengan perempuan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Rencana Nakal dengan Drone
Pagi yang cerah menyapa Banjarnegara saat Blokeng terbangun dengan perasaan bersemangat. Ia menggosok matanya dan melirik jam yang menunjukkan pukul sembilan. Satu pikiran menyita perhatian dalam benaknya: ia sangat ingin membeli drone. Bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga untuk melaksanakan rencana nakal yang sudah menggelora dalam pikirannya.
“Bayangkan, Blokeng, bisa mengintip cewek-cewek cantik saat mandi! Ini pasti seru!” ucapnya kepada dirinya sendiri sambil tersenyum lebar, membayangkan bagaimana wajah-wajah cantik itu ketika terkejut melihat drone-nya berkeliling.
Setelah mandi dan berpakaian seadanya, Blokeng langsung bergegas menuju pusat perbelanjaan. Hatinya berdebar-debar saat memikirkan drone yang akan menjadi teman petualangannya. Di dalam benaknya, ia sudah merencanakan segalanya—mengintip di sekitar rumah teman-teman, atau bahkan mengintip saat cewek-cewek mandi di rumah, tentu saja dengan segala kehati-hatian agar tidak tertangkap.
Sesampainya di toko elektronik, Blokeng langsung menuju bagian drone. Matanya berbinar melihat berbagai jenis drone yang dipajang. Ada yang kecil dan lucu, ada juga yang berukuran besar dengan kamera yang canggih. Dia memeriksa satu per satu, menyentuh dan merasakan bentuknya.
“Ini dia! Yang ini pasti cocok!” serunya saat melihat drone berwarna hitam mengkilap yang dilengkapi dengan kamera. “Dengan ini, gue bisa menangkap momen-momen berharga!”
Namun, ada satu masalah—uangnya. Blokeng membuka dompet dan mendapati isi dompetnya yang minim. “Sialan! Mana cukup buat beli ini?” gerutunya.
Ia pun mengeluarkan ide brilian. “Gue harus cari cara cepat untuk mendapatkan uang!” Gumamnya. Blokeng teringat akan kebiasaan lamanya yang kurang baik, mencari uang dengan cara yang tidak biasa. Dia menggelengkan kepala, berusaha untuk berpikir positif.
“Kalau begitu, mungkin bisa cari uang dengan mengajak orang lain menggunakan drone ini? Lumayan, kan?” pikirnya, kembali mengamat-amati drone tersebut.
Setelah cukup lama, Blokeng keluar dari toko dengan kekecewaan dan ketidakpastian. Namun, semangatnya untuk memiliki drone tidak pudar. Dia kemudian mengunjungi teman-temannya di warung kopi, berharap ada peluang untuk mendapatkan uang dengan cara yang lebih baik.
“Bro, gue butuh bantuan lo! Gue mau beli drone, tapi duitnya kurang,” ucapnya kepada teman-temannya.
“Drone? Buat apa? Mau terbang-terbang?” tanya salah satu temannya, Andi, sambil menyengir.
“Gue mau pakai buat proyek. Bisa intip cewek-cewek di sekitar. Asyik, kan?” jawab Blokeng dengan nada nakal.
“Wah, bahaya itu! Nanti ketahuan, bisa repot,” sahut temannya yang lain, Joko, dengan nada serius.
“Eh, santai aja! Kan ini cuma untuk bersenang-senang,” balas Blokeng, berusaha meyakinkan.
Mendengar rencana Blokeng, Andi terdiam sejenak. “Kalau mau, kita bisa bantu. Tapi lo harus janji, jangan sampai ketahuan. Kita bisa buat acara kecil-kecilan, biar dapat duit cepat,” sarannya.
“Bener juga, bro! Kita bisa adakan acara lomba terbang drone di alun-alun. Pasti banyak yang mau ikut!” Blokeng mulai bersemangat lagi.
Rencana itu mulai terbentuk. Mereka berdiskusi untuk mengumpulkan teman-teman yang tertarik dengan drone. Blokeng merasa lega karena dia tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak baik hanya untuk mendapatkan uang.
Setelah semua rencana siap, mereka mengatur waktu untuk mengadakan acara tersebut. Blokeng pun bertekad untuk mendapatkan drone yang diinginkannya. Dia tahu, dengan cara ini, dia bisa bersenang-senang sekaligus mendapatkan uang yang cukup untuk mewujudkan rencananya.
“Drone ini akan jadi alat petualangan terbesarku! Siap-siap cewek-cewek, Blokeng datang!” ucapnya dengan penuh semangat, tidak sabar menunggu hari besar yang akan datang.
Dalam hati, Blokeng sudah membayangkan bagaimana nanti dia akan menerbangkan drone dan mengintip keindahan di sekitarnya. “Satu langkah lebih dekat untuk mewujudkan rencana nakalku!” pikirnya, melangkah penuh percaya diri menuju petualangan selanjutnya.
Setelah berhasil mengumpulkan cukup uang dari acara lomba drone yang diadakan dengan bantuan teman-temannya, Blokeng tidak sabar untuk segera mendapatkan drone impiannya. Ketika akhirnya drone itu sudah berada di tangannya, kegembiraannya tak terhingga. Ia membayangkan berbagai petualangan yang bisa dilakukannya. Dan yang paling menggoda pikirannya adalah rencana nakal untuk mengintip cewek-cewek yang sedang mandi di kali.
Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam, Blokeng memutuskan untuk menjalankan rencananya. Dia tahu bahwa ada sebuah kali kecil di pinggiran kota, tempat yang sering dikunjungi oleh gadis-gadis untuk mandi. Dengan hati-hati, Blokeng membawa drone-nya ke lokasi tersebut, berusaha agar tidak menarik perhatian.
Sesampainya di lokasi, Blokeng mencari tempat yang strategis untuk menerbangkan drone. Ia menemukan tempat tersembunyi di balik semak-semak, di mana ia bisa mengawasi tanpa terlihat. Dengan perasaan campur aduk antara bersemangat dan sedikit gelisah, ia menyalakan drone dan mulai mengoperasikannya.
“Sekarang saatnya melihat aksi,” bisiknya pada diri sendiri. Dia mengangkat drone perlahan-lahan, mengarahkan kamera untuk mendapatkan pandangan yang jelas. Saat drone mulai terbang, hatinya berdebar-debar.
Ketika drone mulai melayang di atas kali, Blokeng melihat sekelompok gadis sedang bercanda dan tertawa. Beberapa dari mereka terlihat sangat cantik, rambut basah menetes, dan tubuh mereka bersinar di bawah sinar matahari sore. Blokeng tak bisa menahan senyum lebar, merasakan adrenaline bergejolak di dalam dirinya.
Namun, saat ia mengarahkan drone lebih dekat untuk menangkap momen-momen berharga, tiba-tiba salah satu gadis, Lina, yang tidak lain adalah gadis yang pernah ditemuinya sebelumnya, mendongak. Dia melihat ke arah drone yang terbang rendah di atas mereka.
“Eh, lihat! Apa itu?” teriak Lina, menunjuk ke arah drone. Teman-temannya yang lain langsung menoleh, terlihat bingung.
Blokeng panik. Ia tidak ingin ketahuan! Dengan cepat, ia mengendalikan drone dan berusaha menjauh. Namun, terlalu cepat untuk mengendalikan dalam situasi darurat ini.
“Cepat! Turun! Turun!” teriaknya dalam hati. Ia mencoba memutar drone agar tidak terlihat, tetapi drone itu malah terbang ke arah lain dan hampir jatuh ke dalam air.
Ketika drone akhirnya mendarat dengan selamat di pinggir kali, Blokeng bernafas lega, tetapi wajahnya memucat. “Sial! Kalau mereka tahu itu drone gue, habislah aku!” gumamnya. Dia bersembunyi di balik semak-semak, memantau situasi.
Lina dan teman-temannya tampak semakin penasaran. Mereka berlarian ke arah drone yang terdampar di tanah. Blokeng berusaha tetap tersembunyi, berharap mereka tidak menemukan pemilik drone yang mengintip mereka.
“Coba kita lihat!” kata salah satu temannya. Dengan hati-hati, mereka mendekati drone dan mulai mengamatinya.
Dari jauh, Blokeng bisa mendengar suara gelak tawa mereka. “Ini keren banget! Pasti mahal,” Lina berkata sambil mengamati drone yang terdampar. “Tapi siapa ya yang punya? Kenapa dia mengintip kita?”
Blokeng yang semakin gelisah tidak tahu harus berbuat apa. Dia tahu jika dia muncul sekarang, dia akan menjadi bahan tertawaan. Dia menahan napas, berharap mereka akan pergi tanpa mencarinya lebih jauh.
Namun, keberuntungan tidak berpihak padanya. Tiba-tiba, salah satu dari mereka mengeluarkan ponsel dan mulai merekam. “Kita harus tahu siapa yang punya drone ini. Ayo, kita cari!”
Dengan berani, Blokeng memutuskan untuk muncul. Ia tidak bisa membiarkan situasi ini lebih jauh lagi. Dengan langkah mantap, ia melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. “Eh, itu dia!” teriaknya, menunjukkan ke arah drone.
Semua mata tertuju padanya, dan Lina yang sudah mengenal Blokeng dengan baik langsung menatapnya dengan ekspresi kaget. “Blokeng? Apa kamu yang punya ini?” tanyanya dengan nada mencurigakan.
Blokeng tersenyum kikuk, berusaha sekuat tenaga untuk terlihat santai. “Eh, iya… Itu drone gue,” jawabnya, mencoba mengalihkan perhatian. “Aku cuma mau… melihat pemandangan dari atas. Nggak ada niat yang aneh-aneh kok!”
Mereka tampak terkejut tetapi juga sedikit tertawa. “Kamu beneran mengintip kami, ya?” Lina menggoda, dengan senyuman nakal di wajahnya.
“Ya, ya… Tapi bukan begitu juga. Ini hanya kebetulan!” Blokeng berusaha membela diri.
“Tapi, ini seru! Ayo kita terbangkan lagi! Biar kita lihat pemandangan dari atas,” salah satu teman Lina mengusulkan dengan penuh semangat.
Dengan hati yang berdebar, Blokeng mengangguk. Dia tahu ini bisa jadi kesempatan untuk memperbaiki kesalahpahaman. “Baiklah, ayo kita terbangkan sama-sama!”
Lina dan teman-temannya bersemangat saat Blokeng menerbangkan drone lagi. Kali ini, dia berusaha untuk tidak membuat kesalahan dan menepati semua aturan penerbangan, termasuk menjaga jarak agar tidak mengganggu privasi.
Petualangan baru dimulai saat Blokeng bersama Lina dan teman-temannya menikmati momen seru dengan drone. Dari situ, mereka mulai berbicara lebih banyak dan Blokeng merasa ada koneksi yang mulai terjalin. Siapa sangka, rencana nakalnya berakhir dengan kesempatan untuk mengenal Lina lebih dekat.
Namun, dalam hatinya, Blokeng menyadari bahwa mengintip cewek-cewek saat mandi bukanlah satu-satunya cara untuk menikmati kesenangan. Terkadang, hal-hal yang tidak terduga bisa membawa kebahagiaan lebih daripada rencana nakal yang telah dipikirkan sebelumnya.