Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Kejutan dari Aldian
"Harusnya hari ini sudah datang bulan, tapi kok enggak. Kalau enggak ...." Terukir senyum di wajah Haliza, ia merasa bahagia jika telatnya haid yang baru sehari ini adalah telat karena perutnya isi.
"Semoga saja. Tapi, bagaimana caranya supaya Mas Aldian percaya kalau aku ini benar-benar sedang berusaha mencintai dia? Mas Aldian juga tampan dan wangi, tapi kenapa aku tidak seantusias saat menjalin hubungan dengan mantan kekasihku yang pengkhianat itu?" pikir Haliza masih bertanya-tanya tentang perasaannya pada Aldian yang masih biasa-biasa saja.
"Kamu itu belum terbiasa, Za. Coba perhatikan setiap perhatian suamimu, kamu pasti akan merasakan getaran cinta pada dirinya. Kalau kamu sudah merasakan getaran cinta pada saat suamimu memberi perhatian, itu artinya kamu sudah mulai mencintanya. Sekarang jangan melulu cinta yang dipikirkan, yang paling penting adalah kasih sayang dan perhatian, itu yang penting," nasehat Hanin tidak henti-hentinya saat Haliza mencoba bercerita pada mbaknya itu.
"Tapi, kenapa aku justru merasa takut kehilangan saat Mas Aldian bersikap dingin dan datar seperti kemarin-kemarin, apakah aku saat ini memang sudah merasakan cinta?" bingungnya lagi seraya beranjak dari balkon.
Haliza menuruni tangga, dia ingin menuju dapur untuk membuat rujak tumbuk dari buah mulbery. Kebetulan di kulkas ada buah mulbery yang sudah ungu pekat, sepertinya enak jika dirujak pakai gula.
Haliza membuka kulkas lalu meraih mulbery itu. Tanpa pikir panjang ia tuang buah yang warnanya sudah ungu tua itu, dicucinya sebelum ditumbuk.
"Non Liza, membuat apa, Non?" tanya Bi Kenoh menghampiri.
"Saya mau bikin rujak tumbuk dari buah mulbery ini, sepertinya manis-manis segar gitu, ya, Bi?" ujarnya sembari menumbuk buah itu di dalam gelas.
"Tentu saja, Non. Buah mulbery kalau sudah berwarna ungu, pasti rasanya sangat manis. Jadi, jangan terlalu banyak dikasih gula," saran Bi Kenoh.
"Baiklah. Saya kasih gulanya sedikit saja." Haliza menikmati rujak mulbery tumbuk dengan perasaan senang.
Sementara Bi Kenoh, hanya melihat Haliza yang sedang menikmati rujak tumbuk mulbery dengan perasaan menduga-duga. Bi Kenoh merasa heran saja, kenapa akhir-akhir ini Haliza sering kedapatan makan seperti mangga muda, lalu sekarang makan mulbery dibikin rujak tumbuk.
"Kalau dilihat-lihat, ini seperti sebuah pertanda kalau Non Haliza sedang mengandung. Semoga saja benar," harap Bi Kenoh sembari meninggalkan dapur.
Sorenya tiba, Aldian pulang dari kantor jam 16.00 Wib. Haliza yang sudah mengetahui, segera datang dan menghampiri menyambut Aldian. Haliza sudah bertekad akan terus memberi perhatianya untuk Aldian sebagai usahanya meraih hati Aldian.
"Mas, mau makan dulu atau mandi?" Haliza memberikan dua pilihan pada Aldian. Tapi, Aldian tidak berkata apa-apa, sikapnya justru semakin dingin saja. Haliza menatap kepergian Aldian ke atas dengan sedih. Lagi-lagi perhatiannya justru tidak digubris.
Tapi Haliza tetap tidak putus asa, baginya ini masih langkah awal untuk meraih hati Aldian sehingga ia akan terus berusaha untuk meraih hati Aldian, meskipun hatinya akan sering menerima kecewa.
"Kenapa kamu ngikutin aku? Pergilah sana, aku ini gerah mau mandi," sentak Aldian ketus. Haliza tersentak mendapatkan reaksi judes suaminya seperti itu.
"Aku mau siapin baju ganti kamu, Mas," balas Haliza masih belum berhenti mengikuti Aldian.
"Tidak perlu, aku tinggal ambil sendiri di lemari, aku tidak mau merepotkan kamu."
"Aku tidak repot, Mas. Aku hanya ingin membantu kamu supaya lebih cepat ambil bajunya."
"Sudah aku katakan tidak usah, ya, tidak usah. Sana, kamu duduk saja di sofa beranda tamu. Aku ini gerah dan mau mandi," usir Aldian masih dengan muka ketus dan mengorong tubuh Haliza dengan tangannya saat sudah di depan pintu kamar.
Haliza menatap Aldian dengan wajah yang sudah sembab, sepertinya ia akan menangis. Bertepatan dengan itu pintu kamar langsung ditutup oleh Aldian, tidak memberi kesempatan pada Haliza untuk masuk.
"Mas, kenapa ketus dan dingin lagi? Padahal semalam saja aku bisa memeluk kamu. Kenapa kamu masih belum percaya kalau aku benar-benar mulai mencintaimu?" tangisnya pecah juga di depan kamar Aldian.
Sementara Aldian hanya bisa tersenyum, dia tidak peduli Haliza menangis puli seperti itu di depan kamarnya. Aldian segera menuju lemari setelah ia membuka baju kerjanya.
Malam telah tiba, Aldian menuju meja makan untuk makan malam.
"Bi, panggilkan istri saya, saya ingin dilayani dia makan malam, malam ini. Bi Kenoh pulang saja mungpung waktu masih belum terlalu malam," ujar Aldian.
"Baiklah, Den. Kalai begitu, saya pamit dulu, ya." Bi Kenoh beranjak dari ruang makan untuk memanggil Haliza. Namun, urung. Sebab Haliza ternyata sudah berada di ruang makan.
"Non Liza," manggut Bi Kenoh.
"Iya, Bi. Saya sudah di sini. Bi Kenoh segera pulang saja, terimakasih untuk hari ini," ucap Haliza sembari menghampiri meja makan yang sudah ditempati Aldian.
Haliza segera meraih piring milik Aldian, kemudian menuangkan nasi di atasnya. Meskipun tadi suaminya itu sudah membuatnya merasa sedih, tapi Haliza tetap datang dan melayani Aldian.
Sejak tadi Aldian memperhatikan gerak-gerik Haliza yang melayaninya. Menuangkan nasi ke dalam piringnya.
"Lauknya mau apa, Mas?"
"Ambilkan saja yang ada," ucap Aldian masih datar. Haliza segera ambil lauk yang ada di meja makan untuk Aldian secukupnya.
"Ini, Mas," sodor Haliza di depan Aldian. Lalu dia berlalu.
"Kamu mau ke mana? Kalau suami sedang makan, temani di sini, tidak sopan banget ditinggal," tegurnya dengan mata sedikit melotot.
Haliza membalikkan badan menatap sendu sang suami. Ia begitu sedih dan ingin menangis. "Aku mau ambilkan air minum hangat untuk Mas Aldian," jawab Haliza.
"Oh, aku pikir kamu mau pergi dan tidak mau satu meja sama aku." Aldian membalas sambil memulai menyuap. Haliza kembali berjalan menuju dispenser lalu menuangkan air bening untuk Aldian. Setelah itu, diapun ambil piring dan menuangkan nasi secukupnya, kemudian makan dalam diam.
Setelah makan malam usai, Aldian segera beranjak dari meja makan. Sementara Haliza membersihkan meja dan mencuci piring bekas makan mereka. Setelah itu ia langsung menyusul Aldian ke kamar. Walau Aldian masih bersikap datar, tapi Haliza tidak akan memisahkan diri lagi untuk tidur di kamar lain, keberaniannya diambang batas.
Tiba di dalam kamar, Haliza segera membersihkan diri seperti biasa. Setelah itu mencuci wajahnya dengan pembersih.
Sebelum menaiki kasur, Haliza mematikan lampu utama, dan kini langkah kakinya terayun menuju ranjang samping kiri, di mana ia biasa membaringkan tubuh.
Saat menaiki ranjang, sudah ada selimut di atasnya. Haliza menduga kalau Aldian sudah tidak mau satu selimut lagi. Dengan perasaan sedih Haliza naik ke atas ranjang dan terpaksa meraih selimut itu. Tepat dengan itu, Aldian tiba-tiba bangkit dan menuju sakelar lampu kemudian menyalakannya. Lampu menyala terang benderang ketika Haliza menarik selimut yang sudah teronggok di atas ranjang pembaringannya.
Ada sebuah benda dibungkus kertas kado di sana. Haliza terkejut, menatap kado dan Aldian yang menyalakan lampu.
"Mas ini, apa?"
"Bukalah."
Saat dibuka, ternyata Hp miliknya yang sudah bagus lagi tanpa cacat. Rupanya Aldian memperbaiki Hp miliknya tanpa sepengetahuannya. Haliza sangat terharu dan bahagia sampai matanya berkaca-kaca. Lalu ia meraih kado satunya lagi, yang saat dibuka isinya ternyata berbagai alat make up maupun skin care untuknya yang Aldian persembahkan sebagai kado permintaan maaf karena telah merusak make up maupun skin carenya tempo hari.
"Mas, ini hadiah untuk aku? Terimakasih banyak, Mas," ucapnya terharu sembari tidak ragu lagi memeluk Aldian. Tidak sangka sikap Aldian seharian datar dan judes itu, rupanya hanya surprise belaka.
Saya Kasih dulu Bunga Kembang Sepatu Biar Semangat Si Author Manis ini Nulis nya ya 😁😁